Relasi Kuasa, Faktor Utama Korban Kekerasan Seksual Enggan Bersuara

Ilustrasi

Setelah ramai kasus wercok dengan segala dramanya, lini masa kita akhir-akhir ini beralih ke kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter.


Dari hari ke hari, ada saja korban kekerasan seksual yang bersuara bahwa mereka sudah mengalami tindakan tak terpuji dari dokter yang menangani. Terutama, saat periksa atau berada di rumah sakit. Berbagai kasus ini cukup miris dan mengagetkan karena bagaimanapun, rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang aman bagi para pasien.

Kasus yang terakhir dan cukup menghebohkan terjadi di Rumah Sakit Persada. Seorang wanita mengaku pernah mengalami kekerasan seksual yang dialami saat menjalani perawatan di rumah sakit di Malang tersebut pada 2022. Dokter pria tersebut memegang bagian sensitifnya padahal bukan merupakan dokter jaga yang memeriksanya. Kebetulan, dari cerita yang ia unggah di media sosial, dokter yang merawatnya adalah seorang perempuan.

Banyak orang kaget dengan kasus ini karena terjadi di rumah sakit elit yang tidak menerima pasien BPJS. Kok bisa, sekelas rumah sakit elit yang bukan buat kaum mendang-mending kecolongan soal kasus ini? Sudah bayar mahal kok malah mendapat tindakan kekerasan seksual.

Meski kasus ini masih dalam penyelidikan, tetapi banyak yang bertanya, mengapa wanita itu baru mengungkapkan kasusnya sekarang? Bukankah waktu 3 tahun sangat lama untuk mengungkap kasus kekerasan seksual?

Dalam pikiran kita sebagai orang yang tidak berada di posisi wanita tersebut, memang hal ini sangat aneh. Namun, sesungguhnya, para korban kekerasan seksual butuh waktu untuk pulih dan mengumpulkan keberanian untuk bersuara. Semua ini bermuara pada relasi kuasa pelaku kekerasan seksual terhadap korban.

Saat kasus ini mencuat, pihak RS Persada langsung menghapus nama dokter tersebut dari daftar dokter yang bertugas. Tak hanya itu, nama dokter dan fotonya langsung hilang dari peredaran. Tersisa foto pelaku yang disensor oleh korban. Untung saja, banyak netizen cerdas berhasil mengungkap identitas pelaku kekerasan itu yang tak lain seorang dokter umum bernama Ardhitya Yoga Pramantara.

Saya sempat menemukan akun Tiktok dokter ini dan menemukan banyak videonya selama 3 tahun terakhir ini. Video kebahagiaan, tanpa rasa bersalah, dan beberapa diantaranya berjoged dengan para perawat wanita. Nah, apa yang saya lihat ini merupakan bentuk relasi kuasa antara pelaku dengan korban.

Pelaku bisa bebas melenggang dengan kehidupan normalnya karena tidak mendapatkan trauma, sementara korban justru sebaliknya. Ia butuh keberanian tingkat tinggi agar bisa bersuara dan menyampaikan kebenaran. Ia butuh waktu lama untuk bisa sembuh dari trauma dan ketakutan. Di sisi lain, sering terjadi relasi kuasa dengan adanya tindakan intimidatif dari pelaku terhadap korban.

Seringkali, pelaku mengancam korban jika menyuarakan tindakan tak terpujinya. Alhasil, bisa jadi, butuh waktu bertahun-tahun bagi korban agar bisa bersuara. Tidak langsung seketika dilakukan setelah terjadi tindakan kekerasan seksual.

Relasi kuasa yang lain adalah antara masyarakat dengan korban. Suka atau tidak, sebagian masyarakat kita masih menyalahkan korban kekerasan seksual. Ada yang mengatakan jika mereka mendapat perlakuan seperti itu karena memakai pakaian yang tidak pantas atau alasan lain. Relasi seperti ini malah membuat korban menjadi takut untuk bersuara karena akan dianggap sebagai aib.

Nah, relasi kuasa yang tak kalah penting adalah relasi kuasa antara media massa dengan korban. Saya heran banyak media massa yang justru menyensor atau menyembunyikan identitas pelaku. Sebaliknya, mereka malah mengatakan dengan gamblang identitas korban.

Foto Dokter Ardhitya Yoga Pramantara yang diduga melakukan tindakan kekerasan seksual


Fenomena ini sangat miris karena justru seharusnya identitas korban yang harus dilindungi. Sementara, identitas pelaku kekerasan seksual yang harus ditayangkan dengan jelas agar ada efek jera dan sanksi sosial. Relasi kuasa seperti ini yang tidak disadari dan malah jadi penghalang bagi para korban untuk speak up.

Makanya, relasi kuasa yang tidak setara ini harus segera diakhiri. Korban butuh dilindungi dan diberikan semangat agar bisa bangkit dan mau bersuara mengenai keadilan.


Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya