Mungkin, pemandangan antre pembelian BBM di SPBU swasta menjadi pemandangan langka di republik sekarat ini.
Namun, tidak dengan beberapa hari ini. Beberapa SPBU swasta, sebut saja shell, vivo, BP AKR, dan Mobil Indostation dibanjiri oleh pengguna kendaraan bermotor. Mereka menjejali lahan berbagai SPBU tersebut hingga siang dan malam.Walau fenomena ini hanya terjadi di Pulau Jawa dan sebagian Sumatra, tetap saja fenomena tersebut merupakan fenomena yang cukup membuat tertawa sekaligus mengelus dada. Betapa bobroknya sistem pemerintahan kita sampai-sampai masyarakat tidak lagi percaya kepada segala hal berbau BUMN alias milik negara.
Semua bermula dari korupsi yang diungkap oleh Kejaksaan Agung di tubuh Pertamina senilai hampir 197 triliun rupiah lebih. Korupsi sebesar itu mengerucut pada tindakan curang yakni dugaan pengoplosan BBM jenis Pertamax yang memiliki angka oktan (RON) 92 dengan BBM jenis Pertalite dengan RON 90.
Masyarakat pun muak. Mereka sudah tidak lagi percaya pada Pertamina, perusahaan milik negara yang mendistribusikan BBM jenis Pertamax ini. Mereka pun beramai-ramai membeli BBM jenis lain dengan RON setara di SPBU swasta. Diantara berbagai SPBU swasta, SPBU Shell adalah yang paling dicari. Alasannya, SPBU ini menawarkan layanan lebih seperti membersihkan kaca mobil dan poin keuntungan menjadi member.
Dari pengamatan saya di Surabaya, Sidoarjo, dan Malang, SPBU Shell cukup ramai beberapa waktu terakhir. Bahkan, ketika mereka menaikkan harga BBM per 1 Maret 2025, antrean masih saja mengular. Rekan saya yang memang dari dulu rutin mengisi di SPBU tersebut harus antre selama beberapa saat ketika mengisi bensin untuk mobilnya. Sementara, pada kesempatan yang lain, saya harus rela mengisi BBM jenis V Power dengan RON 95 karena BBM jenis Super sedang kosong.
![]() |
Antrean di SPBU Shell Kawi Malang |
Saya dan rekan saya tak peduli. Yang penting tidak diisi dengan BBM dari pemerintah. Asal mahal tidak masalah. Asal berkualitas tak apa daripada BBM yang kita beli hasil oplosan jenis RON 90. Semuanya demi kepuasan dan keawetan mesin kendaraan.
Saya tidak tahu, fenomena ini berakhir sampai kapan. Entah sampai SPBU swasta menaikkan kembali harga BBMnya atau sampai masyarakat lupa kepada kasus korupsi tersebut. Yang jelas, fenomena beralihnya pembelian BBM ini layak dicermati. Fenomena ini adalah perlawanan masyarakat terhadap pemerintah. Mereka sadar tidak akan sudi untuk membelanjakan uangnya untuk pemasukan kepada pemerintah jika akhirnya uang mereka tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.
Tidak hanya itu, bentuk perlawanan ini juga mencakup rasa muak karena sudah ditipu mentah-mentah oleh Pertamina. Walau ada sanggahan dan kilahan dari mereka, tetap saja masyarakat sudah tak percaya. Mereka menganggap dengan membeli Pertamax sesungguhnya adalah membeli Pertalite dengan jalur fast track.
Fenomena ketidakpercayaan kepada Pertamina ini juga menjadi titik balik persepsi publik kepada pemerintah. Jika selama ini banyak yang menganggap selama 10 tahun kepemimpinan orang itu - saya tak sudi menyebutnya - baik baik saja, sekarang semuanya sudah mulai terbuka satu per satu. Makanya, publik membuat sikap dengan tidak lagi mau berhubungan dengan segala hal yang dapat membuat para pejabat menikmati korupsi di dalamnya.
Di sisi lain, saya makin muak dengan cuitan para buzzer dan pendengung yang masih buta membela pemerintah dan Pertamina khususnya. Mereka seakan mencemooh tindakan masyarakat yang mulai beralih ke SPBU swasta. Saya hanya tertawa melihat ulah mereka. Alasannya, pada satu titik ketika kondisi benar-benar buruk, maka mereka yang akan menjadi bulan-bulanan mereka yang marah.
Tags
Catatanku
Ketika rakyat marah dan menghukum, maka dampaknya akan luar biasa
ReplyDeleteshell di dekat rumah akhirnya kemaren kebanjiran orderan. motor mobil ngantri sampai ke pintu masuk pom bensin. dahsyatt
ReplyDelete