![]() |
Ilustrasi |
Bisnis FnB atau bisnis makanan dan minuman memang sedang lesu akhir-akhir ini.Banyak pemilik usaha FnB mengeluh omsetnya turun drastis. Pun saat momen puasa yang biasa jadi momen untuk meningkatkan penjualan. Banyak yang mulai menyerah satu per satu dan akhirnya gulung tikar alias tutup permanen.
Saat melihat linimasa media sosial - terutama TikTok - saya sering mendapatkan video perpisahan dari beberapa usaha FnB. Tak jarang, mereka yang gulung tikar adalah mereka yang sudah lama bergelut di dunia tersebut. Bahkan, tak jarang ada yang sudah lama bergelut di bidang ini. Ada yang berusaha keras meneruskan usaha dari orang tuanya tetapi akhirnya tumbang juga.
Lantas, mengapa mereka bisa tumbang satu per satu?
Sebenarnya, ada banyak alasan mengapa bisnis FnB saat ini sangat rentan tumbang. Salah satu faktor utama adalah kelesuan ekonomi. Kelesuan ini dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai deflasi yang terburuk selama beberapa tahun terakhir.
Deflasi adalah penurunan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi dalam jangka waktu lama. Jika diamati, memang deflasi menguntungkan konsumen karena harga barang dan jasa malah menurun. Namun, fenomena deflasi membuat permintaan terhadap barang dan jasa juga ikut menurun. Daya beli masyarakat menurun sehingga juga berpengaruh terhadap berbagai sektor usaha, salah satunya adalah sektor FnB.
Meski biasanya konsumsi masyarakat akan makanan dan minuman naik selama puasa, tetapi tidak untuk tahun ini. Walau Pasar Takjil dan warung makan masih terlihat ramai, tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Banyak masyarakat menahan diri tidak membelanjakan uangnya untuk membeli bahan makanan dan minuman jadi.
Mereka lebih memilih untuk membeli bahan mentah dan diolah sendiri alias dimasak sendiri. Implikasinya, toko bahan makanan dan supermarket ramai oleh masyarakat yang berusaha menyimpan kebutuhan pokok. Di sisi lain, pengusaha makanan dan minuman mengeluh omsetnya terus menurun. Saya sendiri juga membatasi untuk membeli takjil atau makan di luar kecuali saat akhir pekan dan memilih membuat makanan sendiri.
Faktor yang kedua adalah banyaknya usaha serupa dengan jarak yang berdekatan. Contohnya ayam geprek, mie level pedas, es teh jumbo, dan lain sebagainya. Kurangnya inovasi untuk membuat usaha makanan yang lain daripada yang lain membuat banyak usaha FnB gulung tikar. Bahkan, di dekat kontrakan saya ada sekitar 7 usaha kuliner mie pedas dengan aneka macam nama. Ketika saya mencoba satu per satu, rasanya hampir mirip sehingga 5 dari 7 usaha tersebut akhirnya tumbang.
Faktor selanjutnya adalah susahnya mendapatkan konsumen loyal. Harus diakui, bisnis FnB sangat membutuhkan konsumen loyal. Saya sendiri seakan mengulang menu makanan dan minuman yang saya beli. Kalau tidak membeli tahu telor di ibu A, lalapan di Pak B, nasi goreng di Pak C, rujak cingur di ibu E, maka saya membeli soto ayam di Pak D. Intinya, menu makan saya selama satu bulan jika makan di luar ya itu-itu saja. Ya hanya ke warung-warung itu.
Saya bukan food vlogger yang punya banyak uang untuk mencicipi berbagai makanan di aneka warung untuk saya kontenkan. Kalau mau ke warung baru dan mencoba menu baru hasil melihat konten mereka, saya baru melakukannya awal bulan saat baru gajian. Itu pun saat ini jarang sekali saya lakukan karena saya sangat sayang uang saya. Takut saya berekspektasi tinggi dengan rasa makanan yang saya makan.
Selanjutnya yang membuat usaha FnB cepat gulung tikar adalah biaya produksi yang makin tinggi. Walau terjadi deflasi, tetapi mereka juga butuh sewa tempat, listrik, gas, dan lain sebagainya. Belum lagi jika mereka menggaji karyawan. Saat omset sepi, maka biaya produksi tidak mampu tertutupi dengan adanya pendapatan yang diterima. Bertahan satu dua bulan saja rasanya sudah baik. Ada lho warung ayam geprek di dekat rumah saya yang saat openingnya cukup ramai tetapi hanya bertahan tiga minggu saja.
Terakhir, munculnya food reviewer yang berusaha menjatuhkan para pengusaha FnB. Mereka ini seakan menjadi momok bagi para pengusaha yang susah payah membangun usahanya. Beberapa waktu terakhir, ada seorang food reviewer yang ternyata memeras pengusaha FnB agar konten buruk di usaha tersebut diturunkan. Netizen pun ramai-ramai mengecam tindakan mereka.
Bagaimana tidak jahat, usaha yang sudah sekarat malah dibuat hancur. Entah ada kecoa lah, ada rambut lah, dan sebagainya. Padahal, mereka bisa komplain langsung ke pemilik usaha tanpa perlu disebarluaskan. Alhasil, kemunculan mereka malah membuat usaha FnB semakin kelam.
Entah sampai kapan usaha FnB ini terus mengalami kegelapan. Sedih juga saat melihat mereka tumbang satu per satu apalagi jika rasa makanannya enak dan harganya terhitung murah.
Tags
Catatanku
harga bahan pokok naik sementara kita tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual produk. belum lagi produk sisa yang sudah pasti jadi beban keuangan.
ReplyDelete