Mengapa Orang Mudah Jadi Tak Berpikir Panjang Demi FB Pro?

Ilustrasi emak-emak FB Pro


Pertanyaan tersebut menggelitik saya beberapa hari terakhir.

Pasalnya, lini masa media sosial saya sering seliweran para pejuang “salam interaksi”. Apalagi, kalau bukan pejuang FB Pro yang berkeinginan untuk mendapatkan monetisasi dari Meta. Berbagai kalangan, terutama emak-emak dan bapak-bapak berlomba-lomba untuk membuat video singkat demi mendapatkan 1.000 tayangan dalam waktu 30 hari.

Tentu, selain membuat video, mereka juga sibuk membagikan video yang sudah mereka buat ke media sosial FB. Tak jarang, mereka mengunggah banyak video dalam satu hari. Bahkan, ada yang mengunggah lebih dari 10 video setiap hari.

Dengan suramnya kondisi perekonomian bangsa saat ini, tentu menjadi konten kreator FB Pro seakan adalah oase yang menyejukkan. Iming-iming materi berlimpah dari para konten kreator yang sudah sukses membuat banyak orang tertarik untuk terjun di platform ini. Siapa sih hari gini yang tidak mau cuan?

Saya sendiri belum dan tidak tertarik untuk menggeluti FB Pro. Alasannya, saya masih tetap fokus membuat konten YouTube dan TikTok seputar transportasi umum di sekitar saya. Konten di dua platform tersebut saya tambah dengan kolaborasi konten Instagram bersama rekan-rekan dari naikangkotdotcom mengenai peta menuju sebuah tempat.

Selain waktu yang tidak cukup, saya juga merasa bahwa media sosial FB kini sudah tidak seramai dulu lagi. Indikatornya, ketika saya mengunggah foto, video, atau status di FB, rasanya tidak ada orang yang mau memberikan like atau komentar. Lain halnya dengan konten yang saya buat di YouTube atau TikTok. Banyak konten yang saya buat menarik minat banyak orang.

Konten saya bisa bermanfaat karena memandu banyak orang dan saya dapat timbal balik atas konten yang saya buat berupa exposure serta materi dari AdSense dan content placement. Jadi, saya semakin tertarik dan tertantang untuk membuat konten baru, terlebih dari permintaan para subscriber atau follower.

Tak hanya itu, saya juga dalam tahap belajar algoritma YouTube dan TikTok yang semakin hari memiliki tantangan tersendiri. Semisal, tantangan dalam membuat hook - video permulaan - dari konten yang saya buat. Tantangan ini semakin menyenangkan jika ada beberapa ide yang belum pernah saya eksekusi sebelumnya. Intinya, membuat konten YouTube dan TikTok memiliki bahan bakar yang cukup tinggi untuk terus melakukannya berulang.

Dalam kondisi berbeda, saya tidak mendapatkan kesenangan jika membuat konten video di FB Pro. Wong video saya saja yang saya unggah tidak ada yang melihat. Bagaimana saya bisa berharap monetisasi?

Iya sih, saya bisa memodifikasi ulang video YouTube atau Tiktok, tetapi saya tidak mau jika ada apa-apa dengan akun YouTube dan TikTok saya semisal masalah plagiasi. Tal hanya itu, rasanya sayang jika saya meluangkan waktu demi hal yang belum pasti, sementara saya bisa mengembangkan di bidang lain dengan pasti.

Saya paham betul, para konten kreator FB Pro ini berusaha semaksimal mungkin agar bisa mendapatkan monetisasi. Beberapa dari mereka lebih memilih untuk mengembangkan FB pro milik mereka karena dianggap lebih mudah dibandingkan jika harus mengejar monetisasi YouTube. Sebagai perbandingan, syarat monetisasi YouTube saat ini adalah 1.000 subscriber dan 4.000 jam tayang selama 1 tahun untuk video panjang atau 500 subscriber dan 10 juta jam tayang untuk video short. Jumlah yang cukup banyak dan berat untuk dilalui.

Saya sudah merasakan sendiri untuk mengejar monetisasi YouTube saat harus berjibaku menambah jumlah subscriber hingga 1.000 buah. Jurus subs4subs pun saya lakukan demi mendapatkan jumlah tersebut. Jurus yang hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh konten kreator FB Pro agar target terpenuhi.

Namun, saya berpikir bahwa konten yang menarik, bagus, unik, dan bermanfaatlah yang akan membuat saya bisa mencapai tujuan tersebut. Jika saya terpacu bagaimana caranya mendapatkan jumlah subscriber, maka saya akan sia-sia karena YouTube akan menghitung jumlah subscriber yang saya dapatkan sebagai spam.

Nah, demikian pula dengan para konten kreator FB Pro. Jika mereka terpacu pada “salam interaksi”, tetapi tidak mau upgrade diri membuat konten yang bermutu, maka jangan harap kesia-siaan akan muncul. Saya sudah menemukan banyak konten kreator FB Pro yang akhirnya berhenti di tengah jalan karena merasa kegiatannya sia-sia. Padahal, ia sudah meluangkan banyak waktu, uang, dan tenaga untuk membuat konten video.

Di sisi lain, saya juga makin miris dengan konten kreator FB Pro - terutama emak-emak - yang membuat konten di luar nalar. Ada yang menumpahkan minyak, menumpahkan terigu, berjoget dengan tidak senonoh, dan sebagainya. Konten-konten tersebut memenuhi beranda saya, tidak hanya FB tapi juga X alias twitter dan Instagram.

Selain konten yang miris, ada satu fenomena lagi yang membuat saya geleng-geleng kepala. Rupanya, kebanyakan konten kreator pemula yang fokus di FB Pro mendapatkan ilmu dari sumber yang kurang bisa dipercaya. Saya membandingkan dengan YouTube dan TikTok. Saya belajar banyak dari konten kreator yang sudah sukses secara metrik.

Artinya, konten mereka memang sudah teruji dan terbukti mendapatkan views dengan jumlah banyak. Saya juga belajar bagaimana melakukan interaksi yang efektif dan efisien agar channel saya bisa berkembang. Demikian pula untuk kegiatan blog ini. Saya juga belajar dari beberapa ahli SEO yang bisa saya praktikkan dan cukup manjur.

Apesnya, saya belum menemukan konten kreator FB pro yang benar-benar teruji dan terbukti mendapatkan views banyak sekaligus cuan yang mudah untuk diaplikasikan. Kebanyakan trik yang saya dapat cukup ‘ngawang’. Kurang detail dan gemblang sehingga terkesan ambigu. Entah memang saya yang memang belum menemukan yang pas atau bagaimana, yang jelas untuk bisa belajar secara baik dan benar mengenai FB Pro, saya belum bisa melakukannya.

Memang, mendapatkan views dan menghasilkan cuan adalah kegiatan yang sangat menyenangkan bagi seorang konten kreator. Namun, saya teringat sebuah khotbah dari seorang pendeta di Malang. Ia mengatakan bahwa jika ingin menarik kupu-kupu, maka perindah kebunmu layaknya tukang tanam yang menanam bunga dengan indah. Jika sudah indah, maka kupu-kupu akan datang dengan sendirinya. Bukan membeli kupu-kupu dan menyebarkan di kebun kita.

Maka, jika ingin mendapatkan views yang banyak, maka perbaiki dan perindah konten kita. Bukan dengan fokus mencarinya dengan “salam interaksi”.

1 Comments

  1. Wah Mas Ikrom sekarang jadi Youtuber dan Tiktoker juga.. Selamat yah.. selamat berjuang karena saya yakin pasti akan banyak tantangan yang harus dihadapai untuk bisa sukses.

    Saya sejauh ini Instagram dan Tiktok sekedar wat iseng saja, karena saya sudah memilih tetap menjadi blogger saja. Maklum lah, ternak blog banyak, kalau ditambah ternak Insta dan Tikto, saya bisa mati berdiri.

    In any case, sesuatu yang dijalani dengan sepenuh hati, Insya Allah akan membawa berkah ya mas.

    Saya setuju untuk fokus ke taman kita sendiri tuh mas. Kalau sudah indah, maka kupu kupu bahkan maling akan datang sendiri... Ga perlu terlalu fokus pada pemasaran, karena pemasaran yang terbaik adalah produknya itu sendiri..

    Eniwe.. semangat terus mas..

    ReplyDelete
Sebelumnya Selanjutnya