Kafe Kekinian di Lereng Gunung, Antara Spot Menarik dan Bahaya Longsor

Allo cafe sebelum longsor. IG allo cafe

Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan oleh sebuah peristiwa tragis yang terjadi di Pekalongan.

Peristiwa tersebut adalah peristiwa tanah longsor yang menimpa sebuah desa bernama Desa Kasimpar, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Peristiwa yang menewaskan puluhan orang ini menyita perhatian publik karena sebagian besar korban meninggal sedang berteduh di sebuah kafe kekinian.

Kafe tersebut baru saja dibuka beberapa minggu sebelumnya dan sempat viral di media sosial karena memiliki pemandangan yang cukup apik. Tidak hanya itu, dengan aneka menu khas kafe yang menarik, kafe tersebut juga menjadi destinasi utama saat libur natal kemarin di sekitar wilayah Pekalongan.

Nah, cerita para korban yang selamat dari peristiwa naas tersebut menyibak fakta bahwa meski kafe itu berada di tanah yang datar, tetapi ternyata bahaya besar tidak diduga sebelumnya. Bahaya tersebut adalah adanya perbukitan yang cukup rimbun berada di belakangnya. Bukit ini memang terlihat apik saat beberapa pengunjung kafe mengunggah momen saat mereka berada di sana.


Terlebih, saat mereka mengunggah foto di bagian outdoor kafe. Kabut tipis yang menyelimuti bukit belakang kafe berpadu dengan momen menyantap minuman adalah kombinasi apik untuk menghasilkan foto yang menarik. Tak sekadar foto, hidangan yang tersaji memang menjadi jurus jitu pemikat bagi siapa saja yang singgah di tempat tersebut.

Sayang, bahaya besar yang mengancam tidak disadari sebelumnya. Walau memiliki pemandangan alam yang menarik, ternyata pemandangan tersebutlah yang menjadi salah satu titik bencana longsor. Hamparan bukit hijau yang menjulang ternyata menjadi saksi bisu rusaknya alam hingga menyebabkan puluhan korban meninggal.

Lantas, timbul banyak pertanyaan. Mengapa ada banyak bangunan berada di daerah rawan?

Pertanyaan ini berpadu dengan asumsi bahwa bencana tidak bisa kita prediksi sebelumnya. Meksi demikian, bencana tanah longsor sebenarnya bisa dimitigasi terlebih dahulu. Semisal, memetakan daerah mana saja yang rawan longsor sehingga ada larangan untuk tidak membangun bangunan di tempat tersebut.

Ada beberapa parameter yang bisa digunakan untuk memetakan daerah rawan longsor. Mulai dari curah hujan, kemiringan lereng, tata guna lahan, geologi, kedalaman solum, tekstur tanah, permeabilitas tanah, jenis tanah, dan tipe batuan.Hasil pemetaan akan menunjukkan tingkat kerawanan longsor di suatu daerah.

Peta daerah di sekitar bencana


Satu parameter yang tak kalah penting adalah aliran air. Sebisa mungkin sebuah bangunan didirikan tidak dekat dengan aliran air, terutama jalan utama dari aliran air tersebut. Alasanya, jika terjadi hujan yang cukup deras, maka air tidak mengumpul di dekat bangunan. Selain mencegah longsor, tidak mendirikan bangunan di sekitar tempat tersebut juga mencegah risiko banjir.

Kondisi penggunaan lahan sebagai faktor penyebab tanah longsor juga berkaitan dengan kestabilan lahan, kontrol terhadap kejenuhan air serta kekuatan ikatan partikel tanah. Lahan yang penggunaannya digunakan untuk hutan dan perkebunan relatif lebih bisa menjaga stabilitas lahan karena sistem perakaran yang dalam. Lahan pertanian ini juga bisa menjaga kekompakkan antar partikel tanah serta partikel tanah dengan batuan dasar dan bisa mengatur limpasan dan resapan air ketika hujan.

Sementara itu, pemukiman memiliki andil yang lebih kecil karena limpasan air lebih banyak terjadi dibanding genangan dan resapan karena sifat permukaan yang kedap air, baik kondisi tanah permukaan maupun karena penutup tanah berupa beton atau sejenisnya. Tegalan dan sawah memiliki vegetasi yang tidak bisa menjaga stabilitas permukaan karena bersifat tergenang, serta memiliki sistem perakaran yang dangkal sehingga kurang menjaga kekompakkan partikel tanah.

Nah, saat melihat peta Google map area di sekitar kafe, saya cukup terkejut meski memiliki pemandangan bukit yang indah, ternyata kafe ini terletak pada bagian bawah dari pemukiman, persawahan, dan tegalan. Artinya, daerah di atas kafe ini tidak cukup kuat untuk menahan air dari curah hujan sehingga tanahnya tidak stabil. Alhasil, saat hujan deras mengguyur saat hari naas tersebut, longsoran pun terjadi.

Saya melihat video pasca longsoran yang diunggah beberapa YouTuber memperlihatkan kengerian yang nyata. Semua bangunan rata dengan tanah. Bahkan, ada sebuah penginapan milik Bapak Pendeta GKJ Kasimpar dan Bapak Carik yang berada di atas kafe yang juga diterjang longsor. Padahal, jaraknya cukup jauh dari kafe tersebut.

Menilik bencana yang sudah terjadi ini, sudah saatnya kita memperhatikan mitigasi bencana longsor sebelum membangun sebuah tempat, terutama kafe dan tempat wisata. Ada baiknya perencanaan matang dilakukan. Jika memang harus dibangun di daerah yang rawan longsor, maka informasi mengenai evakuasi saat hujan deras dan kondisi tanah yang mulai retak perlu dilakukan. Jangan sampai ada korban berjatuhan yang cukup banyak.

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya