![]() |
Gerbang masuk Kota Malang di wilayah Kacuk |
Beberapa waktu yang lalu, saya menonton sebuah video di TikTok mengenai olok-olok sebuah daerah di Malang.
Daerah tersebut adalah Kacuk. Dalam video berdurasi sekitar 1 menit tersebut, ada seorang pria yang mengolok rekannya yang rumahnya berada di Kacuk. Ia mengatakan bahwa ia tak kenal dengan daerah tersebut dan mengatakan jika daerah tersebut adalah antah berantah, entah di mana.
Barulah, saat ada temannya yang lain menjelaskan posisi tempat tersebut, pria itu baru paham dan sadar bahwa daerah itu masih bagian dari wilayah Kota Malang. Bagian penting di sisi selatan yang kerap terabaikan oleh zaman padahal setiap hari ribuan orang melintasinya.
Dalam tata nama pemerintahan Kota Malang, tidak pernah ada tempat yang bernama Kacuk. Sama halnya dengan beberapa nama lain yang bukan merupakan nama resmi dari wilayah administrasi Kota Malang, Kacuk adalah sebagian area yang menempati wilayah Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Di wilayah kelurahan ini, selain Kacuk, ada nama tak resmi lain yakni Lowokdoro.
Bedanya, jika Kacuk berada di sisi timur yang mengarah ke Jalan Nasional menuju Blitar, maka Lowokdoro berada di sisi barat yang mengarah ke Jalan Provinsi menuju ke Turen. Dua wilayah ini sama-sama pernah dilintasi jalur kereta api. Wilayah Kacuk pernah dilintasi jalur rel kereta pengangkut tebu menuju Pabrik Gula Kebonagung yang masuk wilayah Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Sementara, wilayah Lowokdoro pernah dilintasi jalur trem Malang Kotalama - Gondanglegi - Dampit. Kedua jalur ini saat ini sudah nonaktif.
Meski demikian, wilayah Kacuk saat ini masih dilintasi jalur kereta api dari Malang ke Blitar. Rel kereta api aktif masih membelah pemukiman di sekitar Kacuk yang dilintasi berbagai kereta api. Mulai Penataran, Gajayana, Malioboro Ekspres, Majapahit, Matarmaja, dan Malabar.
Nah, dengan adanya artefak jalur rel yang masih tersisa hingga kini, maka Kacuk bisa dikatakan merupakan daerah yang penting sejak dulu kala. Pembangunan jalur kereta api yang dilakukan pada tahun 1876 membuat daerah ini menjadi penghubung wilayah sisi selatan dan utara Malang. Meski begitu, jalan darat purba sudah ada sejak dulu. Hanya saja, keberadaan jalan darat ini terkendala akses di sisi barat yang dialiri Sungai Metro.
Lantas, kenapa diberi nama Kacuk?
Nama kacuk, ternyata berasal dari kata “ancuk” yang artinya cukup saru yakni alat kelamin laki-laki. Mungkin kita sudah kenal dengan umpatan Jancok atau Jancuk yang juga berasal dari kata tersebut. Sebuah kata kontroversial yang beagi banyak orang cukup tabu untuk diucapkan. Dari sini, mungkin timbul pertanyaan, mengapa suatu daerah diberi nama dengan kata-kata yang dianggap tak pantas.
Ternyata, kata ancuk yang juga bermakna alat kelamin laki-laki (phallus) merujuk pada sebuah lingga. Benda ini adalah simbol maskulinitas bagi masyarakat Hindu. Simbol dari maskulinitas Dewa Siwa yang begitu diagungkan. Konon, ada sebuah candi yang dulu dibangun di daerah Kacuk ini yang berlatar agama Hindu sekte Siwa.
![]() |
Kondisi Kacuk yang semrawut |
Sayangnya, belum ada penemuan bukti komponen bangunan candi yang cukup representatif di wilayah ini. Penemuan arkeologis yang didapatkan adalah kepala kala yang diperkirakan sekitar abad ke-15 Masehi atau masa Kerajaan majapahit. Penemuan arkeologis ini mendasari fakta bahwa wilayah Kacuk adalah wilayah yang sudah dihuni sejak dulu dan bahkan menjadi daerah penyangga penting di Malang. Apalagi, sejak perpindahan terminal dari sekitar Klojen ke Terminal Gadang pada tahun 1980-an, wilayah ini semakin ramai.
Lagi-lagi, penataan wilayah kota yang tidak baik membuat wilayah ini seakan hanya menjadi tempat lewat saja tanpa ada perkembangan berarti. Kemacetan parah yang terjadi, terutama saat pagi hari membuat Kacuk adalah salah satu titik ruwet di Malang. Pekerja dari Blitar, Tulungagung, dan wilayah di Selatan Malang menyesaki Kacuk tanpa ampun. Ribuan kendaraan tumpah ruah tak ada yang mau mengalah. Apalagi, polisi lalu lintas yang berjaga di sekitar pertigaan Kacuk juga angin-anginan. Kadang ada kadang tidak.
Saya sendiri pernah berangan-angan jika transportasi umum di Kacuk bisa ditata, maka Pemkot Malang bisa membebaskan lahan di sekitar pintu perbatasan untuk dibangun Park and Ride. Nantinya, penglaju dari wilayah selatan bisa memarkirkan kendaraan di sini dan beralih ke transportasi umum. Dengan begitu, kemacetan parah tidak akan terjadi. Lebih bagus lagi jika rencana kereta komuter yang dulu sempat pernah digagas dihidupkan lagi, maka bisa dibangun halte di sekitar Kacuk. Penumpang bisa naik kereta api dari sana untuk menuju pusat Kota Malang.
Semoga wilayah ini bisa diperhatikan lagi karena sayang sekali jika hanya digunakan sebagai tempat lewat yang ruwet dan sering dianggap daerah antah berantah.
***
Sumber:
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang. 2013. Wanwacarita, Kesejarahan Desa-Desa Kuno di Kota Malang.
Tags
Sejarah