![]() |
Ilustrasi. - by AI |
Beberapa waktu yang lalu, ada kejadian menarik saat saya naik Trans Semanggi Surabaya.
Penumpang di sebelah saya, seorang bapak menelpon istrinya dengan nada panik. Saya mendengar sedikit pembicaraannya mengenai ibunya yang tak kunjung pulang sejak pagi. Beberapa saat kemudian, istrinya mengabarkan dan bapak tersebut pun mulai lega. Ibunya sudah ditemukan keberadaannya.Tanpa saya meminta, bapak tersebut menceritakan perihal soal ibunya. Barangkali saya sempat melihat sekilas kepadanya saat ia panik. Ia mengatakan, ibunya yang sudah berusia sekitar 70an pamit untuk senam di dekat rumahnya. Biasanya, paling lambat pukul 8 pagi ibunya sudah pulang. Namun, hingga siang hari sang ibu tak kunjung pulang.
Istrinya yang berada di rumah pun panik dan mencari mertuanya tersebut ke tempat senam. Sayang, di sana sudah tak ada orang. Hanya ada satu orang lansia yang mengatakan bahwa ibunya beserta beberapa rekan senamnya mau jalan-jalan sebentar ke sebuah pasar naik wira-wiri.
Istrinya pun kembali ke rumah dan berpikiran positif kalau jalan-jalan naik wira-wiri saja mungkin siang sudah pulang. Wong letak pasarnya juga tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia juga tak begitu berpikiran panjang mungkin mertuanya juga butuh hiburan.
Akan tetapi, hingga hampir pukul 8 malam, sang mertua tak kunjung pulang. Ia pun panik dan menelpon suaminya yang akhirnya ikut panik juga. Ibunya tersebut memang tidak membawa ponsel. Untung saja, bapak tadi berinisiatif menelpon rekan lansia dari ibunya. Betapa kagetnya ia mendapat fakta bahwa ibunya sedang bersama rekan lansianya dalam perjalanan pulang dari Paciran naik Trans Jatim.
Hm…pantas saja. Untuk menuju Paciran saja dari Surabaya paling tidak butuh waktu 3 jaman. Belum menunggu angkutan umum. Belum berhenti untuk jalan-jalan dan sebagainya. Alhasil, saat jam menunjukkan pukul 8 malam, ibunya masih berada di dalam bus Trans Jatim akan oper naik Suroboyo Bus. Entah nanti apakah bisa nutut naik wira-wiri kembali ke rumahnya atau tidak. Yang jelas, kata rekan lansia tadi, kemungkinan mereka akan naik Grab ke rumah masing-masing sehingga bapak di sebelah saya tadi yang baru saja pulang kerja merasa tenang.
Pada hari yang lain, saat saya menuju ke Tunjungan Plaza, tiba-tiba ada seorang lansia jatuh di depan saya. Saya dan pejalan kaki lainnya pun kaget dan segera menolong lansia tersebut. Apesnya, beliau bersama seorang lansia yang juga tidak terlalu kuat berjalan. Saat saya tanya tujuan mereka ke mana, mereka hanya mengatakan mau jalan-jalan ke Tunjungan Plaza setelah naik Wira-wiri dan Suroboyo Bus.
Aduh.
Saya dan seorang mas-mas pun berinisiatif menuju ke satpam Tunjungan Plaza. Saya menceritakan tentang dua lansia tadi yang saya minta untuk pulang tidak mau. Satpam tersebut pun berjanji memonitor dua lansia tadi ke rekan-rekannya alias akan mengabarkan akan ada lansia yang mau jalan-jalan di sana. Saya juga meminta kepada dua lansia tadi untuk berada di sekitar Tunjungan Plaza 1 saja agar tidak tersesat.
Setelah selesai urusan tadi, saya segera menuju ke rekan saya dan ia malah ngakak karena beberapa waktu lalu omanya yang sudah hampir 80 tahun minta dijemput di sekitar Gunung Anyar. Ia bercerita bahwa omanya tiba-tiba saja naik wira-wiri entah rute mana saja hingga akhir jam operasi yang artinya sudah tidak ada lagi armada yang jalan. Dengan terpaksa ia pun menjemput omanya dari rumahnya di sekitar Darmo Permai ke Gunung Anyar.
Untung saja, omanya bisa menjelaskan dengan detail lokasinya yang kebetulan berada di minimarket. Saat berada di TKP, ada mbak-mbak yang panik karena ternyata omanya sedikit bingung saat ditanya alamat rumahnya. Mbak-mbak itu pun menunggu hingga oma tersebut ada yang menjemput.
“Sudah hampir saya bawa ke kantor polisi, Mas”, kata teman saya menirukan perkataan mbaknya tadi.
Beberapa kejadian ini merupakan sebuah fenomena yang terjadi beberapa waktu belakangan di masyarakat. Tidak hanya di Surabaya, tetapi juga di kota lainnya. Banyak lansia yang penasaran untuk mencoba rute transportasi umum yang baru dibuka. Mereka penasaran dengan berbekal KTP, mereka bisa menjelajah hingga sampai ke mana. Memang, untuk di Surabaya sendiri, lansia tidak dikenakan biaya alias gratis asal bisa menunjukkan KTP.
Nah, dengan privilege tersebut, para lansia bisa dengan hemat dan mudah berkeliling ke mana saja dengan transportasi umum. Mereka juga bisa melepas penat dan stres jika hanya di rumah saja. Mereka bisa bernostalgia ke tempat-tempat yang sering mereka kunjungi saat muda.
Keberanian lansia untuk mencoba transportasi umum akan bertambah jika ada rekan sesama lansia yang mau jalan-jalan bersama. Rute -rute jauh sampai ke Paciran atau Madura pun bisa mereka jelajahi. Bahkan, saya pernah bersama rombongan lansia yang berkelakar bahwa mereka tidak takut tersesat karena jika tersesat satu maka akan tersesat semua. Dengan tawa yang keras, mereka juga berkelakar bahwa yang penting bawa KTP maka semua akan aman.
Saya sih antara senang dan ngeri melihat fenomena ini. Senang karena transportasi umum memang bisa digunakan untuk peruntukannya, yakni para lansia yang tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi. Meski begitu, melihat fenomena para lansia yang berangkat sendiri naik transportasi umum hingga jauh dan malam, saya juga ngeri.
Alasannya, pasti keluarga mereka akan panik dan was-was jika mereka tak kunjung pulang. Terlebih, jika ada kejadian tak mengenakkan seperti terjatuh yang dialami oleh lansia yang saya temui. Saya sampai kepikiran apakah dua lansia tersebut bisa pulang dan bagaimana mereka pulang. Makanya, peran keluarga sangat penting dalam hal ini.
Keluarga terdekat harus bisa menyuport keinginan lansia ini dengan baik. Kalau mereka ingin naik transportasi umum, maka sebisa mungkin kita bisa menyediakan waktu untuk menemani mereka. Kalau mereka naik bersama kita, maka kita tidak akan was-was.
Jika memang mereka ingin jalan-jalan sendirian, pastikan membekali mereka dengan ponsel agar bisa dipantau posisi keberadaannya. Jika ingin ke rumah saudara atau teman, pastikan juga mereka bisa memantau posisi lansia. Melarang mereka juga bukan solusi yang baik karena barangkali dengan jalan-jalan naik transportasi umum, mereka bisa keluar dari kepenatan sehingga pikiran bisa terjaga dan badan menjadi sehat.
Istrinya pun kembali ke rumah dan berpikiran positif kalau jalan-jalan naik wira-wiri saja mungkin siang sudah pulang. Wong letak pasarnya juga tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia juga tak begitu berpikiran panjang mungkin mertuanya juga butuh hiburan.
Akan tetapi, hingga hampir pukul 8 malam, sang mertua tak kunjung pulang. Ia pun panik dan menelpon suaminya yang akhirnya ikut panik juga. Ibunya tersebut memang tidak membawa ponsel. Untung saja, bapak tadi berinisiatif menelpon rekan lansia dari ibunya. Betapa kagetnya ia mendapat fakta bahwa ibunya sedang bersama rekan lansianya dalam perjalanan pulang dari Paciran naik Trans Jatim.
Hm…pantas saja. Untuk menuju Paciran saja dari Surabaya paling tidak butuh waktu 3 jaman. Belum menunggu angkutan umum. Belum berhenti untuk jalan-jalan dan sebagainya. Alhasil, saat jam menunjukkan pukul 8 malam, ibunya masih berada di dalam bus Trans Jatim akan oper naik Suroboyo Bus. Entah nanti apakah bisa nutut naik wira-wiri kembali ke rumahnya atau tidak. Yang jelas, kata rekan lansia tadi, kemungkinan mereka akan naik Grab ke rumah masing-masing sehingga bapak di sebelah saya tadi yang baru saja pulang kerja merasa tenang.
Pada hari yang lain, saat saya menuju ke Tunjungan Plaza, tiba-tiba ada seorang lansia jatuh di depan saya. Saya dan pejalan kaki lainnya pun kaget dan segera menolong lansia tersebut. Apesnya, beliau bersama seorang lansia yang juga tidak terlalu kuat berjalan. Saat saya tanya tujuan mereka ke mana, mereka hanya mengatakan mau jalan-jalan ke Tunjungan Plaza setelah naik Wira-wiri dan Suroboyo Bus.
Aduh.
Saya dan seorang mas-mas pun berinisiatif menuju ke satpam Tunjungan Plaza. Saya menceritakan tentang dua lansia tadi yang saya minta untuk pulang tidak mau. Satpam tersebut pun berjanji memonitor dua lansia tadi ke rekan-rekannya alias akan mengabarkan akan ada lansia yang mau jalan-jalan di sana. Saya juga meminta kepada dua lansia tadi untuk berada di sekitar Tunjungan Plaza 1 saja agar tidak tersesat.
Setelah selesai urusan tadi, saya segera menuju ke rekan saya dan ia malah ngakak karena beberapa waktu lalu omanya yang sudah hampir 80 tahun minta dijemput di sekitar Gunung Anyar. Ia bercerita bahwa omanya tiba-tiba saja naik wira-wiri entah rute mana saja hingga akhir jam operasi yang artinya sudah tidak ada lagi armada yang jalan. Dengan terpaksa ia pun menjemput omanya dari rumahnya di sekitar Darmo Permai ke Gunung Anyar.
Untung saja, omanya bisa menjelaskan dengan detail lokasinya yang kebetulan berada di minimarket. Saat berada di TKP, ada mbak-mbak yang panik karena ternyata omanya sedikit bingung saat ditanya alamat rumahnya. Mbak-mbak itu pun menunggu hingga oma tersebut ada yang menjemput.
“Sudah hampir saya bawa ke kantor polisi, Mas”, kata teman saya menirukan perkataan mbaknya tadi.
Beberapa kejadian ini merupakan sebuah fenomena yang terjadi beberapa waktu belakangan di masyarakat. Tidak hanya di Surabaya, tetapi juga di kota lainnya. Banyak lansia yang penasaran untuk mencoba rute transportasi umum yang baru dibuka. Mereka penasaran dengan berbekal KTP, mereka bisa menjelajah hingga sampai ke mana. Memang, untuk di Surabaya sendiri, lansia tidak dikenakan biaya alias gratis asal bisa menunjukkan KTP.
Nah, dengan privilege tersebut, para lansia bisa dengan hemat dan mudah berkeliling ke mana saja dengan transportasi umum. Mereka juga bisa melepas penat dan stres jika hanya di rumah saja. Mereka bisa bernostalgia ke tempat-tempat yang sering mereka kunjungi saat muda.
Keberanian lansia untuk mencoba transportasi umum akan bertambah jika ada rekan sesama lansia yang mau jalan-jalan bersama. Rute -rute jauh sampai ke Paciran atau Madura pun bisa mereka jelajahi. Bahkan, saya pernah bersama rombongan lansia yang berkelakar bahwa mereka tidak takut tersesat karena jika tersesat satu maka akan tersesat semua. Dengan tawa yang keras, mereka juga berkelakar bahwa yang penting bawa KTP maka semua akan aman.
Saya sih antara senang dan ngeri melihat fenomena ini. Senang karena transportasi umum memang bisa digunakan untuk peruntukannya, yakni para lansia yang tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi. Meski begitu, melihat fenomena para lansia yang berangkat sendiri naik transportasi umum hingga jauh dan malam, saya juga ngeri.
Alasannya, pasti keluarga mereka akan panik dan was-was jika mereka tak kunjung pulang. Terlebih, jika ada kejadian tak mengenakkan seperti terjatuh yang dialami oleh lansia yang saya temui. Saya sampai kepikiran apakah dua lansia tersebut bisa pulang dan bagaimana mereka pulang. Makanya, peran keluarga sangat penting dalam hal ini.
Keluarga terdekat harus bisa menyuport keinginan lansia ini dengan baik. Kalau mereka ingin naik transportasi umum, maka sebisa mungkin kita bisa menyediakan waktu untuk menemani mereka. Kalau mereka naik bersama kita, maka kita tidak akan was-was.
Jika memang mereka ingin jalan-jalan sendirian, pastikan membekali mereka dengan ponsel agar bisa dipantau posisi keberadaannya. Jika ingin ke rumah saudara atau teman, pastikan juga mereka bisa memantau posisi lansia. Melarang mereka juga bukan solusi yang baik karena barangkali dengan jalan-jalan naik transportasi umum, mereka bisa keluar dari kepenatan sehingga pikiran bisa terjaga dan badan menjadi sehat.
Tags
Catatanku