Beberapa Hal yang Tak Boleh Diremehkan saat Menginap di Hostel




Ilustrasi


Hostel, dormitory, ataupun penginapan bersama masih menjadi pilihan saya menginap di suatu kota.
Tak hanya di luar kota, di dalam kota pun saya kerap melakukannya sebagai ajang staycation. Maklum, penghasilan saya tidaklah melimpah. Saya pun bukan blogger atau youtuber yang sudah punya jam terbang tinggi dan mendapat content placement dari hotel mewah. Jadi, pilihan penginapan yang paling murah masih menjadi andalan saya kala ingin berlibur.

Nah, saat ini, di berbagai kota besar, terutama di kota dengan destinasi wisata yang banyak, hostel tumbuh bak kecambah yang disiram dan diberi sinar matahari. Harga yang ditawarkan pun gila-gilaan, hingga mencapai di bawah 50 ribu rupiah per malam. Dengan harga itu, pilihan pun lebih bervariasi.

Namun, ada kalanya, saya menelan kekecewaan lantaran hostel yang saya inapi berada di bawah ekspektasi saya. Sebenarnya, kesalahan tidak hanya berasal dari pihak hostel namun juga saya pribadi yang tidak membaca aturan dan fasilitas hostel sebelum melakukan pemesanan. Untuk itu, sebagai bahan pembelajaran, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan memesan kamar di sebuah hostel.

Posisi Tempat Tidur

Sejak mengalami kecelakaan sepeda motor beberapa waktu lalu, saya kini tidak bisa leluasa untuk menggunakan tangan kanan. Maka, posisi tempat tidur menjadi perhatian saya kala memesan hostel.

Ada hostel yang menerapkan harga sama, baik untuk tempat tidur di bawah maupun di atas. Ada pula yang menerapkan harga berbeda untuk perbedaan posisi tempat tidur tersebut. Jika harga sama, maka saya akan memesan jauh-jauh hari. Biasanya, di formulir pemesanan, akan muncul semacam preferensi posisi tempat tidur yang bisa dipilih. Untuk amannya, saya biasanya mengubungi dulu penginapan yang tersebut.

Ada pula hostel yang memberikan harga berbeda sesuai kemudahan akses tempat tidur tamunya. Seperti salah satu hostel di Semarang yang pernah saya inapi. Di sana, satu kamar berisi sekitar 30 tempat tidur dengan tiga tingkatan. Tingkat paling bawah dihargai sekitar 70.000 rupiah per malam. Tingkat kedua dihargai 50.000 rupiah per malam dan yang paling atas hanya 30.000 rupiah per malam.

Saya sempat termakan harga murah kala memesan kamar seharga 30.000 ribu rupiah per malam. Ternyata, kamar yang saya tempati berada pada posisi yang paling atas. Apesnya, semua kamar sudah penuh. Jadi, saya harus bersusah payah naik ke tingkat tiga kala ingin tidur layaknya siluman laba-laba.

Walau demikian, ada pula hostel yang memperbolehkan penukaran posisi tempat tidur bagi tamunya. Seperti hostel yang saya inapi di Purwokerto. Di sini, saya harus menambah ekstra 10.000 rupiah per malam untuk mengganti posisi bed dari atas ke bawah.
Tempat tidur di bagian atas yang sering dihindari


Kamar Campur atau Sesuai Jenis Kelamin?

Jika masih ada, saya akan memesan kamar sesuai jenis kelamin. Bukan apa-apa, ajaran agama yang saya anut melarang untuk berada satu kamar dengan orang yang berbeda mahram. Namun, kalau kepepet, saya akan memilih hostel yang kamarnya memiliki sekat antar kasurnya. Artinya, meski dalam satu kamar, dengan tamu lain saya masih terpisah sekat tersebut. Saya pernah lho, menginap di hostel yang terdiri dari banyak bed dan dihunin laki-laki maupun perempuan tanpa sekat.

Saya jadi kesulitan untuk berganti pakaian karena harus menunggu giliran di kamar mandi. Belum lagi kalau saya harus merapikan beberapa barang pribadi, seperti (maaf) celana dalam. Memang, kala saya membaca rekan-rekan traveler yang telah berkeliling dunia hal ini sudah biasa. Namun, jika masih di Indonesia, rasanya kok risih ya. Maka, hostel seperti ini benar-benar saya hindari meski harganya murah.
Hostel dengan kamar camput


Deposit Loker

Kala menginap di hotel, saya jarang sekali diminta uang tambahan selain harga kamar yang saya pesan. Berbeda halnya dengan menginap di hostel, saya biasanya diminta untuk membayar uang deposit loker atau ruangan. Biasanya, uang tersebut hanya sekitar 50.000 rupiah.

Uang ini akan dikembalikan kembali saat tamu melakukan check-out dengan syarat kunci loker atau kamar bisa kembali. Artinya, uang tersebut berfungsi sebagai jaminan kunci agar tidak mudah hilang. Ada pula hostel yang menggunakan identitas pribadi seperti KTP atau SIM sebagai jaminan deposit loker.
Beberapa pengelola hostel meminta uang untuk deposit loker


Fasilitas Mandi

Nah, menginap di hostel tak sama dengan menginap di hotel. Jika hotel menyediakan segala perlengkapan mandi, tak begitu halnya dengan hostel. Ada hostel yang menyediakan fasilitas mandi dasar, sabun-shampoo, dan ada pula yang tidak.

Ada hostel yang menyediakan perlengkapan mandi lengkap namun kita harus membayar sejumlah uang. Ada pula yang menyediakan dalam bentuk terpisah. Artinya, kita bisa memilih sesuai kebutuhan, semisal hanya membutuhkan pasta gigi, sabun, ataupun hanya menyewa handuk. Tak hanya itu, ada pula hostel yang akan memberikan fasilitas tersebut secara gratis dengan syarat tamu harus memintanya sendiri ke petugas resepsionis.

Jadi, ketika check-in, ada baiknya kita menanyakan dengan seksama fasilitas mandi apa yang bisa kita terima dan apakah pihak hostel bisa menyediakan meski harus membayar lagi. Namun, ada baiknya kita membawa sendiri fasilitas mandi agar lebih nyaman. Saya sendiri tak ketinggalan membawa handuk kecil di manapun saya menginap.

Ketersediaan Koneksi Internet

Hampir semua hostel menyediakan fasilitas Wifi sebagai daya tarik bagi tamu. Namun ada pula yang membatasi fasilitas itu dengan alasan tertentu. Seperti salah satu hostel di Jogja yang tidak memberikan fasilitas ini di kamar agar tamu bisa berkomunikasi dengan tamu lainnya. Mereka hanya memberi fasilitas ini di lobi dan halaman.

Kipas Angin atau AC?

Nah, ini yang juga menjadi bahan pertimbangan saya dalam memilih hostel. Ada hostel yang hanya memberikan fasilitas kamar AC atau kipas angin dan ada pula yang memberikan kedua fasilitas tersebut. Tentu, kedua jenis kamar ini memiliki harga yang berbeda.

Ketersediaan Sarapan

Kebanyakan hostel menyediakan sarapan roti bakar dengan selai atau meses. Ada pula yang menyediakan sarapan berupa nasi dan banyak juga yang tidak menyediakan sarapan. Untuk hostel yang menyediakan nasi sebagai menu sarapan, biasanya akan memberikan kupon pada saat tamu check-in. Jadi, kupon ini harus dijaga betul jangan sampai hilang. Mengembalikan perlengkapan makan sesuai asalnya juga menjadi kewajiban yang tidak boleh dilupakan.
Beberapa hostel menyediakan sarapan


Aturan Jam Malam

Hal terakhir yang menjadi poin penting saat menginap di hostel adalah adanya jam malam. Tidak semua hostel memiliki resepsionis yang berjaga selama 24 jam. Biasanya, hostel seperti ini tidak memiliki shift jaga bagi petugasnya sehingga ada keterbatasan pada layanan resepsionisnya.

Mereka akan memberikan aturan jam malam pada waktu tertentu sehingga tamu yang datang di luar jam tersebut harus membuka sendiri pintu ataupun gerbang hostel setelah beraktivitas di luar. Selain itu, ada pula hostel yang membuka jam operasional dalam waktu cukup siang, semisal jam 7 pagi.

Jadi, ketika akan check-out di bawah jam tersebut, tamu harus menginformasikan kepada petugas check in mengenai jam check-out yang dikehendaki. Jangan sampai, kita telah memesan kereta subuh namun masih tertahan di penginapan akibat identitas pribadi yang tertinggal sebagai jaminan deposit.

Perhatikan aturan jam malam


Dasar-dasar menginap di hostel seperti ini sebaiknya diperhatikan dengan baik. Saya sering mendapati traveler, yang rata-rata masih muda, usia SMA atau kuliah awal yang tidak mengikuti aturan di dalam hostel tersebut. Sering pula saya mendapati mereka beradu argumen dengan petugas hostel lantaran tidak memahami segala aturan tersebut.

Kalau sudah begini, menginap di hostel yang seharusnya bisa menjadi pembelajaran untuk disiplin dan menambah pengalaman baru malah menambah kesengsaraan.

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya