Si A dan nyokap bokapnya. - Dok. Istimewa |
Baru-baru ini, publik digegerkan dengan ulah seorang anak pejabat yang masih menjadi menjadi calon dokter.
Si A, sang koas tersebut membuat ulah dengan tidak setuju terhadap jadwal jaga di sebuah rumah sakit. Ketidaksetujuan si A berujung panjang lantaran sang ibu mendatangi ketua kelas dari si A. Sang ketua kelas memang bertugas menyusun jadwal jaga teman sekelasnya.
Ia sudah mengatakan bahwa semua temannya setuju terhadap jadwal yang dibuatnya. Namun, ibu si A tidak terima dan memaki ketua kelas tersebut. Kondisi semakin runyam ketika tiba-tiba sopir dari ibu A ikut campur dan memukuli ketua kelas hingga babak belur. Untung saja, kejadian ini direkam oleh seseorang yang berada di TKP dan menyebar ke seantero negeri.
Lantaran viral, maka netizen yang Maha Benar pun langsung melakukan tugasnya. Mereka mencari identitas si A beserta keluarganya. Tak butuh waktu lama, netizen pun menemukan identitas ayah dan ibu si A. Sang ayah merupakan seorang pejabat KemenPUPR dan ibunya adalah sosialita. Netizen juga langsung menemukan laporan harta kekayaan sang ayah A yang dirasa amat janggal. A dan keluarganya pun menjadi sumpah serapah banyak orang.
Banyak orang yang mengatakan A tak pantas jadi dokter. Apalagi, ia ternyata ingin mengubah jadwal jaga koasnya karena ingin menonton sebuah konser. Sebuah alasan yang sangat tidak penting. Terlebih, ia juga sudah mengganti jadwalnya beberapa kali. Bisa dibayangkan betapa mumetnya sang ketua kelas yang bertugas untuk menyusun jadwal hanya demi kepentingan satu orang saja.
Tak hanya itu, kelakuan si A yang mengadu kepada ibunya hanya karena masalah pergantian jadwal jaga koas ini juga dirasa sangat berlebihan. Bagaimana tidak, mahasiswa koas yang sebenarnya sudah dewasa malah mengadu pada ibunya seperti masalah piket kelas anak SD saja. Terlebih, sampai ada pemukulan segala. Dengan berbagai drama yang mengiringinya, ada beberapa pembelajaran yang bisa diambil.
Pertama, hingga kini relasi kuasa anak pejabat masihlah kental. Meski sudah memasuki 2024, ternyata mental seorang anak yang merasa punya kuasa masihlah tinggi. Mereka tidak sadar bahwa saat ini sudah berbeda jauh dengan era orde baru.
Jika saat itu anak pejabat bisa sesuka hati melakukan apa pun untuk keinginannya, tetapi kini tidak lagi. Mereka mungkin punya kuasa untuk melakukan apa pun, tetapi ada sorot kamera yang bisa mengubah hidup mereka kapan saja. Terpeleset sedikit saja, bukan saja diri mereka yang kena dampaknya, tetapi orang tua mereka juga.
Kini, netizen terus mengulik keluarga dari si A, termasuk bisnis yang dijalankan oleh kedua orang tuanya. Saya yakin, saat ini A dan keluarganya tidak bisa hidup dengan tenang. Ke mana pun mereka berada, pasti akan menjadi bahan gunjingan dan sorotan. Bahkan, ada netizen yang sudah memberikan banyak kode bahwa si A ini memang sosok anak manja yang ingin dispesialkan sejak kecil.
Apa yang dilakukan oleh A dan orang tuanya sebenarnya menjadi alarm bagi orang tua generasi masa kini. Ada titik di mana orang tua berhenti untuk tidak terlalu mencampuri urusan anak, terlebih urusan akademik. Kecuali, jika sang anak mendapatkan tindakan yang tidak pantas, seperti perundungan atau penganiayaan. Barulah orang tua wajib membela sang anak. Kalau hanya sekadar jaga koas, apa iya orang tua cawe-cawe?
Di sisi lain, saya baru menyadari bahwa anak-anak yang sekarang kuliah adalah mereka yang saat SD dulu saya ajar. Dulu, ada seorang wali murid yang protes karena PR yang saya berikan banyak. Padahal, menurut saya masih wajar dan masih banyak PR yang diberikan guru sebelah. Wali murid tersebut pun hanya mengirim SMS tanpa menyebutkan siapa namanya.
Saya pun langsung menelepon nomor tersebut dan mengatakan bahwa jika PR yang saya berikan sudah sesuai dengan kemampuan siswa. Toh tidak ada wali murid yang protes. Jika masih keberatan, maka saya siap bertemu dan berbicara beserta kepala sekolah. Wali murid tersebut pun tidak menjawab. Terbukti. Tipe orang tua seperti ini hanya bisa protes tanpa tahu penyebabnya.
Makanya, saya tidak begitu heran jika sampai kuliah, orang tua generasi tersebut masih juga cawe-cawe. Jangan-jangan, sampai mereka bekerja dan menikah pun mereka masih bingung untuk mencampuri urusan anak yang sebenarnya menjadi masalah internal anak. Kalau begini, kapan mereka bisa dewasa?
Tags
Catatanku
Gak kebayang kalo udah jadi dokter beneran ya, akan arogan banget
ReplyDelete