Ilustrasi |
Naik wira-wiri Suroboyo seakan sudah menjadi jalan ninja bagi saya.
Betapa tidak, dengan ongkos naik ojol yang semakin naik
ditambah kebutuhan dasar yang meningkat, rasanya berhemat adalah solusi masa
kini. Bayangkan, saya hanya perlu membayar ongkos 5.000 rupiah saja untuk bisa
ke banyak tempat di Surabaya selama 2 jam. Jauh lebih murah dibandingkan harus
naik ojol yang minimal bisa mencapai 10 rupiah sekali jalan dengan jarak dekat.
Selama naik wira-wiri Suroboyo, saya mendapatkan pengalaman
yang bisa dibilang nyaman dan menyenangkan. Saya bertemu sopir dan helper yang
sangat membantu sehingga saya selalu mengucapkan terima kasih saat turun. Saya
bertemu dengan banyak orang lintas usia dan status soial sehingga saya bisa
mendapat teman baru sekaligus pengalaman berharga. Pokoknya, bisa dikatakan
saya bisa dikatakan cukup puas dengan pelayanan wira-wiri Suroboyo.
Namun, namanya pelayanan mesti ada kurangnya. Bukan karena
sopir yang ngebut atau armada yang lama, tetapi kelakuan dari salah satu helper
alias kondektur. Saya paham sekali mereka berada di jalan sepanjang waktu
dengan kondisi Kota Surabaya yang sangat panas. Mereka mungkin belum istirahat
cukup, makan, atau sekadar melepas lelah karena harus berangkat kembali saat jam
berangkat sudah menunjukkan waktunya.
Kalau pun muka mereka kusut atau sedikit senyum, saya tidak
masalah. Saya pun juga bekerja di lapangan dan paham sekali dengan berbagai
rintangan di jalan. Sekusut-kusutnya wajah helper masih bisa saya toleransi
asal mereka masih melayani saya dengan baik. Mulai dari menerima pembayaran,
membukakan pintu, dan lain sebagainya.
Nah, diantara sekian banyak helper wira-wiri Suroboyo, hanya
satu yang membuat jengkel dan mengelus dada. Ia seorang laki-laki tetapi perkataannya bikin
mengelus dada. Tiga kali saya bertemu dengannya dan tiga kali pula saya
mendapat perlakuan tidak enak.
Pertama, saat naik wira-wiri FD 05 dari arah Citraland. Saya
mulanya ingin oper di sebuah halte untuk naik Trans Semanggi K2. Ini pengalaman
kedua saya naik dan pada pengalaman sebelumnya, saya diturunkan di sebuah
halte. Saya lupa nama haltenya katakanlah Halte A. Kata helper waktu itu, saya
bisa turun di halte A atau B. Kalau di halte A, memang tidak ada bangunan haltenya, tetapi penumpang bisa turun karena ada tandanya. Saya juga lihat di aplikasi
Gobis juga ada halte itu.
Nah, saat saya naik untuk kedua kali dan bertemu dengan
helper tersebut, saya sudah mengatakan mau turun di Halte A dan oper Trans
Semanggi. Saya kira dia paham maksud saya. Namun, saat di halte A, ia malah
bermain HP dan tidak meminta sopir berhenti lalu mobil pun putar balik. Walau
masih bisa naik dari halte B, tetapi mobil wira-wiri harus berhenti cukup lama
di di Halte C. Saat itu, ada satu bus Trans Semanggi K2 yang lewat.
Saya pun bertanya baik-baik kepadanya.
“Mas, tadi saya mau turun di sana kok ga berhenti ya?”
Dia malah berkata agak kasar,” Di sana gak bisa buat
berhenti. Nanti bisanya di Halte B”.
Terus saya jawab,”Lho kemarin saya bisa turun dari sana. Ini
di aplikasi bisa.”
Dia malah makin ketus,” Ya enggak bisa”.
Lantaran saya diburu waktu, saya pun minta turun di Halte C
saja untuk berjalan kaki menyeberang ke Halte B. Tapi ia malah marah dan
langsung minta sopir tancap gas.
Saat berada di Halte B, ia terus marah kepada saya dan
bilang,” Makanya, jadi orang yang sabar. Orang sabar di sayang Tuhan”.
Lah, yang engga sabar siapa coba?
Pengalaman kedua saya bertemu dengan helper tersebut di
Halte PTC. Kebetulan saat itu saya lagi engga enak badan sehingga mau
istirahat. Saat mobil FD 05 datang dan saya melihat kursi di depan kosong, saya
pun bertanya baik-baik saat ia membukakan pintu.
“Mas, saya boleh duduk depan?”
Saya selalu meminta izin dulu jika mau duduk depan karena
takutnya ada barang sopir/helper di sana. Tebak dia jawab apa?
“Ya sikakan mau di depan mau di atas mobil terserah”.
Lah, kok gitu?
Ya paling enggak jawab saja iya gakpapa atau boleh sudah
cukup. Saat saya masuk, ia masih menyerocos dengan kata-kata tidak tidak enak.
Saya pun agak berteriak dengan kata iya iya lalu dia berhenti berbicara.
Saat ia tanya mau ke mana, saya jawab singkat pasar
citraland sambil menyerahkan tiket terusan Suroboyo Bus. Rupanya, memang ia
tidak tahu etika. Sepanjang jalan, ia melontarkan candaan seksis saat melihat
wanita di pinggir jalan. Kata-katanya sangat tidak pantas.
Saya akhirnya paham memang itu wataknya yang buruk. Hampir
semua helper yang saya temui berwatak apik. Kalau pun marah ke penumpang ya
masih dalam batas wajar karena memang untuk mengakkan aturan. Kalau bercanda ya
masih wajar juga. Namun, untuk helper satu ini memang keterlaluan. Ada candaan
yang membuat saya tidak nyaman saat ada wanita berjalan di pinggir jalan. Ia
mengatakan tak apa-apa wanita tersebut tidak bayar untuk naik wira-wiri karena cantik dan seksi.
Untuk candaan selanjutnya tidak bisa saya ceritakan karena
sangat menghina martabat perempuan. Untung saja, sopir tidak menanggapi.
Mungkin sudah tahu watak yang bersangkutan. Saya sempat menandai kode wira-wiri
yang dipandu olehnya. Sempat juga papasan dengannya di halte. Walau saya keburu waktu,
lebih baik saya menunggu mobil belakangnya.
Lama saya tidak ketemu dengannya karena memang belum jodohnya. Hingga minggu kemarin saat saya naik FD 10 arah Keputih, eh saya bertemu dia lagi. Mulanya saya gak ngeh karena langsung duduk depan. Namun, saat saya ditanya mau ke mana dan dia bilang tidak bisa turun di halte tersebut, saya baru sadar.
Hmmm…orang ini lagi.
Saya tak mau berdebat dan perang dunia. Saya cuma bilang mau
oper bus Trans Semanggi K2 arah ITS. Silakan diturunkan di mana. Titik.
Nah, di sebuah pemberhentian, ada seorang ibu lansia yang
naik. Mulanya normal seperti biasa. Lansia itu ditanya oleh helper mengenai
tujuannya. Lansia itu pun menjawab ia ingin menuju Keputih untuk jalan-jalan
dan mencoba rute baru. Tanpa ada angin tau apa, helper malah bercanda yang ada
kata mati di dalamnya. Saya tidak begitu paham pokoknya intinya ada kata mati
yang tidak nyambung sama sekali.
Apesnya, pendengaran lansia itu masih tajam. Ia tanya kenapa
helper itu mengatakan mati padanya. Sesuatu yang dianggap mendoakan ia mati sehingga
ia tersinggung. Helper pun diam seribu bahasa dan sopir mulai menengahi yang
mengatakan bahwa hapenya mati. Tapi lansia itu masih tidak terima karena
menganggap candana itu sangat menghina.
Sepanjang jalan lansia itu menceremahi helper agar melayani
penumpang dengan baik. Namun, karena mungkin suasana tidak enak, makai ia minta
berhenti di sebuah halte. Ia mengatakan lebih baik menunggu mobil selanjutnya.
Ia juga mengatakan akan melaporkan helper tersebut karena perbuatannya yang
tidak pantas.
Saat akan turun, eh helper malah marah dan membentak lansia
tersebut. Ia mengatakan lansia itu banyak omong padahal naik gratis. Momen tersebut
tidak saya sia-siakan. Saya pun merekam saat lansia tersebut dibentak hingga
akhirnya turun. Tentu, dengan sedikit teknik ala-ala agar saya tidak ketahuan
merekam, semua barang bukti dari saat lansia itu naik sampai turun saya simpan
dalam rekaman. Singkat cerita, saya turun di sebuah halte untuk naik Trans
Semanggi.
Saya pun lantas melaporkan kejadian ini kepada pihak
terkait, dalam hal ini Dishub Surabaya dan Sapa Warga Surabaya. Saya ceritakan
kronologis lengkap tidak saya tambah atau kurangi. Saya sertakan bukti tiket
wira-wiri yang tertera nama helper dan sopir serta video kejadian. Saya beri
waktu 7 hari agar pihak terkait memberikan klarifikasi tindakan tegas – kalau bisa
pemecatan – terhadap helper tersebut. Jika tidak, maka saya dengan terpaksa
akan mengunggah video saat lansia tersebut dibentak ke media sosial terutama
Tiktok.
Pesan saya dibalas dengan cepat oleh Dishub Surabaya dan
mereka berjanji kejadian ini tidak terulang dan akan memberi informasi segera. Hingga
tulisan ini tayang, saya masih menunggu kelanjutan dari kasus ini.
Dari kejadian ini, saya tak habis pikir kok bisa ya orang
membuat becandaan kepada orang yang tidak dikenal dengan maksud meremehkan
mereka. Ia merasa bahwa bahan becandaanya lucu tetapi sangat menyinggung. Saya
memang sering di lapangan dan bertemu dengan banyak orang yang bisa jadi
terlihat kasar. Namun, baru kali ini saya melihat sendiri orang bisa membentak
lansia dan mengatakannya mati.
Keberadaran helper wira-wiri ini juga merugikan helper lain yang memang niat bekerja dan melayani penumpang. Saya juga sering terbantu oleh mereka yang sangat enak melayani. Jika mereka bercerita atau mungkin bermaksud bercanda pun masih dalam batas wajar dan malah membuat saya nyaman untuk berada dalam wira-wiri. Namun, tidak untuk helper satu ini.
Manusia dasarnya yaaahhh... Padahal bekerja di bidang hospitality harusnya bisa jaga ucapan sama tindakan. Mungkin dia butuh cokelat mas buat boost up Mood.
ReplyDeleteAku juga kadang suka kesel sendiri. Kemarin pernah soalnya aku disepelein sewaktu mau servis motor revo bututku. Ya ampunnn dari nadanya aja aku udah nggk suka, mana pake bisik2 motor bobrok lagi... Sumprit kesel banget. disangka aku nggak bisa bayar apa .. wkwkw
Pengalaman ini membuka mata tentang pentingnya sikap dan etika di transportasi publik, terutama untuk profesi yang melayani masyarakat. Salut buat penulis yang berani bersuara dan melaporkan kejadian ini, demi kenyamanan dan keamanan bersama. Semoga Dishub cepat menindaklanjuti!
ReplyDelete