Mengapa Penting untuk Tertarik Menggeluti Dunia Tata Kota?

Tata kota adalah ilmu yang sebenarnya perlu dipelajari oleh setiap orang.

Beberapa tahun terakhir, saya seakan larut dalam dunia baru yang tidak pernah saya pelajari di bangku kuliah atau pun sekolah.

Dunia tersebut adalah dunia tata kota termasuk transportasi umum di dalamnya. Saya lebih senang menyebutnya dunia dibandingkan bidang karena keduanya sangat penting dalam menunjang kehidupan sehari-hari. Kita sekolah, bekerja, berbelanja, berwisata, dan berkegiatan lainnya pasti melalui jalan-jalan dan menggunakan fasilitas umum.

Suka atau tidak, kita akan sering mengeluh mengenai problematika mengenai apa yang kita rasakan di jalan dan di tempat umum. Semisal, jalanan macet, transportasi umum yang buruk, sanitasi yang mampet, atau bahkan buruknya tata kota di tempat kita tinggal.

Semua kejadian tersebut bermuara pada masalah utama yakni tata kelola kota. Bagaimana sebuah kota ditata sedemikian rupa dan layak huni sehingga bisa membuat warganya bahagia. Bagaimana antar satu kota dengan kota lain terhubung dengan baik yang membuat warganya mudah bepergian kapan saja. Bagaimana pula sebuah kota memiliki banyak ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan siapa saja sehingga ada interaksi antar warga yang membuat kerukunan tetap terjaga.

Berbagai masalah tersebut tentu perlu dipelajari saksama. Sebenarnya tidak hanya oleh pemangku kepentingan, pengembang perumahan, dan pihak yang terkait, tetapi bisa dipelajari oleh seluruh warga kota yang menguni daerahnya. Makanya, kini saya rajin membaca trit atau artikel dari mereka yang membahas tata kota – termasuk transportasi umum – dan segala permasalahannya.

Saya mau cerita sedikit. Kebetulan, saya bekerja di wilayah cukup elit di Surabaya yang daerahnya sangat tertata rapi. Di sana banyak sekali rumah mewah, jalan besar yang mulus, hingga aneka taman menarik. Tak jauh dari sana, ada beberapa pemukiman yang bisa dibilang cukup padan dan kumuh dengan fasilitas yang seadanya. Dua tempat ini hanya terpisah oleh tembok yang terbuka pada waktu tertentu saja.

Setiap hari, saya melihat disapritas ini begitu nyata. Tak hanya itu, pada suatu waktu saya mendengar beberapa warga di perumahan elit mengaku baru membeli beberapa unit apartemen yang tak jauh dari sana. Sementara, di sisi lain, saya mendengar keluh kesah warga di pemukiman padat penduduk yang bingung berpindah kontrakan karena sulitnya mencari kontrakan murah.

Disparitas ini memunculkan ide untuk membangun rumah susun yang bisa dihuni warga dengan harga murah. Lantaran, saya melihat banyak sekali pemukiman liar yang dibangun tidak pada tempatnya. Artinya, pemukiman horizontal semakin meluas sementara sebenarnya kita bisa membangun hunian vertikan tanpa banyak memakan lahan. Nah, pemaparan seperti ini sebenarnya bisa disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka lebih paham dan menerima konsep hunian vertikal.

Masih di Surabaya, saat ini sedang dibangun terowogan yang menghubungkan antara Terminal Joyoboyo dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Proyek ini membutuhkan dana yang cukup fantastis. Tentu, masyarakat sangat antusias menyambut proyek ini karena mereka bisa berjalan kaki dari Terminal Joyoboyo menuju KBS dengan aneka spot apik di dalamnya.

Namun. Jika masyarakat lebih paham mengenai tata kota, maka tentu ada proyek yang sebenarnya lebih murah dan realistis untuk diwujudkan serta lebih menjangkau banyak tempat. Proyek tersebut adalah proyek jembatan penyeberangan antara Stasiun Wonokromo, DTC Wonokromo, Terminal Joyoboyo, dan KBS. Beberapa waktu lalu ada seorang ahli di bidang planologi yang memaparkan sebenarnya proyek semacam ini lebih dibutuhkan.

Alasannya, selain menjangkau banyak tempat, ada integrasi transportasi yang bisa diwujudkan. Semisal, penumpang kereta api dari Stasiun Wonokromo bisa berjalan kaki dengan nyaman tanpa kepanasan menuju KBS. Mereka bisa juga langsung jalan kaki ke Terminal Joyoboyo. Konsep jembatan ini mirip konsep Cakra Selaras Wahana (CSW) ASEAN di Jakarta.

Keberadaan CSW ASEAN sangat berdampak besar bagi kehidupan warga Kota Jakarta. Mereka tak hanya bisa menaiki transportasi umum dengan mudah, tetapi juga timbul interaksi apik di dalamnya. Mulai dari pameran, booth penjualan, dan lain sebagainya. Artinya, ada keberlanjutan dalam penatanaan kota yang digunakan untuk aktivitas warganya.

Sayangnya, pemahaman konsep semacam ini belum banyak dimengerti oleh masyarakat. Pun demikian dengan penataan kota yang ala kadarnya seperti Kayu Tangan di Malang. Penataan serampangan semacam ini malah akan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar. Memang, jika dilihat dari permukaan akan tampak apik penuh lampu dan hiasan. Berbagai warung makan kekinian dibangun dan mendatangkan banyak wisatawan.

Akan tetapi, jika dilihat dengan saksama, dampak negatif yang timbul sangatlah besar. Kemacetan parah selalu terjadi terutama saat akhir pekan. Di dekat kawasan tersebut ada rumah sakit besar. Banyak mobil ambulans yang terjebak macet dan harus memutar karena kini jalan dibuat satu arah. Belum lagi beberapa kali insiden mobil pemadam kebakaran harus ikut berjibaku dengan padatnya jalan sehingga gagal memadamkan api yang berkobar.

Pemahaman penting seputar tata kota semacam ini sebenarnya menjadi ilmu yang penting dipelajari oleh siapa saja. Makanya, dalam momen Pilkada serentak minggu mendatang, rasanya kita juga perlu belajar sedikit ilmu tata kota agar bisa menyerahkan kota yang kita tinggali kepada ahlinya. Jika suatu kota diurus oleh mereka yang tidak mengerti tata kota yang baik, maka kita sebagai warga kota akan terkena getahnya.

Contohnya saja, musim akhir tahun ini adalah musim membangun drainase untuk menyerap anggaran maksimal. Banyak sekali proyek sekadarnya yang tidak membuat masalah selesai malah menambah masalah baru. Ada jalan yang sebenarnya tidak perlu dipasang box culvert malah dipasang alat tersebut. Alhasil, permukaan jalan menjadi lebih tinggi dari sekitarnya dan saat hujan, bangunan di sekitarnya malah terkena banjir. Kalau begini, siapa yang harus bertanggung jawab?

Post a Comment

Next Post Previous Post