Ilustrasi - 123rf |
Makin bertambahnya usia, saya kok makin malas untuk menunggu makanan di rumah makan atau restoran.
Bukan apa-apa sih, waktu saya yang cukup terbatas adalah
alasannya. Dulu, saat masih kuliah atau berusia 20an, saya masih punya banyak
waktu untuk nongkrong lama di restoran. Saya masih bisa menoleransi jikalau
makanan yang harus tersaji di depan saya harus ditunggu beberapa waktu lamanya.
Kini, rasanya saya sudah tidak memiliki waktu toleransi tersebut.
Sebenarnya, saya paham sekali bahwa ada proses panjang untuk
memasak makanan. Terutama, makanan yang membutuhkan tingkat kematangan tinggi
seperti bakaran. Ayam bakar, bebek
bakar, atau pentol bakar. Para juru masak tentu harus berkonsentrasi
dalam menyajikan aneka makanan tersebut. Mereka dituntut untuk tampil prima
sehingga cita rasa masakan yang tersaji bisa diterima konsumennya.
Namun, jikalau waktu tunggu makanan terlalu lama, maka tentu
konsumen akan merasa tidak nyaman. Terlebih, jika konsumen datang membawa anak
kecil yang repotnya luar biasa. Kecepatan dan ketepatan menghidangkan makanan
adalah kunci sebuah restoran atau rumah makan dikunjungi banyak orang. Meski,
ada juga yang masih ramai walau konsumen harus menunggu dengan sangat lama.
Lantas, berapa lama waktu toleransi menunggu makanan di
sebuah restoran atau rumah makan?
Jawabannya tergantung dengan jenis makanan yang disajikan
oleh restoran atau rumah makan. Untuk restoran cepat saji, tentu batasan waktu
10 menit adalah batas toleransi untuk menyajikan makanan. Restoran ini
mengutamakan kecepatan pelayanan sehingga menu makanan yang disajikan sudah
tersedia.
Akan tetapi, kadang ada menu yang membutuhkan waktu
penyajian dan penyusunan lebih lama. Semisal burger, spaghetti, dan lainnya. Konsumen
biasanya diberi nota tunggu makanan untuk diambil di kasir atau diantarkan ke
meja. Kalau waktu berkunjung sangat ramai, tentu waktu tunggu semakin lama. Belum
lagi jika banyak pesanan online dan drive thru yang datang bersamaan. Wlaau demikian,
namanya restoran cepat saji yang harganya cukup mahal dan mengutamakan
kecepatan, waktu 10 menit adalah batas toleransi maksimal.
Dulu, ada sebuah restoran cepat saji yang memasang jam pasir
di depan meja kasirnya. Kalau tak salah waktu jam pasir itu sekitar 2 menit. Kasir
akan membalik jam pasir sebagai tanda dimulainya waktu penyajian. Mereka akan
berjibaku agar sebelum pasir habis, makanan sudah berada di tangan konsumen.
Saya pernah sekali menjumpai waktu tersebut hampir habis dan
makanan belum sampai ke tangan konsumen karena pesanannya banyak. Untung saja, pada
detik-detik akhir, kasir tersebut berhasil memberikan makanan ke konsumen. Sistem
ini pun dihapus karena mungkin jumlah pesanan yang semakin banyak dan bisa
menyebabkan kesalahan.
Untuk restoran atau rumah makan biasa, waktu 30 menit adalah
waktu toleransi bagi saya. Warung bakso, rujak cingur, soto, lalapan, rawon, chinese
food, beberapa masakan padang, tahu telor, dan sejenisnya masuk dalam kategori
ini. Biasanya, pegawai restoran akan mengantarkan minuman terlenbih dahulu. Batas
toleransi saya adalah minuman yang saya minum sudah mencpaai hampir separuh
gelas. Jika makanan belum diantar, maka biasanya saya sudah mulai gelisah.
Saya pernah membeli makanan Chinese food dengan waktu tunggu
sangat lama. Sejam lebih kalau tak salah. Saya sampai pesan dua minuman saking
hausnya dan makanan belum juga sampai. Ternyata, bahan baku makanan yang saya
pesan, yakni koloke harus mereka ambil dari gudang yang berbeda tempat. Saya sempat
komplain atas lamanya menunggu makanan. Untung saja, mereka memberi kompensasi
berupa beberapa buah cakue sebagai bentuk permintaan maaf.
Nah, untuk mie level pedas, batas toleransi yang saya
berikan adalah 45 menit. Saya paham sekali jumlah pengunjung mie level pedas
sangatlah tinggi. Sampai-sampai, saya melihat wajah para pegawainya kusut karena
jumlah pesanan yang membludak. Apalagi pesanan dari aplikasi ojek online yang
seakan tidak berhenti 24/7. Saya sih menggunakan momen menunggu tersebut untuk
mengedit video atau menulis blog.
Waktu toleransi menunggu makanan paling lama adalah warung
saung atau warung dengan gazebo. Biasanya, saya datang ke sini bersama rombongan
besar. Entah keluarga atau rekan kerja. Waktu toleransi yang saya berikan
adalah sekitar satu jam. Lamanya toleransi waktu tunggu ini saya berikan karena
mereka harus memasak dalam jumlah besar dengan macam yang banyak.
Tak hanya itu, jarak antara dapur dengan tempat makan juga
biasanya relatif jauh. Perlu usaha untuk bolak-balik mengantarkan makanan dari dapur
sampai ke tempat makan. Belum lagi, jika tempat tersebut sangat hits dan banyak
dikunjungi pejabat atau pegawai pemerintah. Bisa dipastikan waktu tunggunya
akan sangat lama.
Meski demikian, waktu satu jam adalah waktu toleransi untuk
menunggu makanan. Lebih dari itu, biasanya saya sudah tidak mau lagi makan di
sana dengan alasan keburu lapar. Meski tempatnya bagus, tapi kalau menunggi
terlalu lama juga tak enak. Ditambah lagi, saya sering datang ke sana saat jam
makan siang yang tentunya waktu lapar perut luar biasa.
Diantara semua restoran, saya paling menghargai usaha
pelayan restoran pizza terkenal. Mereka biasanya memberi estimasi waktu berapa
lama makanan akan disajikan. Sederhana, tetapi tidak semua restoran bisa. Bagi say
aini penting agar konsumen tidak kecewa. Beberapa restoran juga melakukan hal
serupa. Mereka akan memberi tahu waktu penyajian akan cukup lama karena pesanan
sedang ramai. Konsumen bisa mendapat pilihan apakah akan tetap memesan atau
tidak. Memang, semua kembali ke konsumen dan tentunya memperhatikan jumlah
antrean warung makanan tersebut.
Kalau Anda sendiri, berapa batas toleransi menyajikan makanan yang bisa dtoleransi untuk menyajikan makanan?