Peringatan Darurat! Saatnya Kita Melawan!

Mungkin kita sudah membaca berita tentang kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini.

Bagi yang masih waras seperti saya, tentu rasa muak, sebal, dan sesak akan memenuhi dada. Namun, bagi yang masih tidak waras atau tertutup hati nuraninya, tentu semua akan terasa biasa-biasa saja.

Kita hidup di Indonesia. Sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Negara yang memiliki banyak aturan yang disepakati. Tujuannya, agar negara ini bisa menjadi negara yang aman, nyaman, tertib, dan maju.

Sebagai warga negara, tentu saya punya hak dan kewajiban yang melekat. Kewajiban saya tentu banyak sekali. Mulai membayar pajak, menaati aturan lalu lintas, menjaga keamanan dan ketertiban, serta berbagai kewajiban yang harus saya jalani.

Selama ini, meski tidak sempurna, saya menjalani kewajiban tunduk pada negara sesuai peraturan perundang-undangan. Selama ini pula, saya dan mungkin Anda semua yang membaca tulisan ini patuh dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban sebuah negara.

Sebagai warga negara, tentu saya dan Anda semua memiliki hak sama. Mulai dari menggunakan fasilitas umum, menggunakan hak suara, dan memperoleh berbagai hal yang memang menjadi hak kita. Dalam beberapa hal, hak yang seharusnya kita dapat memang sudah kita dapat.

Akan tetapi, dalam beberapa waktu belakangan ini, rasanya hak-hak tersebut mulai tercerabut. Contoh gampangnya adalah ketersediaan BBM bersubsidi dan transportasi umum. Sebagai warga yang harus bekerja, tentu kita butuh keduanya. Entah menggunakan kendaraan pribadi atau umum, tentu ketersediaan keduanya menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.

Namun, keduanya seakan sulit untuk didapatkan. BBM bersubsidi yang makin jarang dan terbatas, transportasi umum yang belum memadai, dan tentunya kemacetan parah yang terus berulang. Dalam kaitannya dengan Jakarta, tentu pemandangan penuh sesak dalam gerbong-gerbong KRL terus-menerus hinggap di linimasa kita setiap hari.

Hak-hak yang tercerabut tidak hanya pada masalah itu. Pembatasan usia kerja, zonasi sekolah, dan konflik agraria yang membuat banyak orang harus terusir dari tempar tinggalnya adalah sekian hal yang menjadi dasar bahwa sebenarnya kita sedang tidak baik-baik saja. Belum lagi, kasus perundungan di pendidikan kedokterasn spesialis yang membuat beberapa dokter melakukan bunuh diri.

Pun demikian dengan kebocoran dan pribadi serta mudahnya para peretas mengakses data penting negara sehingga hajat hidup orang banyak menjadi terganggu. Semuanya bermuara kepada mereka – lebih tepatnya keluarga rakus – yang ingin terus melenggangkan kekuasan. Apapun dan bagaimanapun caranya.

Makanya, dengan berbagai akrobat yang mereka tunjukkan saat ini, usaha itu akan terus mereka lakukan untuk menjajah Indonesia. Uniknya, usaha mereka didukung oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Saya tidak mempermasalahkan mereka yang mendukung dari kalangan bawah yang minim informasi dan literasi.

Yang saya sayangkan adalah mereka banyak yang berasal dari kalangan terdidik, terpelajar, dan bisa mengakses informasi dengan mudah. Dengan berbagai argument yang sebenarnya tidak masuk akal sama sekali, mereka begitu mendukung keluarga itu dan terus menggaungkan bahwa Indonesia sedang baik-baik saja.

Tidak.

Indonesia tidak sedang baik-baik saja.

Saya tahu kita ingin hidup damai, aman, tentram dengan pekerjaan yang kita lakukan. Namun, sebagai orang yang bermartabat, apa bisa kita diam tunduk seperti anjing yang mendapat tulang dari tuannya? Tidakkah kita berpikir bahwa apa yang kita perbuat akan dimintai pertanggungjawaban di kehidupan nanti?

Rasa sesak yang ada dalam diri semakin menyeruak ketika anak bungsu dari keluarga itu sedang berlibur menggunakan private jet di saat rakyat sedang kelaparan. Seseorang dari anggota keluarga itu bahkan mengunggah makanan seharga 400 ribu rupiah di saat ada seorang bapak ojek yang meninggal akibat kelaparan di Medan. Jika sudah begini, apa bisa kita tidak memikirkannya?

Saya tidak tahu, apa yang ada di benak Anda yang masih begitu mempertahankan prinsip bahwa semua yang terjadi ini masih bisa dimaafkan. Jika Anda berpikir demikian, maka mohon maaf, kita berada di persimpangan jalan. Semoga hidup Anda tenang dan tidak berakhir seperti gambar di sinetron azab.

Jika Anda berada dalam satu pemikiran dengan saya harap mari rapatkan barisan. Tetap fokus mencapai tujuan demi kemerdekaan. Abaikan suara miring yang berkeliaran. Jangan sampai perjuangan ini terhenti di tengah jalan.

Akhir kata: Lawan!

1 Comments

  1. Jujur saya antara kecewa dan kadang sulit percaya pemimpin kita jadi kek gitu. Meskipun awal kemunculannya di publik dulu agak diam-diam menghanyutkan, tapi berharap banget sama si Bapak untuk bisa membawa perubahan yang lebih baik kepada bangsa ini.
    Tapi, setelah bolak balik semacam terang-terangan kayak gitu, hanya bisa ternganga :(

    ReplyDelete
Next Post Previous Post