"Broken but Unbroken", Kampanye Apik Mengupayakan Bangkit dari Keterpurukan Akibat Menjadi Korban (Narcissistic Personal Disorder) NPD

"Broken but Unbroken", kampanye apik dari Kartika Soeminar tentang pemahaman NPD. - Sumber: Rizka Ngilan (https://www.riskangilan.com/)


Di dunia ini, kita berhubungan dengan banyak orang.

Entah keluarga, teman, atau bahkan rekan kerja. Ada kalanya, hubungan yang terjalin membuat hati kita menjadi tentram, nyaman, dan menjadikan kita manusia seutuhnya. Namun, ada kalanya, hubungan yang terjalin adalah hubungan yang membuat kita tidak nyaman, takut, marah, kecewa, dan menjadikan kebahagiaan kita sirna.

Salah satunya adalah saat kita berhubungan dengan seseorang yang merasa superior atas orang lain. Haus pujian, mementingkan diri sendiri, dan kurang berempati kepada lingkungan sekitar. Setiap hari, rasanya perasaan bersalah menghantui perasaan kita akibat perbuatannya. Jika sehari dua hari kita berhubungan dengan orang dengan kecenderungan perbuatan semacam itu, mungkin diri kita bisa menoleransi.


Lantas, bagaimana jika kita berhubungan dengan orang tersebut selama bertahun-tahun? Apa tidak capai mental kita menghadapinya?

Hidup Selama 23 Tahun dengan Pengidap NPD

Pengalaman itulah yang dihadapi oleh Kartika Soeminar, seorang pengusaha kelahiran Surabaya yang kini tinggal di Bali. Beliau harus hidup berdampingan dengan pasangannya yang kerap merasa superior atas dirinya. Selalu menyalahkan jika keinginan pasangannya tidak bisa beliau penuhi. Malangnya, beliau harus hidup dengan orang seperti itu selama 23 tahun.

Akibat pengalaman buruk tersebut, beliau harus mengalami fase depresi kronis karena mendapatkan perlakuan abusive dari suaminya. Walau tidak sampai mengalami kekerasan fisik, tetapi kekerasan verbal yang beliau terima sangatlah tidak mengenakkan. Membuat hidup beliau berada pada titik nadir.

Kartika Soeminar, wanita kuat yang 23 tahun hidup bersama pengidap NPD.

Mengalami hal tersebut, beliau menjadi kurang bersemangat menjalani hidup. Pada suatu waktu, beliau mendengarkan sebuah podcast mengenai hubungan yang kondisinya sama dengan apa yang beliau alami. Mbak Kartika pun membaca buku dan jurnal untuk mengetahui kondisi hubungan beliau dan pasangannya. Akhirnya, beliau pun memutuskan bercerita pada salah seorang sahabatnya yang seorang psikolog.

Kartika Soeminar memaparkan mengenai upaya bangkit dari keterpurukan akibat hidup dengan penderita NPD. - Sumber: Tim Cognito @cognitocomms

Setelah beberapa kali konseling, maka bisa disimpulkan bahwa suaminya mengidap Narcissistic Personal Disorder (NPD). NPD adalah gangguan kepribadian saat seseorang memiliki perasaan yang berpusat pada kepentingan dirinya sendiri. Gangguan ini sangat mengganggu orang di sekitarnya yang sering tidak dirasakan pengidapnya
.

Sulitnya Bahagia dengan Orang NPD

Itulah sekelumit cerita awal dari acara Break The Silence: 23 Years of Narcisstic Abuse Survivor yang diadakan oleh Kumpulan Emak-Emak Blogger di Hotel Artotel TS Suites Suites Surabaya, Sabtu 24 Agustus 2024 kemarin. Mbak Kartika Soeminar bercerita bagaimana beliau bisa bertahan selama 23 tahun dengan pengidap NPD sebelum akhirnya memutuskan berpisah demi kebahagiaan dirinya. 

Ada beberapa perlakuan dari suami yang mengidap NPD yang membuatnya bertahan selama itu. Pertama adalah love bombing yakni memberikan perhatian berlebihan. Sang pasangan akan memberikan perhatian sangat besar sehingga beliau merasa tidak bisa hidup tanpa pasangannya. Saat ada kesalahan atau ketidakcocokam, maka pasangan NPD akan melakukan gaslighting. Memojokkan Mbak Kartika sangat keras sehingga beliau merasa amat bersalah.

Perilaku selanjutnya yang membuat mental Mbak Kartika down adalah manipulatif. Mantan pasangannya akan memanipulasi banyak orang terutama orang sekitar agar mempercayai ucapannya sehingga Mbak Kartika lebih terpojokkan lagi. Terakhir, ia akan melakukan playing victim sehingga saat Mbak Kartika  berniat meninggalkannya, rasa bersalah akan terus menghantui beliau.

Saat saya mendengar kisah beliau, rasanya sedih sekali. Apalagi, saat beliau menganggap jika memutuskan berpisah dengan pasangannnya maka merupakan aib. Di satu sisi beliau tidak berani meninggalkan pasangan, tetapi di sisi lain rasanya sudah tidak kuat dengan tekanan penderita NPD.

Kartika Soeminar bercerita sulitnya keluar dari pengaruh orang dengan NPD

Untunglah, beliau pun tekad bulat berpisah dengan sang suami penderita NPD dan mulai menulis jurnal untuk healing. Mbak Kartika juga menulis puisi yang kemudian digubah menjasi sebuah lagu yang apik. Terapi dengan profesional juga beliau lakukan sehingga bisa kembali pulih. 

Agar lebih banyak orang yang peduli dan hidup beliau bermakna, kini beliau aktif berkampanye dengan tajuk #BrokenbutUnbroken agar pemahaman masyarakat luas terhadap penyakit NPD bisa digalakkan. Kampanye ini penting agar tidak banyak wanita tersakiti akibat menerima perlakuan abusive dari penderita NPD karena gangguan ini sebagian besar diidap oleh kaum pria.

Lantas, bagaimana kita tahu gejala NPD? Apa yang harus kita lakukan jika ada orang di sekitar kita mengalami NPD? 

Ciri-Ciri Orang dengan NPD

Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si., psikolog yang juga merupakan Kepala Humas RS Elizabeth Semarang menjelaskan panjang lebar mengenai NPD. Menurut Bu Purbo, kecenderungan pengidap NPD ingin dipuji dan krisis empati karena adanya kesalahan pola asuh sejak kecil. Semisal, saat kecil sering mendapat pujian. Tidak pernah mendapatkan informasi yang tepat saat anak melakukan kesalahan. Alhasil, saat dewasa, ia akan haus akan pujian dan tidak pernah merasa salah.

Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si., psikolog yang memaparkan banyak hal mengenai NPD pada kampanye "Broken but Unbroken".

Penderita NPD memiliki pola emosi yang menetap. Cirinya adalah kognitif dan perilaku yang menyebabkan tekanan emosional bagi orang lain yang terkena dampak. Semisal, marah yang meledak dan menyalahkan terus-menerus padahal penyebab dari masalah sederhana dan tidak perlu dibesarkan. Akibat tekanan emosional ini, maka penderita NPD akan mengalami kesulitan dalam aktivitas sehari-hari. Makanya, menurut Bu Purbo, penderita NPD cenderung susah berhubungan dengan orang lain dan lingkup pertemanannya tidak banyak.

Mekanisme pertahanan diri penderita NPD juga sangat tinggi. Saat ada masalah, maka ia cenderung tidak mau disalahkan. Saat ada usaha untuk mencari penyelesaian, penderita NPD juga akan menghindarinya dengan tujuan orang di sekitarnya yang harus menanggung dari masalah tersebut. Mereka juga pintar memutarbalikkan fakta atas apa yang terjadi. Bagi saya, ini sangat berbahaya karena mereka dapat mengambil keuntungan dari kemalangan orang di sekitarnya.

Indah Julianti Sibarani, Makmin dari Kumpulan Emak-Emak Blogger yang menjadi moderator dalam kampanye "Broken but Unbroken". - Sumber: Tim Cognito @cognitocomms

Penderita NPD juga marah jika dikritik. Ia akan selalu merasa benar dan tidak pernah salah. Ia juga iri dengan kondisi di sekitarnya yang dirasa lebih dari dirinya. Meski demikian, penderita NPD juga bingung akan perasaan sendiri. Bu Purbo mengatakan sebagian besar penderita NPD tidak menyadari bahwa mereka menderita NPD. Yang merasakannya adalah orang di sekitarnya.

Dalam kaitannya dengan perilaku, penderita NPD cenderung angkuh dan arogan. Mereka juga egois dan mementingkan diri sendiri. Saat berbicara atau diskusi, penderita NPD juga cenderung mendominasi pembicaraan. Tujuannya, untuk mencari kekaguman dari orang lain. Mereka juga tidak sabaran dalam melakukan kegiatan agar sesuai dengan keinginan mereka. Agar bisa menarik kekaguman, penderita NPD cenderung berpakaian rapi dan berbeda dengan kebanyakan orang lainnya.

NPD juga berbeda dengan narsis yang sehat. Jika orang memiliki narsis yang sehat, maka orang tersebut masih menunjukkan kepedulian sosial dan empati interpresonal. Mereka masih memiliki minat yang tulus terhadap gagasan atau ide orang lain. Narsis yang sehat juga memiliki kemauan untuk menyadari peran pribadi mereka ketika masalah terjadi.

 
Seorang blogger bertanya seputar NPD pada pemateri

Sayangnya, pemahaman mengenai hidup berdampingan bersama orang dengan NPD ini masih belum diketahui oleh banyak orang. Terlebih, munculnya stigma bahwa kaum wanita harus menurut perkataan suami membuat mereka yang pasangannya mengalami gangguan NPD menjadi tersiksa. Kampanye #BrokenButUnbroken yang dilakukan oleh Mbak Kartika Soeminar sangat bermanfaat besar agar banyak wanita yang lebih paham dan peduli dengan kondisi mental mereka terlebih jika pernah hidup dengan pasangan NPD.

Langkah Psikologis Menghadapi NPD

Ada beberapa langkah psikologis yang bisa diterapkan dalam menghadapi orang dengan NPD menurut Bu Purbo. Pertama, menerapkan batasan dengan bersikap cuek, mengurangi interaksi, dan komunikasi. Bersikap cuek akan membuat penderita NPD tidak terus-menerus memojokkan orang di sekitarnya,

Cara kedua adalah melakukan afirmasi positif dengan mengucapkan kata-kata semangat penguat mental. Semisal,”Saya kuat. Saya bisa menghadapi semuanya”. Meski sederhana, tetapi kata-kata tersebut akan sangat bermakna.

Cara ketiga adalah melakukan journaling. Bisa menuliskan pada sebuah buku, blog, atau media lain. Salah satu tips dari Bu Purbo adalah dengan terapi kertas. Kita bisa menulis luapan hati terhadap orang NPD pada kertas tak terpakai dengan spidol aneka warna. Setelah itu, kita bisa merobeknya dan membuangnya. Tujuannya, untuk meluapkan rasa kesal agar saat bertemu dengan orang NPD amarah kita bisa mereda.

Cara keempat tentunya dengan beribadah pada Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana pun, penyertaan Tuhan juga penting karena atas kekuatannya, kita bisa menghadapi orang-orang NPD. Kelima, berkonsultasi dengan ahli seperti psikolog dan psikiater agar mendapatkan pertolongan terutama jika timbul gangguan jiwa seperti depresi akibat hidup berdampingan bersama orang dengan NPD.

Opsi terakhir jika kita berpasangan dengan penderita NPD, maka meninggalkannya adalah jalan keluarnya. Bagaimanapun, kebahagiaan dan diri kita adalah hal utama yang sangat penting. Jika dirasa tidak sanggup lagi, maka perpisahan adalah jalan terakhir.


Nah, agar anak kita tidak mengalami NPD, maka memberikan apresiasi dan kritik sewajarnya pada mereka adalah kunci. Menguatkan empati kepada mereka juga sangat penting. Tidak hanya itu, sebenarnya menurut Bu Purbo ketika ada masalah suami istri, sang anak boleh melihatnya asal bukan kekerasan fisik. Namun, mereka harus tahu juga penyelesaian damai dari kejadian tersebut. Tujuannya, ketika mereka dewasa bisa berempati dalam berusaha mencari jalan keluar, bukan mencari kesalahan seperti yang sering dilakukan para pengidap NPD.


Terapi Lima Jari

Pada rangkaian kegiatan #KEBIntimateSeries Broken but Unbroken tersebut, Bu Purbo juga memberikan terapi lima jari pada para blogger. Terapi ini bertujuan agar hidup lebih bahagia dengan mengingat apa yang sudah kita dapatkan. dan melepas beban dalam diri. Peserta diminta menutup mata kemudian menyentuh ibu jari dengan keempat jari yang lain secara bergantian.

Pertama, ibu jadi disentuh dengan jari telunjuk untuk mengingat fisik kita yang sehat dan bisa melakukan aktivitas. Setelah beberapa saat, maka berganti dengan jari tengah untuk mengingat orang yang kita cintai dan mencintai kita. Lalu, bergeser ke jari manis untuk mengingat penghargaan yang kita peroleh. Terakhir, jari kelingking dengan membayangkan kita sedang berada di padang rumput yang indah atau tempat yang menyenangkan.


Para blogger sedang menjalani terapi lima jari. - Sumber: Tim Cognito @cognitocomms

Terapi ini sangat menyentuh hati dan membuat para blogger bisa melepaskan beban emosinya. Hati menjadi lebih tenang karena beban pikiran bisa dikeluarkan. Terapi lima jari ini bisa dilakukan setiap hari terutama setelah bangun tidur agar kita bisa menjalani hari-hari dengan lapang dan penuh kegembiraan. Kegembiraan bukan untuk dicari melainkan diciptakan sendiri.

Para peserta dan pemateri acara kampante "Broken but Unbroken" berfoto dengan berbahagia. - Sumber: Rizka Ngilan (https://www.riskangilan.com/)

Untuk itulah, kampanye Broken but Unbroken ini sangat penting digaungkan ke berbagai daerah. Tujuannya, agar orang yang hidup dengan pengidap NPD, terutama kaum wanita bisa menciptakan kebahagiaan mereka sendiri. Bisa segera memutuskan apa yang harus dilakukan jika pasangan atau orang terdekatnya terkena gangguan yang membuat hidup orang sekitarnya menjadi tidak bahagia.

15 Comments

  1. Hiiy.. saya pernah berhubungan dengan seorang NPD, sungguh pengalaman paling menyebalkan yang harus saya release berulang kali sampai ingatan itu diikhlaskan - dilepaskan dan memang se-sussaaahhh itu lepas dari "cengkeraman" -nya, untung terselamatkan gara-gara kesalahan dia yang masih suka-sukaan sama mantannya!

    ReplyDelete
  2. Jujur saya kemarin malah merasa diri NPD, soalnya saya kadang dibilang orang suka narsis, hahaha.
    Terus kalau baca-baca gejalanya, kadang saya juga sedikit egois dulunya, tapi hanya sama pasangan sih.
    Cuman emang yang enggak, Alhamdulillah saya masih punya empati, dan egoisnya nggak level ekstrim, hahaha.
    Semoga saja saya nggak NPD, dan dijauhkan dari orang NPD, aamiin

    ReplyDelete
  3. Keren, Mas Ikram. Saya tertarik dengan terapi jarinya. Terima kasih banyak atas kunjungan nya selamat malam. Salam juga ntk keluarga di sana.

    ReplyDelete
  4. Eh ada tetanggaku, Mbak Indah Julianti.... :D

    ReplyDelete
  5. Ada juga orang yang dulunya tak terlihat sebagai NPD eh tiba2 sekarang jadi seperti NPWD, dengan ciri2 NPD pada dirinya. Dia baru beristri lagi, istri pertamanya mengalami sakit hati karena perilaku si suami. Yang paling sulit jika yang dihadapi NPD-nya orang tua sendiri. Jika suami atau istri bisa bercerai, jika orang tua bagaimana caranya menghindar :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar mbak kadang taunya agak terlambat ya jadinya bikin pusing huhu

      Delete
  6. asliii kuat banget mbak Tika.. ikut lega banget denger bisa lepas dari jeratan NPD pada akhirnya. Semoga semakin banyak yang teredukasi yaa

    ReplyDelete
  7. Hebat juga yaa si Kartika ini, mampu bertahan dengan orang yang mengidap NPD atau gangguan kepribadian narsistik.. Apa mungkin cinta ia sangat tulus pada pasangannya, meski harus rela bertahan sampai 23 tahun.


    Bisa juga rata2 orang diindonesia pengidap NPD, karena ketidaktahuannya jadinya cendrung mengabaikannya. Bahkan sebagian angka perceraian bisa dipicu karena NPD.


    Kalau hanya sekedar berteman dengan yang berjiwa NPD nggak masalah sih, yang masalah itu kalau jadi pasangan kita, bisa jadi bom waktu nantinya, meski semua tergantung pada orangnya masing2.

    ReplyDelete
    Replies
    1. memang butuh lebih banyak edukasi mas
      makanya mbak kartika sekarang juga lagi kampanye soal NPD ini biar lebih banyak yang tahu terutama wanita

      Delete
  8. sebab itulah kita tidak boleh judge orang lain sewenang-wenangnya. kita tidak tahu apa masalah yang dihadapinya. segalanya harus ada kebijaksanaan dari kita sendiri kita bergaul atau berurusan dengan orang lain

    thanks for sharing👍👍👍

    ReplyDelete
  9. benar hebat banget mbak kartika bisa bertahan selama itu

    ReplyDelete
Next Post Previous Post