Ilustrasi. https://www.habitify.me/ |
Saya adalah orang paling anti menunda kewajiban atau tugas yang harus saya selesaikan.
Sejak sekolah, saya selalu mengutamakan tugas dan
kewajiban untuk saya kerjakan dulu. Prinsip bersakit-sakit dahulu
bersenang-senang kemudian selalu saya utamakan. Tak heran, sejak sekolah, saya
hampir selalu tepat waktu untuk mengerjakan tugas. Jika ada tugas yang terlambat
saya kerjakan, biasanya saya baru saja sakit atau keperluan keluarga yang tidak
bisa ditinggalkan.
Namun, masa dewasa dan bekerja adalah masa yang berbeda
dengan masa sekolah. Jika saat sekolah atau bahkan kuliah kita bisa fokus untuk
mengerjakan tugas, maka banyak beban pikiran yang menghampiri kita saat dewasa.
Mulai dari kebutuhan keluarga, relasi dengan rekan kerja, atau berbagai hal
lain yang membuat mood kita tidak bisa diajak bekerja sama.
Ada saja ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan atau
Guru PKN sering menyebutnya ATHG dalam menyelesaikan tugas. Mulai dari anak
rewel, suami/istri/pacar ngambek, atau berbagai kejadian dan peristiwa yang
mengalihkan fokus kita. Nah, saat kita dituntut bekerja dan menyelesaikan tugas
tepat waktu, tentu ada keinginan untuk rehat sejenak.
Rehat untuk beristirahat dan merenung mengenai tugas yang
harus diselesaikan. Apesnya, masa rehat ini bisa terlalu lama karena kita
sangat susah untuk memulai mengerjakan tugas yang diberikan. Alhasil, media
sosial menjadi pelampiasan dengan melihat berbagai konten yang sebenarnya malah
membebani pikiran kita.
Bagaimana tidak menjadi beban, lha yang kita tonton konten
atau berita tentang politik, kriminal, atau gosip selebritis yang sebenarnya
tidak penting-penting amat untuk kita ketahui. Jika tidak, maka menonton film
menjadi pelampiasan untuk rehat. Masa rehat yang mulanya dijadwalkan hanya
beberapa menit saja menjadi berjam-jam. Anehnya, setelah film tersebut usai
kita tonton, bukan rasa segar dan semangat yang kita dapatkan, justru rasa lelah
yang hinggap.
Pekerjaan pun tak terselesaikan dengan baik. Bahkan, kadang
waktu yang ada tinggal sedikit padahal masih banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan. Kalau sudah begini, lembur dan begadang pun menjadi solusi satu-satunya.
Padahal, begadang adalah kegiatan yang sangat tidak sehat dan membuat banyak
orang menderita penyakit berbahaya.
Puji Tuhan, saya bukan
termasuk tipe orang yang memiliki sifat prokrastinasi. Saya selalu
membuat skala prioritas dalam bekerja dan istirahat agar semuanya berjalan
maksimal. Walau sebagai manusia biasa dan kecanggihan teknologi saat ini bisa
membuat fokus saya teralihkan, untuk saat ini masih belum ada riwayat saya
menunda pekerjaan.
Lantas, apa saja resepnya?
Pertama tentu dari niat dari hati.
Bekerja apa pun jika kita merasa tak nyaman maka prokrastinasi akan selalu hinggap. Untung saja, saya melakukan berbagai pekerjaan saat ini dengan niat karena memang saya senang melakukannya. Ada 4 pekerjaan utama yang saya kerjakan secara bergantian setiap hari. Mulai dari mengajar, mengorganisasi bimbel, menulis blog, dan membuat video YouTube. Keempatnya saya lakukan dengan senang hati karena saya merasa ada tantangan yang sangat menyenangkan untuk diselesaikan.
Semisal saat membuat video YouTube, saya selalu tertantang
untuk menemukan rute transportasi umum baru yang bisa saya bagi ke banyak
orang. Saat mengorganisasi bimbel, saya selalu tertantang untuk bisa melayani
konsumen saya dengan baik sembari mencari cara agar para pekerja yang bekerja
dalam satu tim bisa bekerja dengan baik. Tidak melakukan prokrastinasi yang menghambat
kinerja.
Bagi saya, percuma jika kita tidak melakukan prokrastinasi
sementara orang di sekitar kita melakukannya. Rasanya akan bekerja dobel yang
membuat kita juga ikut sengsara. Makanya, prinsip untuk tidak menunda pekerjaan
selalu saya sampaikan pada mereka dalam kesempatan rapat tiap menjelang siang.
Kedua, mengurangi media sosial dan WAG.
Dua hal ini adalah
candu bagi orang masa kini. Namun, sebagai konten kreator saya tentu tidak bisa
menjauhi dua hal tersebut. Makanya, saya punya prinsip “posting-hilang” dalam
menggunakan media sosial. Artinya, selepas saya memposting sesuatu saya langsung
keluar dari aplikasi media sosial tersebut. Jika ada tanggapan atau apa pun
baru saya balas ketika saya kembali ingin mengunggah cerita atau postingan.
Malah, saya cukup ekstrem dalam menggunakan media sosial
TikTok. Media sosial ini seakan menjadi racun bagi banyak orang. Saya selalu
meng-uninstall aplikasi ini selepas saya mengunggah video dan membalas
pertanyaan dari para follower. Saya baru menggunakannya lagi jika akan
mengunggah video lagi dan menahan untuk meng-uninstall ulang jika saya sedang ada
waktu luang serta pekerjaan saya selesai.
Untuk WAG sendiri, saya hanya mengikuti WAG pekerjanan dan
WAG blog atau keluarga dekat. Itu pun saya tidak terlalu aktif karena seakan
sudah lelah menjawab WA dari siswa atau wali murid. Makanya, saya termasuk
orang yang jarang sekali aktif di WAG mana pun karena saya sudah lelah dan
ingin segera berkonsentrasi untuk melakukan tugas selanjutnya.
Ketiga adalah berolahraga.
Tidak perlu yang berat, yang
ringan saja seperti berjalan kaki ke lingkungan sekitar. Saya bisa mengamati
kegiatan banyak orang yang sedang bekerja. Mulai dari pedagang yang jualannya
ramai dan sepi, para pengemudi ojol, tentara yang menjaga pos Koramil, teller
bank yang sangat wangi dan elegan, hingga para lansia yang entah akan melakukan
apa.
Saya selau berusaha melihat bagaimana mereka menjalankan
aktivitas dengan bergerak aktif tanpa mengalami prokrastinasi. Tentu, saya yakin
mereka akan merasa bosan dengan kegiatan tersebut. Namun, saya masih melihat mereka
berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Spirit inilah yang saya coba
untuk ambil ketika ada pikiran untuk melakukan prokrastinasi.
Terakhir, rasa puas atas pekerjaan yang kita lakukan tepat waktu dan baik adalah kunci.
Bukan pekerjaan sempurna tetapi baik dan tepat
waktu. Rasa puas ini yang selalu saya dapatkan jika saya melakukan pekerjaan
dengan baik dan benar. Untuk itulah, saya tak peduli dengan tantangan yang saya
hadapi saat akan memulai pekerjaan, yang penting saya memulainya dulu. Jika ada
kendala, maka saya bisa berkomunikasi dengan tim saya agar pekerjaan bisa
selesai dengan baik.
Jadi, apakah yang membuat keinginan untuk menunda pekerjaan bisa hinggap pada diri? Silakan berkomentar di kolom komentar, ya.
Emang ya menunda itu "enak" tapi kaaan pada saatnya kita malah jadi dua kali terbebani :(((
ReplyDeleteso mulai aja dulu!