Kecelakaan akibat microsleep di jalan tol sering terjadi |
Beberapa waktu yang lalu, saya ikut rombongan keluarga ke Jawa Tengah untuk acara lamaran sepupu saya.
Kebetulan, ia akan mempersunting seorang wanita asal
Sukoharjo, Jawa Tengah. Keluarga besar saya pun datang ke sana dengan dua mobil.
Satu mobil elf dan satu mobil biasa. Selain menuju Sukoharjo, kami juga menuju
ke beberapa tempat lain.
Kami mengujungi saudara dari nenek saya di Magelang, berkeliling
Kota Solo, dan berjalan-jalan di Malioboro Jogja. Banyaknya destinasi yang akan
dituju membuat kami harus menempuh perjalanan dengan cukup panjang.
Tidak hanya itu, saya sempat kaget bahwa perjalanan bernagkat
tidak melewati tol. Namun, kami melewati daerah Trenggalek, Ponorogo, dan Wonogiri.
Sebelumnya, kami harus memutar dulu ke Blitar dan Tulungagung sehingga, total
perjalanan dari Malang ke Sukoharjo ditempuh dalam waktu sekitar 8 jam lebih.
Medan jalan yang berliku serta sering berhenti membuat
perjalanan berangkat menjadi lama. Ada juga kendala saat sepupu saya lupa
membawa cincin yang sedianya akan diberikan pada calon mempelai wanita. Alhasil,
kami harus berhenti lama di sebuah pasar di Kota Blitar.
Nah, bukan acara lamaran yang saya tekankan pada tulisan
kali ini. Namun, saya menyoroti masalah keselamatan perjalanan jarak jauh,
terlebih yang membawa rombongan dalam jumlah banyak. Beberapa waktu terakhir,
kita tentu mendengar banyak sekali kasus kecelakaan yang terjadi di jalan raya,
terutama di jalan tol.
Kecelakaan yang paling hangat terjadi adalah saat momen
mudik lebaran kemarin. Ada dua mobil yang terbakar setelah kecelakaan beruntun
di jalan tol. Korban yang meninggal pun banyak. Diduga, kecelakaan terjadi
karena sang sopir mengalami microsleep alias tertidur sebentar ketika mengendarai
mobil.
Dari namanya, mikro dan sleep, tentu kita menduga bahwa
orang yang mengalaminya hanya tertidur sementara saja. Bukan tidur yang sampai mendengkur
atau pulas. Mikrosleep biasanya terjadi dalam 1-2 menit saja dan disertai
dengan sentakan yang keras.
Saya sering mengalami microsleep ini ketika sedang ada acara
yang mengharuskan saya menginap. Mulai kemah pramuka, pondok romadhon, seminar
dengan pemateri yang membosankan, hingga rapat kerja saat saya harus lembur
sampai malam. Mulanya, rasa kantuk hebat akan melanda dan tiba-tiba saja mata
terpejam lalu kepala tertunduk. Biasanya sih, ketika kepala tertunduk, saya
akan tersadar bahwa saya sedang mengalami microsleep.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
microsleep. Salah satu fakto utamanya adalah kurangnya durasi tidur. Bisa begadang
mengerjakan tugas atau hal lain hingga harus menyetir dalam waktu lama.
Dalam kasus menyetir ini, seorang sopir sangat rentan untuk
mengalami microsleep. Apalagi, jika sopir tersebut tidak ada yang menggantikan,
maka risiko mengalami microsleep sangat besar. Tak heran, di pinggir jalan tol
kita sering melihat banyak kendaraan besar yang terparkir di bahu jalan. Biasanya,
kendaraan tersebut adalah kendaraan logistik. Sang sopir biasanya akan tidur
sebentar.
Mengapa mereka tidak melakukannnya di rest area?
Seringkali, rasa kantuk yang mereka derita tak tertahankan. Jika
menunggu rest area ada, maka rasa kantuk akan semakin hebat dan kemungkinan
untuk mengalami microsleep menjadi besar. Makanya, mereka menepi dulu di bahu
jalan meski sebenarnya kegiatan ini dlarang. Bahu jalan hanya untuk kejadian
daruat seperti masalah mesin.
Kembali ke cerita saya tadi, jadi selepas jalan-jalan di
Malioboro, kami harus mengantar calon mempelai wanita yang ikut jalan-jalan
bersama rombongan kami ke rumahnya. Waktu di layar ponsel sudah menunjukkan
pukul setengah 11 malam. Selepas itu, tentu kami memutuskan pulang ke Malang.
Kami memutuskan lewat jalan tol saja agar lebih cepat sampai
dan menurunkan saya di Bungurasih karena saya akan kembali ke Surabaya. Kami masuk
tol Karanganyar di dekat kawasan Palur sekitar jam 11 malam. Kami masuk rest area
setelah pintu tol karena kami belum salat Isya. Tak lama, sekitar pukul setengah
12 malam, kami kembali lanjut ke jalan tol.
Saya sempat tertidur sebentar hingga saya merasa guncangan
mobil rasakan cukup keras. Saya terbangun dan melihat jarum jam menunjukkan
pukul setengah 1 pagi. Saya lihat peta Google dan sudah masuk perbatasan antara
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saya mendengar sedikit keluhan dari sang sopir
bahwa ia merasa mengantuk.
Waduh, saya mulai panik. Apalagi saya melihat ia menguap
terus-terusan sambil sesekali minum an makan kacang. Kondisi jalan sebenarnya
cukup sepi tetapi kadang ada 1-2 truk besar yang menghalangi jalan. Duh, hati
ini rasanga dag dig dug karena saya duduk di depan. Sementara, penumpang lain
tertidur pulas.
Sang sopir memberi tahu saya bahwa ia butuh tidur beberapa
saat. Tanpa pikir panjang, saya langsung meminta ia menepi di rest area
terdekat. Apesnya, rest area yang terdekat masih cukup jauh. Saya terus berdoa
semoga masih aman-aman saja kerana ruas jalan tol Solo-Ngwai memang cukup
berbahaya.
Selain menurun, saya pernah membaca di sebuah artikel jika kontur
jalan membuat mobil serasa melayang saat dilalui dengan kecepatan tinggi. Saya merasakan
sendiri bagaimana mobil terguncang hebat di beberapa titik padahal kecepatan
mobil saya lihat sekitar 70 km/jam. Masih dalam batas wajar karena rentang aman
berkendara di jalan tol adalah 60-100 km/jam.
Saya menunggu adanya marka rest area dengan hati tak tenang.
Apalagi, saya melihat sopir sudah mulai agak pucat karena sudah mengantuk. Untung
saja, saat melewati gerbang keluar tol Ngawi, saya melihat nyala lampu terang. Marka
rest area sudah terlihat dan sang sopir langsung menepikan kendaraan. Sementara,
mobil satunya terus melaju karena dikendarai oleh 3 sepupu saya. Mereka bergantian
menyetir sehingga aman-aman saja.
Sang sopir langsung menuju masjid untuk tidur sementara saya
memberi informasi kepada rombongan bahwa sang sopir mengantuk dan akan tidur
dulu. Untunglah semua setuju dan sepakat jika akan melanjutkan perjalanan
selepas subuh. Sekalian salat subuh agar nanti tidak berhenti lagi. Saya pun juga
ke masjid dan tidur dekat sopir. Saya lihat ia tidur dengan sangat pulas.
Dari kejadian ini, ada pelajaran penting bahawa saat
perjalanan jauh, hendaknya sopir bisa istirahat dengan nyeyak saat tidak menyetir.
Jika tidak bisa, maka seharusnya ada orang yang menggantikan. Sebenarnya, sang
sopir sudah istirahat saat menginap di Sukoharjo. Namun, melihat padatnya
kegiatan, maka ia rasa kantuk tentu tak tertahankan.
Agar tidak terulang, maka saya mengusulkan jika pergi ke Sukoharjo lagi dalam rangka pernikahan sepupu saya, maka jangan banyak tempat yang saling berjaukan dituju. Jika ingin jalan-jalan, maka bisa ke Kota Solo saja. Apalagi, kami sempat melewati jalan tol Solo-Bawen yang juga membutuhkan konsentrasi tinggi. Di sinilah, manajemen waktu dalam perjalanan jauh sangat penting.
Kalau sudah begitu, harus istirahat
ReplyDeleteNgeri banget