Ilustrasi. - Istock photo |
Tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi gotong royong, saya malah sempat menjadi seseorang yang tidak enakan.
Sejak kecil, saya memang ditanamkan kuat bahwa hidup harus
saling tolong menolong. Orang yang suka menolong adalah orang yang baik. Sesuai
dengan pengamalan sila-sila Pancasila terutama sila kedua. Suka menolong juga
sesuai ajaran Dasa Dharma Pramuka.
Pendek kata, menolong orang adalah sebuah kewajiban yang harus saya lakukan. Tidak peduli bagaimana keadaan saya, yang penting menolong orang adalah kunci utama dalam hidup. Sederhana, tetapi malah membuat saya pernah berada di titik muak untuk menolong orang.
Namanya manusia, tentu ada rasa untuk nyaman denga napa yang
dilakukan. Termasuk, saat menolong orang lain. Saya mengakui, saat menolong
orang lain, rasanya lega dan bahagia. Terlebih, jika orang yang saya tolong terbantu
dengan apa yang saya lakukan. Apalagi, kalau ia mengucapkan terima kasih dan
mendoakan hal-hal baik pada diri saya. Rasanya, saya ingin terus menolong
orang.
Sayang, semakin menuju usia yang lebih matang, saya mengerti
bahwa saat menolong orang lain ada batasan yang harus saya perhatikan. Pertama adalah
kondisi saya sendiri dan kedua adalah kondisi orang yang akan saya tolong. Keduanya
harus memiliki batas yang jelas sehingga saat saya menolong sedang dalam berada
dalam kondisi yang nyaman demikian pula orang yang saya tolong benar-benar
butuh bantuan.
Jika keduanya tidak selaras, maka rasa capai dan tidak Ikhlas
akan melanda. Contohnya, saya menolong orang saat saya sedang tidak berada pada
kondisi prima. Semisal sedang tidak memiliki uang atau waktu yang cukup. Bisa juga
orang yang saya tolong sebenarnya tidak terlalu niat untuk meminta bantuan.
Pengalaman seperti ini pernah saya alami ketika ada seseorang
yang meminta bantuan untuk membuat blog. Sebenarnya sih ia sudah saya minta
untuk membaca beberapa blog dan website mengenai cara membuat blog untuk
pemula.
Namun, ia meminta bertemu dengan saya. Saat itu saya memang
sedang tidak memiliki waktu yang cukup. Lantaran teman yang cukup dekat, akhirnya
saya pun mau memenuhi permintaannya. Saya pun datang di tempat yang sudah
ditentukan.
Semenit dua menit ia tak kunjung tiba. Sejam dua jam ia tak
juga muncul akhirnya ia mengabarkan bahwa ia sedang ada kegiatan. Ia mengatakan
lupa dengan janjinya sehingga tidak bisa datang. Tentu saya kecewa dan marah. Saya
pun memilih untuk membuat aturan janji jika ingin menolong orang dan bertemu
langsung.
Aturannya begini, saya akan mengatakan kepada orang tersebut
bahwa saya bisa datang dari jam sekian hingga jam sekian. Jika yang bersangkutan
terlambat, maka saya tetap menjadikan waktu tersebut sebagai patokan. Semisal ia
terlambat dan akhirnya datang lima menit sebelum waktu janjian terakhir, maka
saya tetap akan meninggalkan tempat tersebut sesuai waktu yang disepakati. Entah
semenit dua menit yang penting saat saya harus pergi yang saya akan pergi.
Walau terkesan sadis, saya membuat batasan ini agar saya
nyaman dan enak. Beda dengan dulu, saat ini saya bisa benar-benar acuh terhadap
penolakan yang saya lakukan. Kalau saya sedang dalam kondisi tidak bisa
membantu, maka ya saya tidak akan membantu.
Pun demikian dengan utang-piutang. Saya juga membuat batasan
yang jelas. Saya akan memberi uang cuma-cuma untuk membantu seperlunya. Maksimal
sih 50 ribu rupiah. Lebih dari itu mohon maaf saya tidak bisa. Apalagi, saat
ini saya baru saja membeli rumah bekas di dekat rumah orang tua saya dengan
harga yang lumayan. Walau tidak besar, tetapi untuk ukuran saya cukup menguras tabungan.
Alasan ini sering saya pakai jika ada teman atau kolega meminjam uang dengan
jumlah cukup banyak.
Tidak hanya utang-piutang, kadang ada saja teman yang menawarkan
barang dagangannya. Kalau ada rezeki biasanya pasti saya beli terutama produk
makanan dan minuman. Namun, jika dagangannya berharga agak mahal, maka saya
tidak segan menolak. Seperti misalnya barang elektronik dengan harga hampir
sejuta. Kalau tidak butuh-butuh amat ya saya tolak.
Batasan ini memang perlu kita lakukan karena kalau tidak
enakan maka uang kita akan habis untuk membeli barang-barang yang sebenarnya
tidak perlu kita butuhkan tetapi kita beli. Padahal, saat itu kita sedang tidak
punya banyak uang atau sedang butuh untuk keperluan lain.
Semuanya memang tergantung pada kita apakah masih tetap
merasa tidak enakan atau bisa menciptakan batasan yang jelas. Jangan sampai
kita terlihat baik di mata orang tetapi kita dengan mudahnya dimanfaatkan.
perasaan nggak enakan kalau terus-terusan dilakukan, kayaknya bisa aja dimanfaatkan sama orang lain itu
ReplyDeleteAda kalanya kita perlu untuk menolak, apalagi kalau misalnya memang saat itu kita lagi ga bisa bantu. Aku juga gini sih mas Ikrom, nggak maksain juga ke orang lain