Ilustrasi. - Dok. Istimewa |
Saat lebaran kemarin, keluarga besar saya melakukan rutinitas berkeliling silaturahmi ke saudara jauh seperti biasanya.
Namun, ada perbedaan yang cukup mencolok pada tahun ini. Jika pada tahun sebelumnya kami hanya melakukannya dengan menggunakan sepeda motor untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, maka pada tahun ini kami menggunakan mobil untuk mengangkut sebagian anggota keluarga, terutama yang lansia.
Ada salah satu om dan tante yang baru saja membeli mobil bekas. Mobil yang mereka beli adalah Mitsubishi Kuda Turbo. Kalau tak salah, tahun pembuatannya sekitar tahun 1999 karena merupakan generasi kedua. Untuk generasi pertama sendiri pembuatannya sekitar tahun 1997. Cukup tua untuk mobil yang digunakan jaman sekarang yang rata-rata kelahiran 2016 ke atas.
Mobil berwarna biru tersebut dibeli dengan harga sekian juta rupiah. Yah lumayanlah meski tidak baru tetapi bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa digunakan untuk berlebaran. Bisa menampung banyak orang, sekitar 10 orang. Bisa muat untuk membawa barang karena om memiliki usaha pembuatan patung dan fiberglass.
Nah, dalam perjalanannya mengangkut anggota keluarga yang akan berlebaran, ternyata mobil ini tidak semulus yang diharapkan. Semua bermula dari saat rombongan yang menggunakan motor berangkat dan tiba lebih dulu di salah satu rumah anggota keluarga. Sebenarnya jarak rumah tersebut dari titik kumpul tidak jauh. Sekitar 3 kman.
Saya sendiri bersama rombongan motor karena memang yang muda-muda pakai motor semua. Di rumah kerabat tersebut, saya memperkirakan sudah cukup lama dan saatnya pamit. Namun, rombongan mobil tak juga muncul. Ponsel para penumpang juga tak bisa dihubungi.
Mulanya, kami berpikir mungkin mereka terjebak macet. Namun, apa iya macetnya selama itu. Wong saat kami bernagkat, meski macet di beberapa titik, tetapi kami masih bisa berjalan dengan lancar. Tidak separah kemacetan lebaran tahun lalu karena kami berangkat pada hari kedua lebaran.
Saat sudah pamit dan tiba ke rumah kerabat kedua, ternyata mobil yang ditumpangi rombongan anggota keluarga tadi mengalami kecelakaan. Bukan kecelakaan sih, sebuah insiden kecil. Jadi, sepupu saya yang kebetulan anak dari om dan tante menjadi drivernya.
Dia sebetulnya sudah punya SIM tetapi memang baru selesai belajar menyetir mobil. Kata adek saya yang ikut jadi penumpang, cara menyetrinya sebenarnya tak masalah. Cukup halus dan tidak sering melakukan pengereman mendadak.
Sayangnya, saat berada di sebuah persimpangan, ada insiden kecil yang terjadi. Saat itu, kondisi jalan sedang padat. Nah, tiba-tiba ada sebuah mobil milik driver ojek online menyelonong masuk. Sepupu saya yang mulanya menarik gas dengan cukup kencang kaget dan panik.
Ia segera melakukan pengereman tetapi gagal. Bagian depan mobil yang dikendarinya menghantap pintu depan mobil driver ojek online tersebut. Alhasil, pintu depan mobil merk Avanza tersebut penyok. Dengan rusaknya mobil yang dikendarainya, sang driver tak terima.
Ia memberi pilihan dua. Pertama, membetulkan kerusakan yang dialami. Kedua, melaporkannya kepada polisi dan diselesaikan di kantor polisi. Dua pilihan ini sama-sama sulit. Membetulkan kerusakan mobil tidak mudah karena saat itu kan kan hari lebaran. Bengkel mobil belum ada yang buka. Ada sih satu kenalan yang bisa melakukannya tetapi baru ada jadwal sore hari. Sopir driver ojek onlinenya keburu kerja mencari uang lagi. Belum lagi saat lebaran banyak sekali orderan yang masuk. Momen yang pas bagi ia untuk mencari uang.
Jika menyelesaikannya di kantor polisi pun juga bukan hal yang diinginkan. Sepupu saya bisa saja masuk penjara karena dianggap lali meski kesalahannya bukan pada dirinya. Hanya saja tidak ada rekaman dashcam dalam mobil sehingga apa yang sesungguhnya terjadi tidak bisa dibuktikan.
Singkat cerita, diriver ojek online tersebut sepakat untuk menerima uang sebesar satu juta rupiah sebagai ganti atas kerusakan. Ia juga paham jika saat itu belum ada satu pun bengkel yang buka. Ia juga paham jika penabrak memiliki itikad baik untuk mengganti kerusakan. Deal pun terjadi dan masalah selesai.
Saat saya melihat kerusakan yang terjadi di mobil om dan tante saya, saya pun tercengang. Tak ada kerusakan yang besar dan hanya sedikit goresan kecil di bagian depan. Itu pun tak terlalu kelihatan dan bisa dikatakan hampir tak rusak sama sekali.
Malah, ada saudara sepupu saya yang lain berkelakar “tank israel dilawan”. Saya ngakak mendengar kelakarnya yang menyamakan mobil om dan tante saya dengan tank israel. Kekuatannya sungguh dahsyat sehingga membuat mobil yang ditabraknya penyok.
Saya pun paham dengan kekuatan rangka mobil-mobil lama yang cukup kokoh. Sebut saja Mistsubishi Kuda ini, Kijang, dan beberapa mobil jadul lain. Saya melihat pada beberapa kasus kecelakaan yang melibatkan mobil-mobil jadul tersebut, rata-rata rangkanya masih kokoh.
Kondisi berbanding terbalik dengan mobil keluaran baru yang rangkanya cukup ringkih. Walau tidak semua, tetapi jika terjadi kecelakaan antara mobil lama dengan mobil baru, rata-rata mobil baru mengalami kerusakan parah sedangkan mobil lama baik-baik saja. Inilah alasan mengapa masih banyak orang yang setia menggunakan mobil lama. Selain mesinnya masoh handal, harga lebih murah, tentu rangka baja bak tank israel adalah kunci.
Tak hanya itu, saya melihat banyak mobil keluaran baru saat ini mudah sekali terbakar jika terjadi korsleting atau kecelakaan. Sebut saja Grand Max yang kejadiannya beberapa waktu lalu di tol. Beberapa kali saya juga melihat berita mobil baru mengalami kecelakaan kemudian terbakar sehingga penumpangnya tidak bisa keluar. Entah bagaimana itu bisa terjadi, yang jelas kejadian tersebut harus dijadikan pertimbangan sebelum membeli mobil.
Semua kembali kepada pilihan masing-masing tetapi adanya dashcam pada mobil adalah kunci berkendara saat ini. Kita tidak tahu apa saja yang terjadi selama perjalanan. Namanya apes tidak ada dalam kalender. Namun, adanya dashcam bisa jadi bukti apa yang sebenarnya terjadi dalam sebuah insiden kecelakaan.
Tags
Catatanku