Caleg kampanye dulu, hihi |
Ceritanya, akhir Januari kemarin saya dihubungi oleh Jeng Lilik, sahabat saya di Kompasiana.
Beliau meminta saya menjadi MC atau pembawa acara di sebuah
acara bedah buku karya seorang Kompasianer, Mim Yudiarto. Kebetulan, MC utama
yang rencananya memandu acara tersebut sedang tidak bisa. Alhasil, saya pun menjadi
MC dadakan.
Jujur, saya belum pernah menjadi MC. Pernah sih sekali saat
SMA dulu kala ada kegiatan ekstrakurikuler. Cuma itu kan MC-MCan alias bukan MC
formal yang dihadiri orang dewasa. Makanya, mulanya saya ragu untuk menerima
tawaran tersebut. Namun, karena ini kesempatan untuk berbicara di depan umum,
apalagi saya niat untuk nyaleg 5 tahun mendatang (baca: caleg-calegan), makanya
saya akhirnya bersedia menerima tawaran ini.
Singkat cerita, saya datang ke Gedung Malang Creative Center
(MCC) di suatu sore. Ternyata di sana belum ada yang datang selain kami bertiga
dan seorang petugas dokumentasi. Ya sudahlah, kami foto-foto dulu di depan banner.
Selfie dulu gak sih |
Saya juga akhirnya ketemu sama Mas Mim Yudiarto, kompasianer
yang bukunya akan dibedah. Beliau merupakan kompasianer kawakan yang sudah lama
menulis fiksi. Beliau cukup produktif. Kalau tak salah, sudah ada 27 buah novel
yang beliau hasilkan.
Kebanyakan adalah novel bertema misteri. Namun, banyak pula
novel romansa, salah satunya berjudul Tak Kenal Maka Taaruf yang akan dibedah
tersebut. Ada pula berbagai Kumpulan puisi, Kumpulan cerpen, dan tulisan
nonfiksi yang sudah dihasilkan oleh Mas Mim.
Mas Mim memaparkan kisahnya. |
Walau sempat molor selama sejam akibat kemacetan jalan,
akhirnya acara yang dihadiri sekitar 30an orang itu bisa saya mulai. Sungguh, mulanya
saya nervous. Namun, untung saja bisa mengendalikan diri dan berhasil memulai
acara. Lantaran tak ingin berlama-lama, saya segera menyerahkan acara kepada
Mas Mim untuk memulai paparan mengenai proses kreatif dalam novel Tak Kenal
Maka Taaruf.
Ternyata, proses pengerjaan novel ini bermula dari tantangan
seorang sutradara bernama Fajar Bustomi. Sutradara film Dilan tersebut menantang
Mas Mim untuk menyelesaikan novel dalam waktu singkat untuk bisa diangkat ke
layar lebar.
Para peserta antusias mendengarkan materi |
Mas Mim pun bercerita bahwa beliau mengerjakan novel ini
hanya dalam waktu 8 hari. Buset, saya kalau 8 hari masih bab 1 mungkin. Mas Mim
mengatakan bahwa beliau sedang dalam mode on fire atau semangat untuk menulis
novel. Saat mode ini berjalan, maka Mas Mim seakan kesetanan untuk segera
menyelesaikan novel.
Buku karya Mas Mim |
Saat menulis novel, Mas Mim juga tidak menjeda lama kegiatan
tersebut. Jika terjeda lama, maka beliau harus membaca dari awal. Itulah mengapa,
proses menulis biasanya akan berhasil jika kita meneruskannya sampai akhir dan
tidak menjeda lama. Saya sendiri merasakannya ketika tulisan saya terjeda lama karena
satu dan lain hal, maka banyak ide yang semestinya bisa terkesekusi dengan baik
akhirnya gagal. Sayang kan?
Mas Mim juga bercerita mengenai alasan mengapa ia cukup
cepat menyelesaikan naskah novelnya. Salah satu alasannya adalah latar tempat yang
digunakan tidak jauh dari kehidupannya, semisal Kota Bogor, pesantren, dan beberapa
tempat wisata di Jawa Barat. Ketika menulis fiksi memang latar yang kuat juga
penting selain penokohan. Biasanya, penulis yang mampu menggambarkan latar
dengan baik akan berhasil dalam menarik minat pembaca.
Pak Agung Buana dari Dinas Pariwisata Kota Malang hadir dalam acara |
Setelah pemaparan mengenai novel Tak Kenal Maka Taaruf, maka saatnya Mbak Lilik dan Mbak Desol, dua kompasiner yang terkenal dengan karya fiksinya memberi tanggapan. Keduanya sepakat bahwa novel ini dikemas menarik dengan plot twist yang tak terduga. Plot twist juga menjadi salah satu kunci dari keberhasilan sebuah novel. Novel yang baik akan memiliki alur yang tak terduga dan bisa membuat decak kagum para pembacanya.
Lalu, sesi tanya jawab pun saya pandu. Ternyata, para
peserta sangat antusias bertanya kepada Mas Mim. Salah satunya ibu Riami,
seorang guru asal Pakisaji Malang yang bertanya bagaimana membuat sebuah cerita
dengan tokoh pria di daerah gambut.
Peserta yang bertanya pada Mas Mim |
Mas Mim memberi paparan bahwa sebagai penulis, kita harus
mengerti latar yang akan kita bangun dengan baik. Kita juga perlu mengerti
konsep logika dalam menyusun latar tersebut. Semisal jika menggunakan latar gambut,
maka kita tidak bisa menggunakan Pulau Jawa sebagai latarnya karena tidak ada
lahan gambut di Jawa. Sebagai gantinya, kita bisa menggunakan Kalimantan atau
Sumatra sebagai lahan gambut. Lantaran sudah memakai lahan gambut sebagai
latar, maka kita bisa menggunakan tokoh seorang transmigrant sebagai tokoh utama.
Ada juga pertanyaan dari Keisha, seorang siswi SMP yang
sudah pernah menulis sebuah buku. Namun, ia sering gamang dengan persepsi orang
atas penilaian bukunya. Mendengar pertanyaan ini, Mas Mim pun mengatakan bahwa
karya yang baik adalah karya yang diselesaikan. Yang penting selesai saja dulu,
urusan penilaian itu nanti. Saya sangat sependapat dengan pernyataan ini karena
memang karya yang baik ya karya yang sudah selesai.
Seorang siswi SMP yang telah menerbitkan buku |
Penyerahan kenang-kenangan kepada dua pemateri. |
Berfoto bersama |
Saya lalu memandu gim dengan hadiah buku dan beberapa
barang. Saya melontarkan pertanyaan kepada beberapa para peserta seputar novel
Tak Kenal Maka Taaruf. Di luar dugaan, saya yang awalnya takut jika saya garing
dalam memandu gim tersebut, ternyata tidak. Malah, kegiatan gim terasa sangat
seru dan mengasyikkan sampai sampai ada beberapa peserta yang mengacungkan
tangan berebut ingin menjawab. Rupanya, inilah yang membuat keasyikan seorang
MC dalam memandu sebuah acara.
Acara pun ditutup dengan berfoto bersama dan bagi-bagi buku. Sungguh, ini pengalaman tak terlupakan sebagai MC dadakan yang belum pernah manggung sebelumnya.
Seru ya acara bedah buku dari mas Wim. Berarti beliau cukup produktif juga sudah buat 27 novel.
ReplyDeletemungkin saya hrs menerapkan metode Mas Mim nih dlm menulis novel, sebab kendala yg sering saya alami ya begitu punya ide nulis tapi tdk diselesaikan dgn cpt, alhasil ya suka lupa lagi dan mengulang dr awal.
ReplyDeleteMksh byk mas, ceritanya bnr2 menumbuhkan semangat saya untuk meneruskan novel2 saya yg tertunda.
Mas Min super hebat. Nulis novel dalam 8 Hari. Mc-nya juga keren... Hehe....
ReplyDelete