Sudah kita ketahui bersama, bahwa Suroboyo Bus dan Feeder Wira-wiri ada dua moda transportasi berbasis Bus Raya Terpadu (BRT).
Walau konsep BRT ini kurang tepat karena tidak memiliki jalur
sendiri, tetapi keduanya memiliki pola operasional yang berbeda dengan angkutan
konvensional. Keduaya tidak bisa bergenti di sembarang tempat, memiliki halte
atau tempat pemberhentian khusus, dan terdapat jadwal yang pasti dari setiap
keberangkatan armada.
Perbedaan pola operasional inilah yang membuat Suroboyo Bus
dan Feeder Wira-wiri diminati oleh masyarakat Surabaya. Keduanya juga dapat
diakses melalui aplikasi sehingga posisi armada yang akan melintas dapat
diketahui. Kepastian inilah yang tidak didapatkan oleh angkutan konvensional.
Meski demikian, keluhan sering kali muncul. Banyak penumpang
yang sering tidak dilayani dengan baik ketika ada armada yang melintas. Maksudnya,
ketika ada armada yang melintas di sebuah halte, armada tersebut tidak berhenti
dan langsung tancap gas. Tentu, hal ini membuat penumpang kecewa sehingga kerap
mengadu di media sosial.
Walau sudah memiliki SOP terkait kegiatan menaikturunkan
penumpang, tetapi ada beberapa kondisi yang membuat Suroboyo Bus dan Feeder
Wira-wiri tidak berhenti dan menaikkan penumpang. Apa saja itu?
Pertama, jumlah penumpang di dalam bus atau mobil sudah penuh.
Alasan ini menjadi alasan utama Surobyo Bus dan Feeder
Wira-wiri tidak berhenti di halte. Setiap armada memiliki kapasitas
masing-masing. Kalau tidak salah, kapasitas penumpang untuk Suroboyo Bus adalah
67 orang dengan 41 tempat duduk dan 25 orang berdiri. Sedangkan, kapasitas maksimal
Feeder Wira-wiri untuk armada Hi-Ace (FD01) adalah 14 dan untuk armada Grand Max
( FD02-07) adalah 10 penumpang. Kadang, jika pada kondisi tertentu untuk armada
Grand Max 8 orang sudah dianggap penuh.
Kondektur tentu akan menolak penumpang naik di halte jika
armada sudah penuh. Selain untuk keamanan, faktor kenyamanan penumpang juga
perlu diperhatikan. Setiap armada memiliki kapasitas angkut yang harus
dipatuhi. Makanya, biasanya armada akan langsung bablas. Jika tidak, armada
tersebut akan berhenti sebentar di halte lalu kondektur memberi tanda bahwa
armada sudah penuh dan penumpang bisa menunggu armada di belakangnya.
Kedua, halte atau tempat pemberhentian tidak terlihat
Halte atau tempat pemberhentian Suroboyo Bus dan Feeder Wira-wiri
yang tidak terlihat jelas juga menjadi salah satu alasan keduanya tidak
berhenti untuk menaikkan penumpang. Beberapa kali, saya pernah tidak disinggahi
oleh Feeder Wira-wiri. Usut punya usut, ternyata palang bus stop tempat saya
menunggu berada di dekat pohon yang tertutup tiang.
Walau pada aplikasi saya sudah benar menunggu di tempat yang
semestinya, tetapi karena terhalang tiang jadinya sopir Feeder wira-wiri
menganggap termpat tersebut bukan tempat pemberhentian. Alhasil, saya harus
menunggu armada berikutnya.
Kadang, palang bus stop terhalang oleh mobil yang lewat atau
parkir. Saya juga beberapa kali tidak terangkut Feeder wira-wiri karena ada
mobil yang mau parkir. Akhirnya armada Feeder yang lewat bablas begitu saja.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memindah
tanda palang bus stop yang tak terlihat. Berkaca pada Surakarta, Dishub di sana
kerap ikut armada Feeder BST saat malam hari menjelang berakhirnya pola
operasi. Biasanya, mereka menanyakan pada sopir halte mana yang tandanya tidak
terlihat jelas agar bisa digeser. Tujuannya, agar tidak terjadi lagi kejadian
armada tidak berhenti di sebuah pemberhentian.
Ketiga, human error
Masalah human error menjadi masalah yang kerap menjangikiti
para pekerja di bidang pelayanan angkutan umum. Salah satunya adalah sopir yang
kurang fokus dalam menjalankan armadanya. Tentu, mereka sudah diberi pembekalan
dan pelatihan. Namun, namanya manusia kadang lupa dan jika sudah di jalan
konsentrasi mereka akan lebih berfokus pada jalan raya.
Di sinilah peran kondektur sangat penting untuk tetap awas
dalam melihat jalan. Meski begitu, kadang kondektur juga melayani penumpang
lain seperti menerima pembayaran. Makanya, ketika melewati sebuah halte, bisa
saja sopir lupa dan kondektur tidak mengingatkan.
Sayangnya, beberapa kondektur juga kurang sigap dan asyik
bermain HP sendiri. Kalau tidak begitu, kadang mereka mengantuk atau tertidur
sebentar. Terlebih, jika di dalam armada tidak ada penumpang. Sayar sering
melihat kondektur Feeder wira-wiri tertidur karena saya satu-satunya penumpang.
Saat berada di sebuah halte dan ada penumpang yang akan naik, maka armada pun
bablas.
Keempat, adanya pengalihan arus lalu lintas
Kota Surabaya sering sekali menggelar event. Apesnya, event
tersebut menggunakan jalan protokol sehingga armad Suroboyo Bus atau Feeder
wira-wiri tidak melewati jalan tersebut. Pada akhir event, ketika jalan mulai
dibuka, seringkali armada keduanya belum bisa menaikkan penumpang di sebuah
halte. Makanya, saat ada event, lebih baik menunda dahulu naik kedua armada ini
karena sering tidak melewati jalan-jalan penting di Surabaya.
Kelima, waktu operasional telah berakhir
Armda feeder wira-wiri atau Suroboyo Bus yang tidak
menaikkan penumpang bisa juga disebabkan waktu oeprasional telah berakhir. Sebenarnya,
waktu operasional keduanya hingga pukul 9 malam. Namun, mendekati jam tersebut
kadang armadanya sudah tidak menaikkan penumpang lagi. Beberapa armada feeder wira-wiri
yang melintas di suatu malam yang saya temui memasang tulisan tidak menaikkan
penumpang. Artinya, mereka sedang menuju pool akhir dan siap untuk mengakhiri
kegiatan hari itu. Untuk itulah, sangat tidak disarankan naik keduanya
mendekati waktu jam operasionalnya berakhir.
Nah itulah beberapa alasan Suroboyo Bus dan feeder wira-wiri tidak lagi menaikkan penumpang di sebuah halte. Semoga bisa jadi bahan perbaikan bagi keduanya dan antisipasi kita sebagai penumpang.