Seorang relawan berdiskusi dengan Anies Baswedan |
Jujur, saya adalah orang yang mageran kalau diajak pergi ke sebuah event besar, terutama yang dihadiri banyak orang.
Saya malas antre dan berdesakan demi hal yang menurut saya
masih bisa saya nikmati dengan cara lain. Namun, tidak dengan acara #DesakAnies
yang menghadirkan salah satu calon Presiden RI, Anies Baswedan.
Sebenarnya, saat itu saya belum menentukan pilihan politik akan condong
ke capres mana. Masih silent reader yang membaca situasi dan kondisi. Kondisi berubah
saat saya melihat debat pertama Capres yang diselenggarakan oleh KPU. Meskipun debat
tidak akan banyak mempengaruhi persepsi masyarakat, tetapi setidaknya saya
menemukan capres yang memiliki kesungguhan dalam menyerap aspirasi rakyat. Tak lain,
calon tersebut adalah calon dengan nomor urut 01.
Sebetulnya, saya masih ragu juga untuk menentukan pilihan
kepada beliau karena saat pilgub 2017 lalu, narasi berbau SARA sangat kental digaungkan
oleh pendukung beliau. Apalagi, saat itu banyak sekali afiliasi dari kelompok
yang sangat keras dalam beragama merapat ke beliau. Alhasil, saya tidak terlalu
bersimpatik.
Semua berubah ketika saya mendengar sendiri ternyata beliau
cukup terbuka dan menerima semua golongan. Mau mendengarkan keluhan warga. Meski
tidak sempurna dan masih banyak kekurangan, tetapi setidaknya saya mengerti
usaha beliau agar masyarakat yang dipimpinnya bisa lebih baik.
Peserta yang hadir sejak jam 3 sore |
Desak Anies sendiri merupakan rangkaian kampanye Anies
Baswedan di beberapa kota. Acara ini bisa dihadiri oleh masyarakat biasa yang
ingin tahu gagasan beliau. Tidak harus pendukungnya yang datang. Makanya,
ketika saya berhasil mendaftarkan diri, ada larangan membawa atribut parpol,
ormas, dan sejenisnya. Yang diperbolehkan adalah membawa spanduk harapan dan
dukungan pada beliau.
Saya bersyukur bisa mendaftar acara ini di Surabaya. Desak Anies Surabaya digelar di DBL Arena yang masih dalam lingkup Graha Pena alias
kantor Jawa Pos. Dari WA panitia, saya mendapat kabar bahwa pintu akan dibuka
sekitar jam 4 sore. Saya pun datang mepet dan baru berangkat dari makan di
Delta Plaza sekitar jam 3 sore lebih.
Apesnya, di seberang DBL Arena, tepatnya di Jatim Expo, ada gelaran
kampanye sholawatan dan pengajian dari paslon 02. Yah sebetulnya tak masalah
karena bagi saya orang bebas berkampanye. Namun, saya sering merasa bahwa paslon
ini sering berkampanye mengikuti tempat paslon lain berkampanye. Tidak hanya 01
tapi juga 03. Di mana dua paslon ini kampanye, pasti paslon ini akan kampanye
di tempat yang tak begitu jauh.
Saya naik Feeder 07 dari Delta Plaza dan turun di Halte MPP
Siola. Dari Halte MPP Siola, saya naik Suroboyo Bus arah Bungurasih. Jika melihat
info dari Dishub Surabaya, maka bus ini tidak akan berhenti di UINSA atau seberang
DBL karena ada acara kampanye 02 tadi. Untung saja, saat itu bus bisa berhenti
karena kampanye telah berakhir.
Setelah turun dari bus, saya langsung berjalan kaki menyeberang
jalan dan berpapasan dengan pendukung 02. Mereka banyak yang membawa nasi kotak
dan air mineral menuju bus dan angkot. Mungkin inilah alasan panitia dari 01
melarang peserta memakai atribut yang berhubungan dengan 01. Takut jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Saya berjalan kaki saja dan menaiki JPO yang sangat tinggi. Sungguh,
saya ingin curhat ke abah Anies masalah transportasi umum dan akses publik di
Surabaya ini. Makanya, saya mempercepat langkah takut kalau telat dan tidak
bisa masuk.
Sesampainya di depan DBL, ternyata yang datang sudah banyak
sekali. Open gate yang katanya dimulai jam 4 sore tenryata molor. Baru jam
setengah 5, gelombang massa mulai dipersilakan masuk. Saya menyesalkan tidak
ada panitia yang mengatur di luar arena. Peserta pun mulanya saling berebut
untuk masuk. Pun saat panitia di dalam memasukkan peserta yang boleh masuk
berdasarkan gender secara bergantian. Peserta yang di depan pintu tidak otomatis masuk dan
menunggu peserta di belakangnya bisa masuk.
Belum-belum saya sudah melakukan kritik, tetapi ini penting
menyangkut keamanan dan kenyamanan. Harusnya, ada pengaturan yang lebih baik
lagi. Bisa jadi, jumlah relawan yang kurang menjadi penyebabnya. Semoga saja,
saat nanti ada acara serupa bisa dilakukan lebih baik lagi.
Untunglah, saya bisa masuk dan harus ikut aturan. Tas saya
dicek sebelum pengecekan identitas. Peserta dilarang membawa air mineral dalam
botol. Saya sudah tahu aturan ini setelah membaca pengalaman peserta di tempat
lain. Saya pun membawa air mineral dalam tumblr dan beberapa roti.
Lalu, saya dipersilakan ke panitia yang melakukan pengecekan
nama. Setelah itu, saya diberi gelang dan dipersilakan masuk. Rupanya, saya
memang agak terlambat karena hampir 80 persen tribun sudah penuh. Saya bergegas
naik ke tribun paling tinggi.
Di sana, saya bertemu dengan seorang pemuda asal Ambon yang
bekerja di Surabaya. Saya sampai lupa berkenalan tetapi kami langsung akrab. Ia
sangat mengidolakan Anies Baswedan karena merasa pembangunan di Jakarta sangat baik selama Abah memimpin ibukota. Tak lama, gelombang massa semakin
banyak dan kebanyakan dari mereka tidak dapat tempat duduk.
Bertemu teman baru asal Ambon |
Saya harus menunggu lama karena Abah Anies baru tiba sekitar
jam 8 malam. Selama itu, banyak acara yang digelar seperti adanya komika,
pidato dari mantan Bupati Lumajang, dan beberapa orang biasa yang mau berorasi.
Yang saya heran, gelombang massa yang datang semakin malam
semakin banyak. Kalau kata panitia, ada sekitar 13 ribu orang mendaftar dan
masih banyak orang harus di luar arena dengan nobar acara ini. Saya beruntung bisa
masuk.
Penonton yang tidak bisa masuk arena melihat di layar. |
Abah Anies pun akhirnya datang. Beliau menyapa dan berorasi
sebentar di luar untuk menghargai massa yang tidak bisa masuk. Beliau dengan
susah payah akhirnya sampai di podium kecil untuk memulai acara.
Abah Anies membuka acara dengan membaca spanduk dari
peserta. Salah satu spanduk yang begitu saya ingat adalah “Kami Tidak Punya
Paman di MK, Tetapi Kami Punya Doa pada Yang Maha Kuasa”…
Aminnn
Segera saja para peserta di dalam arena meneriakkan gema. Abah
Anies lalu memaparkan mengenai demokrasi kita yang berada di ujung tanduk. Ada banyak
negara yang harus kehilangan sistem demokrasinya karena salah memilih pemimpin
saat pemilu. Makanya, pemilu kali ini adalah pemilu yang tepat untuk
menyelamatkan demokrasi kita.
Saya sendiri sepakat untuk hal ini. Bagaimana peraturan
diubah dengan sedemikian rupa untuk meloloskan keinginan mereka yang berkuasa. Bagiamana
mereka menggerakkan buzzer terkutuk untuk menghantam mereka yang tidak sependapat
dengan mereka. Bagaimana mereka secara struktur dan sistematis mulai menggerakkan
aparat demi memuluskan jalan ke istana.
Abah menyapa peserta Desak Anies |
Saya tak heran dengan banyaknya massa yang hadir. Mereka rela
tidak dibayar, tidak mendapat makanan atau apapun. Harus berdiri lama, antre, dan berlarian menuju venue. Saya yakin mereka semua sudah muak dengan apa yang terjadi
sekarang, terutama soal ketidakadilan.
Dapat tempat duduk paling atas |
Ada banyak pertanyaan dan jawaban bagus saat Desak Anies
Surabaya ini. Salah satunya adalah soal mengapa perpustakaan kita tidak begitu
maju dan tidak bisa diakses hingga malam. Padahal menurut Abah, kemauan dan kemampuan
membaca sangat penting dan itu bisa didapat dari fasilitas perpustakaan yang baik
pula.
Kemauan membaca baik, tetapi diiringi dengan kemauan menulis
jauh lebih penting. Dengan kemauan membaca dan menulis yang tinggi, banyak ide
dan gagasan yang timbul sehingga bisa memecahkan banyak masalah. Sayang, kurangnya
perpustakaan yang baik menjadi penghalang.
Ada pula curhatan mengenai seorang ibu yang berjuang menjadi
relawan bank ASI bagi bayi dan balita piatu. Beliau curhat betapa sulitnya
mengelola kegiatan ini karena kurangnya dukungan pemerintah. Makanya, Abah akan
berkomitmen membantu program baik ini karena bagaimana pun bayi butuh ASI eksklusif.
Abah juga menambahkan bahwa selain ASI, kesehatan mental ibu
dan ayah juga penting untuk mendukung parenting tumbuh kembang anak. Dengan kesehatan
mental ibu dan ayah yang baik, maka anak akan bisa tumbuh dengan baik. Caranya adalah
dengan memaksimalkan lingkungan tedekat, Makanya, peran berbagai organisasi
seperti Dasa Wisma, PKK, dan lain lain sebagainya sangat penting dalam membantu
parenting ibu dan ayah ini. Entah dengan penyuluhan dan sejenisnya.
Masih banyak sebenarnya diskusi mengenai banyak hal mulai
pertanian, pendidikan, jaminan sosial, dan sebagainya. Namun, saya merinding
ketika acara ditutup dengan lagu perjuangan tahun 98. Aduh, rasanya saya ikut haru
melihat banyak orang ingin sekali adanya perubahan. Bukan perubahan yang
langsung mendadak jadi baik dan total seperti negara di Eropa. Paling tidak,
rasa keadilan, kenyamanan, kebebasan bersuara, dan kesejahteraan bisa jauh
lebih baik dari sekarang. Saya pun pulang dengan rasa bahagia. Walau pertanyaan
saya tidak bisa saya utarakan, tetapi saya bisa menuliskannya ke wall of hope yang
dipasang di luar arena.
Menuliskan harapan di wall of hope |
Saya sangat berharap Abah bisa menang. Namun, hasil quick count berkata lain. Meksi kecewa, tapi tak masalah. Saya sangat berterima kasih pada Abah dan Tim Ubah Bareng yang menyelenggarakan acara ini. Acara ini sangat baik dalam proeses demokrasi saat partisipasi warga begitu dihargai.
Hanya mendapat air mineral |
Acara ini juga menyedot banyak warga yang
mulanya apatis menjadi mau ikut ambil bagian dalam proses demokrasi. Dan yang paling penting, dengan acara ini, saya bisa berkata bahwa saya bangga bisa ikut ambil bagian dalam memilih pemimpin yang sebagai pemilih kita diajak untuk berpartisipasi. Bisa diberikan ruang untuk tidak setuju dan bukan terpasung pada pengkultusan individu. Pengkultusan individu yang akhirnya mematikan sistem demokrasi itu sendiri.