Kereta Api Batara Kresna tiba di Stasiun Solo Kota |
Liburan Natal kemarin menjadi momen bagi saya untuk berjalan-jalan sebentar mencari udara segar.
Namanya musim liburan, tentu banyak tempat wisata sudah
ramai pengunjung. Uniknya, saya sangat menghindari tempat wisata yang ramai
ketika liburan. Bukannya healing, malah jadi pusing. Makanya, saya selalu
mencari tempat yang sekiranya sepi, murah, dan saya bisa bahagia di sana.
Pilihan pun jatub ke Wonogiri. Kota di Tenggara Jawa Tengah
ini menjadi tujuan saya karena saya tiba-tiba ngidam untuk naik kembali KA
Batara Kresna. Kereta api lokal yang berangkat dari Stasiun Purwosari Solo ini
sebenarnya pernah saya naiki tahun 2019 lalu.
Sudah lama sebenarnya dan kini saatnya mencoba kembali. Apalagi,
saat itu saya hanya sampai di Sukoharjo, tak sampai Wonogiri. Alhasil, saya
belum pernah menjejakkan kaki di kota yang terkenal dengan Waduk Gajah
Mungkurnya ini.
Meski sebenarnya kita lebih asyik naik KA ini dari Stasiun
Purwosari karena bisa melihat pemandangan rel di tengah Kota Solo, tetapi saya
memilih untuk naik dari Stasiun Solo Kota atau stasiun Sangkrah. Tujuannya agar
saya bisa menikmati bangunan stasiun jadul ini serta jadwal kereta yang lebih
siang. Saya bisa lebih leluasa untuk menyiapkan diri dan tidak terburu-buru
ketika berangkat ke stasiun.
Singkat cerita, saya berangkat dari penginapan di daerah Nonongan,
Keprabon sekitar pukul setengah 6 pagi. Saya memilih naik ojek online karena
jarak halte BST ke stasiun ini cukup jauh. Halte BST terdekat adalah Halte BST
PGS. Berjalan kaki dari halte BST cukup riskan karena bisa saja saya tertinggal
kereta. Makanya, opsi naik ojek online adalah yang terbaik.
Pagi sekali berangkatnya |
Ternyata, saya datang masih terlalu pagi. Sekuriti stasiun
masih belum ada di tempatnya. Mbak-mbak petugas loket malah masih akan mencari
sarapan di sekitar stasiun. Saya pun mengikuti jejak mbaknya mencari sarapan. Namun,
saya hanya membeli gorengan saja.
Saya tak membeli nasi karena nanti akan sarapan Nasi Langi di
Wonogiri. Bagi saya, yang penting saat itu perut tidak kosong dulu. Makanya,
saya membeli gorengan berupa onde-onde dan weci atau sering dibilang ote-ote. Lumayan
juga dua buah gorengan ini untuk mengganjal perut.
Peron stasiun baru dibuka sekitar pukul 6 pagi. Padahal,
kereta akan tiba dan berangkan sekitar pukul 06.19. masih ada waktu untuk
mengeksplorasi sebentar stasiun tersebut. Berbeda dengan stasiun lain, sistem check-in
di stasiun ini masih manual. Penumpang menunjukkan tiket kertas atau e-ticket
kepada petugas keamanan. Belum ada mesin check-in seperti stasiun lain.
Masih sepi gaes |
Stasiun Solo Kota melayani keberangkatan dan kedatangan KA
Batara Kresna. Ada dua jadwal keberangkatan KA Batara Kresna, yakni pukul 06.19
dan sekitar pukul 10 pagi menuju Wonogiri. Sedangkan, kedatangan dari Wonogiri
di Stasiun Solo Kota ini adalah pukul setengah 10 pagi dan setengah 2 siang. Harga
tiketnya sendiri adalah 4 ribu rupiah. Cukup murah bukan? Saya sih kalau
healing sekarang cari yang murah, cari yang sepi, dan cari yang hepi.
Di dalam peron stasiun, ternyata ada beberapa penumpang yang
sudah duduk di kursi. Mereka juga mulai membuka bekal sarapan. Stasiun ini
tidak sebesar stasiun lain dan bahkan paling kecil di Solo. Makanya, kadang
banyak orang yang tidak tahu bahwa Solo memiliki 5 buah stasiun. Kelima staisun
tersebut adalah Solo Balapan, Solo Jebres, Purwosari, Solo Kota, dan Kadipiro.
Nikmati sunrise dulu |
Saya menikmati jendela dengan fasad unik dengan lubang ventilasi
lingkaran yang cukup besar. Lubang ini menjadi sumber cahaya yang cukup sehingga
ruangan tidak pengap. Meski jadul, tetapi stasiun ini terhitung baru dibandingkan
tiga stasiun besar lain. Makanya, bentuk gaya khas Belanda masih tergambar
jelas hingga kini.
Tak terasa, kereta yang saya tunggu pun tiba tepat pada
waktunya. Saya bergegas keluar ruang tunggu dan menuju peron. Tiket KA Batara
Kresna yang tidak terdapat tempat duduk membuat saya harus segera mencari tempat
kosong. Untung saja, saat itu penumpang ternyata tidak terlalu banyak. Saya bisa
duduk dengan nyaman bahkan berpindah tempat.
Kondisi ini tentu berkebalikan dengan KRL Jogja-Solo yang
selalu penuh. Bahkan saking penuhnya sampai susah untuk bergerak. Makanya, saya
menghindari dulu naik KRL Jogja-Solo karena euforia masyarakat masih tinggi. Lebih
baik naik KA Batara Kresna yang sepi dan bisa selonjoran.
Siap-siap keretanya datang |
Perjalanan selama sekitar 1,5 jam sangatlah menyenangkan. Beberapa
kali saya bertemu dengan banyak orang yang menunggu kereta ini lewat. Banyak ada
kecil yang melambaikan tangan untuk menyapa para penumpang di dalam kereta. Kadang,
saya membalas lambaian tangan mereka agar sama-sama bahagia.
Pemandangan mulai berubah ketika kereta masuk wilayah Kabupaten
Sukoharjo. Di sini, hamparan sawah hijau membentang luas yang cukup memanjakan
mata. Hamparan luas itu berpadu dengan gedung pencakar langit karena saat itu
kereta dekat dengan kawasan Solo Baru yang menjadi daerah penyangga dan
pengembangan Kota Solo.
Sebelum sampai di Stasiun Wonogiri, kereta berhenti di dua
stasiun, yakni Sukoharjo dan Pasar Nguter. Walau tidak banyak, di dua stasiun
tersebut masih ada penumpang yang naik dan turun. Kereta Batara Kresna memang
berjalan lambat. Maksimal, kecepatannya hanya 30 km/jam. Itukah mengapa saat
saya naik ada proses pembangunan rel baru agar kecepatan kereta bisa bertambah.
Jika kecepatan kereta bisa bertambah, maka waktu tempuh menjadi semakin lebih singkat
dan frekuensi perjalanan bisa ditambah.
Sampai Stasiun Pasar Nguter |
Walau demikian, tak terasa saya sampai di jembatan batas
antara Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wonogiri. Memasuki wilayah Wonogiri, kontur
tanah pun mulai berbukit dengan hamparan hutan lebat. Kereta pun akhirnya
sampai di Stasiun Wongiri sekitar pukul 07.45.
Sampai juga di Wonogiri |
Saya bergegas keluar dan mencari warung depan stasiun. Tak perlu
pikir panjang, saya makan nasi Langi. Teryata, Nasi Langi adalah perpaduan antara
nasi dengan lauk telur kecap, srundeng, sayur labu, dan sambal goreng tempe
basah. Meski terihat sederhana, ternyata rasanya enak banget. Saya sampai kalap
karena perpaduan rasa manis kahs Jawa Tengah dan gurihnya pas. Seporsi Nasi
Langi harganya sekitar 12 ribu rupiah.
Akhirnya bisa makan Nasi Langi |
Akhirnya whistlist sederhana saya bisa ke Wonogiri makan Nasi Langi kesampaian. Lalu saya pun melanjutkan ke harapan selanjutnya yakni naik Trans Jateng Koridor 7 dari Wonogiri ke Solo. Seperti apa keseruannya? Simak pada ulasan berikutnya.