Tanda pencegahan penyakit kusta di sebuah faskes. - Dok. Istimewa |
Peringkat penderita kusta di Indonesia yang menempati posisi tiga besar di bawah India dan Brazil bukanlah sesuatu yang menggembirakan.
Banyaknya penderita kusta yang masih mendapat stigma di
negeri ini juga menambah daftar panjang masalah pencegahan dan penanganan
kusta. Kesadaran akan penyakit kusta dari lintas generasi yang rendah juga
membuat penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang cukup penting untuk ditangani.
Agar kesadaran mengenai pencegahan penyakit kusta bertambah,
maka momen peringatan Hari Kusta Sedunia menjadi tonggak penting. Momen yang
diperingati pada minggu terakhir bulan Januari ini bisa menjadi salah satu momen
untuk mengakhiri stigma pada Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).
Momen peringatan Hari Kusta Sedunia juga menjadi momen
meningkatkan kesadaran untuk memberi dukungan medis dan sosial pada OYPMK. Tak hanya
itu, dukungan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat luas juga
perlu diberikan untuk mengurangi stigma pada OYPMK.
Dalam rangka peringatan Hari Kusta Sedunia, radio KBR menyiarkan
ruang publik untuk melakukan sosialisasi kusta. Siaran yang dipandu oleh Rizal
Wijaya ini menghadirkan Agus Wijayanto MMID selaku direktur eksekutif NLR
Indonesia dan Hana Krismawati, Msc., selaku pegiat kusta dan analis kebijakan pada
Kementrian Kesehatan RI.
Dok. KBR.Id |
Program Implementatif Pencegahan Kusta
Menurut Bu Hana, banyak masyarakat Indonesia masih belum
mengenal dengan baik penyakit ini. Untuk itulah, sosialisasi mengenai awareness
atau kesadaran tentang penyakit ini sangatlah penting. Dengan meningkatkan
kesadaran akan kusta, maka juga turut membantu penderita kusta bisa segera
sembuh.
Maka dari itu, perlu ada kesatuan program yang bersifat
inklusif. Program ini juga hendaknya implementatif, artinya segera diaplikasikan
ke masyarakat. Tidak sekadar imbauan atau anjuran saja. Salah satunya adalah
upaya percepatan untuk mendeteksi penyakit ini secepat mungkin. Jika deteksi
bisa dilakukan lebih cepat, maka pencegahan penularannya juga bisa dilakukan
dengan segera.
Ibu Hana Krismawati dari Kemenkes. - Dok. KBR. Id |
Sebenarnya, geliat sektor pemerintahan untuk pencegahan kusta
ini sudah cukup baik. Lantaran, sejak tingkatan fasilitas kesehatan (faskes) pertama seperti puskesmas,
deteksi pasien kusta sudah bisa dilakukan. Per akhir 2023 lalu, terdapat 14.200an
jumlah penderita kusta baru dari 17 ribuan yang terdaftar. Memang jumlahnya tidak
sebanyak pasien penyakit lain, tetapi penyakit ini harusnya bisa segera
dieliminasi.
Selain percepatan deteksi dini penderita kusta, sosialisasi
yang luas kepada masyarakat juga diperlukan. Salah satunya melalui ruang publik
KBR ini yang disiarkan ke seluruh dunia sehingga masyarakat luas dapat memahami
lebih baik mengenai penyakit ini.
Upaya NLR Indonesia Mencegah Kusta di Indonesia
Pentingnya media dalam menyebarkan pemahaman kusta juga dibenarkan
oleh Bapak Agus dari NLR Indonesia. Media sangat penting dalam meluruskan
informasi mengenai mispersepsi penyakit kusta. NLR Indonesia, sebuah organisasi
yang sudah sejak 1976 bergerak di bidang pencegahan kusta sering bermitra dengan
media agar sosialisasi tentang kusta bisa dilakukan dengan baik.
Selain media, NLR Indonesia juga bermitra dengan pemerintah
dan masyarakat. Integrasi yang dibangun dengan berbagai pihak diharapkan bisa
mencegah kusta lebih baik. Tak hanya itu, NLR Indonesia juga mendorong adanya
inter agency agar OYPMK mendapatkan akses layanan dasar dengan lebih baik lagi.
Bapak Agus Wijaya, Direktur Eksekutif NLR Indonesia. - Dok. KBR.Id |
Ada tiga upaya utama yang telah dilakukan oleh NLR Indonesia.
Pertama adalah mendorong kebijakan daerah agar lebih baik dalam menangani
kusta. Kedua dalam kaitannya pencegahan kusta, NLR Indonesia mendampingi puskesmas
dengan tenaga ahli dan berbagai peralatan medis yang diperlukan. Ketiga, NLR
Indonesia juga melakukan voicing the voice, yakni mendorong OYMPK dalam
menginspirasi orang lain sehingga diskriminasi terhadap mereka bisa diakhiri.
Petingnya mengakhiri diskriminasi ini penting agar pasien
kusta bisa jujur saat memeriksakan diri di Puskesmas seperti penuturan Bu Hana.
Keluarga penderita harus memberi dukungan penuh dan OYMPK tidak boleh
dikucilkan. Pemahaman penyakit ini yang hanya bisa menular dalam waktu yang
cukup lama dan kontak erat juga perlu diberikan. Yang paling penting, tenaga
kesehatan tidak boleh memberikan stigma pada penderita kusta.
Persepsi Kusta dan Kemiskinan
Sebagai negara dengan penderita kusta tinggi, seringkali
penyakit ini dipercaya berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan. Memang, kebanyakan
penderita kusta ditemukan pada banyak negara miskin dan tropis dengan populasi
tinggi. Walau demikian, tidak serta merta tingkat kemiskinan berhubungan langsung dengan jumlah penderita kusta.
Beberapa aspek seperti nutrisi dan kekebalan tubuh seseorang
menjadi penyebab tingkat penyebaran penyakit kusta cukup tinggi. Jika seseorang
tidak terlalu kebal dan tingkat nutrisinya kurang, maka ia akan lebih mudah
menderita kusta.
Prevalensi penderita kusta tiap ptovinsi pada 2019. - Sumber Kemenkes |
Di Indonesia sendiri, Papua Barat menjadi provinsi dengan
prevalensi penderita kusta terbanyak. Artinya, jumlah penderita kusta tiap
10.000 penduduk cukup tinggi di provinsi tersebut. Sedangkan, Jawa Tengah dan
Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah penduduk kusta tertinggi.
Agar jumlah penderita kusta bisa ditekan, maka upaya yang bisa
dilakukan adalah melalui transformasi Kementerian Kesehatan. Ada 6 pilar dalam transformasi
ini. Salah satunya adalah transformasi layanan primer. Puskesmas yang menjadi
rujukan pertama masyarakat saat ini telah dilengkapi dengan fasilitas yang
lengkap sehingga penderita kusta bisa dideteksi di puskesmas tanpa perlu ke rumah sakit.
Pentingnya Digitalisasi Pelaporan Kusta
Digitalisasi pelaporan kusta juga mulai digalakkan agar pasien
yang tercatat bisa segera ditangani. Sebelumnya, pelaporan penderita kusta
terutama yang baru dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang
lama.
Tak hanya itu, kemandirian obat juga menjadi langkah jitu
dalam mencegah kusta lebih baik. Dulu, penderita kusta tergantung pada obat dari
WHO. Saat ini, Kementerian Kesehatan telah memproduksi obat kusta sendiri sehingga
distribusinya bisa lebih cepat dan penderita kusta bisa segera sembuh.
Berbagai terobosan Kemenkes tersebut juga diapresiasi NLR
Indonesia. NLR Indonesia juga telah menjangkau 30 persen kabupaten/kota di
Indonesia dalam bersinergi dengan Kemenkes untuk mencegah kusta. NLR Indonesia
juga mendorong kebijakan pemerintah daerah agar hak-hak penderita kusta tidak mengalami stigma.
Dalam masa mendatang, tantangan hadir bagi para akademisi Indonesia untuk lebih aktif meneliti penyakit kusta. Lantaran, jumlah penelitian tentang penyakit ini di Indonesia masih kurang. Dengan banyaknya penelitian, maka pencegahan penyakit kusta juga diharapkan bisa lebih baik lagi.