Dokumen KBR |
Beberapa tahun terakhir, jumlah penderita kusta di Indonesia mengalami stagnasi.
Meski demikian, jumlah penderita kusta di Indonesia masih
terbilang tinggi dan menempati peringkat ketiga dunia di bawah India dan
Brazil. Terlebih, rasio penyandang disabilitas akibat kusta masih cukup tinggi
yakni 6,6 orang per 1 juta penduduk. Padahal, pemerintah menargetkan jumlahnya
hanya di bawah 1 orang per 1 juta penduduk.
Salah satu masalah dalam pengendalian penyakit kusta di
Indonesia adalah penyakit ini yang mudah menular. Sosialisasi yang belum maksimal
juga menjadi hambatan. Meski demikian, upaya pengendalian penyakit ini
diperkuat setelah wabah covid-19.
Pada 2021, jumlah penderita kusta yang tercatat di Indonesia
sekitar 140.000 pasien. Jumlah tersebut memang lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya. Namun, lambannya penemuan kasus baru menyebabkan banyak penderita
kusta terlambat dalam pengobatannya.
Dalam rangka untuk mewujudkan Indonesia Bebas Kusta, maka
Ruang Dengar Publik Radio KBR mengadakan talkhow bertajuk Sasakawa Health
Foundation dan Kusta di Indonesia. Talkshow ini menghadirkan tiga narasumber
yang berkaitan dengan pencegahan penyebaran pernyakit kusta.
Dok. KBR |
Pertama adalah Ms. Aya Tobiki selaku Chief Program Officer
Hasen Disease Program Sasakawa Health Foundation. Kedua adalah Bapak Asken
Sinaga selaku Direktur Eksekutif NRL Indonesia. Sedangkan narasumber ketiga
adalah Mas Ardi Yansyah selaku OYPMK dan Ketua Permata Bulukumba.
Mengenal Sasakawa Health Foundation
Pemaparan pertama disampaikan Ms. Aya Tobiki yang datang
langsung dari Jepang. Beliau mengenalkan Sasakawa Health Foundation, organisasi
NGO Jepang yang bergerak di bidang kusta atau leprosi. NGO yang berdiri sejak
1974 ini berfokus pada 3 pilar utama. Pertama adalah mencegah penyebaran
penyakit kusta. Kedua adalah menghilangkan diskriminasi yang diterima penderita
kusta. Ketiga adalah menyampaikan sejarah penanganan penyakit kusta.
Sasakawa Health Foundation memiliki visi semua manusia
berhak sehat dan bermartabat lebih baik. Sedangkan visinya adalah mendukung
penuh upaya peningkatan kesehatan manusia. Visi dan misi ini dinyatakan dalam
berbagai kegiatan yang dilakukan di berbagai negara.
Ms. Aya Tobiki dari Sasakawa Health Foundation. - Dok. KBR |
Di Indonesia, Ms. Aya Tobiki mengunjungi tiga tempat berbeda
dalam kaitannya menangani penyakit kusta, yakni Pasuruan, Indramayu, dan Cirebon.
Pada kunjungan ke Pasuruan, tepatnya di Puskesmas Nguling, Ms. Aya Tobiki
menemukan kerja sama yang sangat erat dari berbagai pihak dalam pencegahan
penyakit kusta.
Salah satunya adalah kegiatan senam bersama dengan tema
kusta yang dilakukan oleh tim PKK. Adanya senam ini turut membantu penyebaran
informasi yang benar dan tepat mengenai penyakit kusta. Di Indramayu, Ms. Aya
Tobiki mendapatkan fakta kerjasama yang baik antara Dinas Kesehatan dan perangkat
terkait dalam melakukan rujukan terhadap penderita kusta.
Di Indramayu juga terdapat peer conselor, yakni sahabat
sebaya untuk memotivasi para penderita kusta agar mental terjaga. Adanya peer conselor
ini penting karena dapat menjadi salah satu ujung tombak penangangan kusta. Penderita
kusta biasanya akan merasa down ketika mengetahui banyak orang di sekitarnya
yang menjauhinya. Sementara, di Cirebon ada kreasi kerajinan tangan yang
berasal dari para penderita kusta.
LSM seperti Sasakawa Health Foundation akan berusaha sedekat
mungkin dengan pasien kusta. Mereka juga akan memotivasi pasien agar bisa
sembuh dengan terapi yang sudah dijalankan. Selain itu, bagi penderita yang
baru terkena kusta, maka akan dibantu rujukan yang lebih cepat dan tepat.
NLR Indonesia Hadir untuk Indonesia Bebas Kusta
Dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit kusta, NLR
Indonesia melihat gap pencegahan kusta yang belum tersentuh oleh pemerintah. Gap
inilah yang akan dibantu oleh NLR Indonesia seperti yang dipaparkan Bapak Asken
Wijaya.
Sebenarnya, negara sudah memiliki pedoman dan program
terkait penanganan penyakit kusta. NLR Indonesia mendukung berbagai program tersebut
melalui pendekatan inovasi. NLR Indonesia juga melakukan berbagai
penanggulangan pencegahan kusta secara efektif.
Bapak Asken Sinaga dari NLR Indonesia. - Dok. KBR |
Bentuk inovasi yang dilakukan seperti peer conseling
project. NLR Indonesia akan melakukan training terhadap Orang Yang Pernah
Menderita Kusta (OYPMK). Mereka akan menjadi konselor bagi penderita kusta
karena bisa berbagi pengalaman dan motivasi bagi penderita yang belum sembuh.
Selain itu, NLR Indonesia juga berperan dalam membantu
secara teknis dengan melakukan awareness rising ke masyarakat. Salah satunya
adalah sosialisasi melalui medsos dan konvensional. NLR Indonesia juga
melakukan advokasi dan jejaring bersama pihak lain. Beberapa pihak yang
digandeng antara lain NGO yang berfokus pada penyandang disabilitas, lembaga riset,
dan kelompok pemuda.
Dengan jejaring tersebut, diharapkan eleminasi penyakit
kusta bisa berlangsung maksimal. Jejaring ini diperlukan karena pencegahan
penyakit kusta tidak bisa dilakukan sendiri. Dukungan advokasi baik medis
maupun nonmedis juga diperlukan.
Penderita Kusta Tidak Boleh Didiskriminasi, Harus Diberdayakan
Menderita penyakir kusta memang cukup membuat seseorang
terpuruk. Itulah yang dialami oleh Mas Ardi Yansyah ketika sempat menderita
kusta selama beberapa tahun. Menurut pemaparannya, martabat penderita kusta terasa
tidak sama seperti sebelumnya.
Banyak orang yang menjauhinya terutama orang sekitar. Perubahan
sikap pun dirasakan olehnya saat satu per satu orang yang dulu akrab dengannya
mulai menjauh. Tentu, perubahan ini membuatnya sempat mengalami depresi.
Namun untungnya, sejak 2018, beliau bermitra dengan NLR
Indonesia. Kemitraan ini dijalankan bersama Permata Bulukumba, organisasi yang
diikutinya. Berkat mitra yang dijalankan, banyak pemahaman medis dan nonmedis
seputar penyakit kusta yang beliau dapatkan.
Mas Ardi Yansyah. OYPMK dan Ketua Permata Bulukumba. - Dok. KBR |
Beliau juga sering menjadi narasumber dalam kaitannya
pencegahan penyakit kusta, terutama di daerahnya. Tidak hanya berdampak baik
pada diri beliau saja, tetapi kemitraan ini berdampak pula pada lingkungan di
sekitarnya.
Salah satunya adalah upaya penyusunan peraturan desa (Perdes)
mengenai pencegahan disabilitas akibat kusta. Perdes ini merupakan Perdes
pertama yang dikeluarkan di Sulawesi Selatan. Adanya Perdes ini dapat membuat
pencegahan kusta di sebuah desa menjadi lebih baik.
Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan seperti deteksi dini
kusta, fasiitas layanan kesehatan kusta yang memadai, stigma penderita kusta
yang bisa dihindari, dan pembentukan keompok seperti peer conselor.
Kemitraan dengan NLR Indonesia juga termasuk pemberdayaan
para penderita kusta dan OYPMK untuk mengelola kebun. Dengan begini, mereka
tidak merasa didiskriminasi dan berdaya sehingga juga mempengaruhi semangat
untuk sembuh dan bebas kusta.
Hadirnya LSM seperti Sasakawa Health Foundation dan NLR Indonesia memang sangat penting. Keduanya hadir untuk mencegah stigma penderita kusta dan mengusahakan agar kasus kusta di Indonesia bisa nihil melalui program yang berkelanjutan.