Berapa Lama Anda Memberi Batas Waktu Toleransi Orang yang Telat Janjian?

jam karet
Ilustrasi jam karet. - Dok Istimewa

Pertanyaan ini pasti menjadi pertanyaan wajib di Indonesia.

Sebegai manusia yang sadar sepenuhnya hidup di negara berkembang dengan budaya luhur jam karet, pertanyaan tersebut seakan menjadi pertanyaan dasar selain agama. Ada banyak variasi yang akan menjadi jawaban orang-orang yang tinggal di Indonesia. 

Ada yang 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, bahkan berjam-jam. Ada juga yang sangat strict tidak memberi batas waktu toleransi bagi mereka yang terlambat hadir janjian. Namun, ada pula yang woles. Saking tahunya akan datang terlambat, kadang mereka memberi waktu tunggu hingga berjam-jam. Bahkan mungkin berhari-hari meski yang ditunggu tak datang jua.

Janji adalah hutang. Termasuk janji untuk bertemu. Meski hanya bertemu untuk haha-hihi, ada waktu yang harus dikorbankan seseorang untuk datang ke tempat janjian. Ada usaha, daya, dan energi, serta biaya yang bisa jadi tidak sedikit untuk memenuhi janjian.

Masalahnya, sebagian besar orang Indonesia yang memiliki janji dengan orang lain sering terlambat. Entah sengaja atau tidak sengaja, tetapi probabilitas mereka hadir tepat waktu rasanya kecil sekali. Kalau pun mereka tepat waktu, mereka seakan menjadi minoritas. Bahkan, menjadi sesuatu hal yang kerap menjadi keanehan atau bahkan bahan olok-olok. Ketika janjian jam 8 pagi dan ada yang datang pukul 8 kurang, maka tak jarang mereka menjadi bahan bercandaan dengan kalimat:

“Wah, rajin sekali!”

Kalimat bercandaan yang mungkin menjurus olokan dan semestinya bisa dibalas dengan kalimat:

“Wah, malas sekali!”

Alhasil, mereka yang mulanya rajin datang lebih dulu dan tepat waktu untuk bertemu menjasi ikut malas. Tidak hanya sekadar malas dengan datang sangat terlambat, tetapi bisa jadi mereka tidak mau lagi datang untuk janjian. Tali silturahmi bisa putus karena kesungguhan dan niat mereka seakan sia-sia. Rasanya tak berharga sekali dengan hadir lebih awal dan tepat waktu.

Kalau sudah begini, lantas siapa yang rugi?

Budaya tidak tepat waktu memang menjengkelkan. Saya sendiri seringkali harus mengelus dada ketika berhadapan dengan orang yang tidak tepat waktu. Bahkan, saya pernah ikut sebuah komunitas yang jam karetnya minta ampun.

Info yang saya dapat peserta harus datang jam 8 pagi, tetapi karena mbulet dengan komunitas lain akhirnya baru dimulai jam setengah 11 siang. Itu pun acaranya kurang jelas karena hingga jam 12 siang, acara yang saya tunggu atau acara rembug belum juga dimulai. Alhasil, saya kapok ikut komunitas tersebut dan memilih untuk hengkang sebelum waktu saya yang berharga ini terbuang percuma.

Hal yang paling menjengkelkan ketika berurusan dengan orang yang tidak on time adalah ketika mereka tidak bisa dihubungi. Kejadian ini sering sekali saya alami. Ada beberapa kali waktu saya terbuang sia-sia karena yang bersangkutan tidak menjawab pesan WA atau pun telepon saya.

Saya bahkan pernah menunggu hingga dua jam untuk menunggu orang yang ingin membutuhkan bantuan saya. Ketika  ia membalas pesan, dengan entengnya ia mengatakan baru bangun tidur dan lupa kalau janji dengan saya. Tak lama, saya pun segera membatalkan janjian dan segera pergi dari tempat tersebut. Ia sempat meminta saya janjian lagi tetapi hingga hari ini saya tolak.

Banyak sekali kerugian yang saya alami. Mulai saya tidak bisa bekerja menyelesaikan tulisan saya hingga menunda janji saya dengan orang lain. Artinya, janji untuk bertemu yang dibuatnya hanya untuk main-main.

Atas alasan itulah, kini saya membuat semacam Google Form untuk mengikat janji bertemu dengan saya. Google form ini saya prioritaskan kepada mereka yang butuh bantuan saya atau sekadar bertemu. Intinya, yang permintaan untuk bertemu berasal dari mereka bukan dari saya.

Kalau pertemuan menguntungkan kedua belah pihak, biasanya saya akan mengatakan bisa datang dari jam segini sampai jam segini. Jika waktu sudah habis, maka saya akan mengatakan harus segera pergi. Dengan begitu, saya tetap mengalokasikan waktu sesuai janji yang semestinya. Apabila ia terlambat, maka saya tetap berada di tempat sesuai durasi waktu bertemu.

Semisal, kita sudah berjanji selama satu jam. Saat ia terlambat 15 menit, maka waktu ketemuan tinggal 45 menit. Jika ia terlambat selama 30 menit, maka waktu ketemuan juga tinggal 30 menit dan seterusnya.

Pernah ada suatu kejadian saat saya mulai menerapkan Google form. Saya tahu yang bersangkutan memang agak-agak kalau masalah janjian. Dia mengira saya hanya main-main. Ia sepakat bahwa kami bertemu selama 1,5 jam.

Nah ternyata ia terlambat parah. Pesan dan telepon saya tidak diangkat. Saya sudah mulai pasrah dan akan meninggalkan tempat karena waktu ketemuan tinggal 10 menit lagi. Eh tiba-tiba dia datang dengan alasan yang sama. Lupa kalau janjian dengan saya dan harus mengerjakan ini itu.

Saat waktu janjian habis, saya pun pamit tepat waktunya. Dia pun bingung tetapi saya langsung mengatakan pekerjaan saya masih banyak. Dia pun sempat melarang saya tetapi ketika saya mengatakan apa dia mau mengganti materi yang tidak sedikit jika saya tetap di sana, dia pun akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa.

Beberapa waktu kemudian, ia pun mengisi Google Form dan datang tepat pada waktunya. Memang kadang-kadang masalah kedisiplinan harus diberi ketegasan agar kita tidak disepelekan. Makanya, sebelum janjian, saya selalu mengatakan dan memastikan waktunya. Saya sampaikan jika da janji atau pekerjaan lain maka selesaikan dulu pekerjaan tersebut agar tidak ada tanggungan sebelum bertemu dengan saya.

Kedisiplinan ini sebenarnya menjadi pondasi majunya sebuah negara. Coba saja Anda datang terlambat di negara maju maka anda akan tidak ada apa-apanya.

Sayang, kita semua masih tinggal di Indonesia dengan jam karetnya yang lumayan menjijikkan.

Post a Comment

Next Post Previous Post