Pak Bondan adalah reviewer makanan favorit saya.- dok IDN Times |
Saya itu termasuk tidak suka kepada orang yang komplain tentang makanan.
Alasannya, seenggak enak makanan yang kita makan, itu adalah
rezki dari Tuhan. Masih ada banyak orang yang tidak mendapatkan makanan dengan
baik seperti kita. Makanya, ketika saya makan bersama teman atau saudara si
sebuah rumah makan, saya paling gedeg kalau ada yang komplain terutama saat
makan.
Asli, rasanya nafsu makan langsung hilang. Apalagi, jika ada
hal-hal yang membuat kita tak patut untuk dikemukakan secara frontal. Bagi saya
itu sangat mengurangi nilai kenikmatan dari apa yang seharusnya bisa kita
nikmati.
Kalau ada yang tidak berkenan, biasanya saya suka komplain
langsung ke pemilik warung atau restoran. Tujuannya, agar mereka bisa
memperbaiki kualitas pelayanan mereka sehingga tidak terjadi kembali pada
pengunjung lain.
Comtohnya, beberapa waktu yang lalu saya makan di sebuah
rumah makan prasmanan. Saya melihat nasi yang sudah dingin dan cukup lengket. Meski
berada di magic com, saya merasakan nasinya sudah dingin dan sebenarnya kurang
layak untuk dipajang.
Saya pun memanggil mbak pramusaji dan mengatakan keberatan
saya. Ia pun segera mengecek dan benar memang sudah waktunya ganti nasi. Namun,
petugas penanak nasi belum selesai melakukan pekerjaannya. Alhasil, saya
menunggu sekitar 5-7 menit agar nasi yang baru bisa dihidangkan.
Sambil menunggu, saya melihat mbak pramusaji menahan para pembeli
agar tidak mengambil nasi dulu. Ia mempersilakan mereka untuk memilih lauk
dulu. Nanti jika nasi sudah siap, mereka akan diberi tahu. Tak lama, bau wangi
nasi yang baru matang pun menyeruak di hidung. Saya mengambil secukupnya dan
mulai makan.
Eh, tetiba saya mendegar komplain tentang telur bali yang
sudah keras dan agak basi dari pembeli yang duduk di sebelah saya. Kebetulan juga
saya mengambil telur tersebut dan memang begitu adanya. Nah, pembeli tersebut
lalu komplain juga ke mbak pramusaji dan benar memang waktunya menu tersebut
diganti. Ya sudah, saya mengembalikan telur yang saya ambil ke tempat yang
diberkan mbaknya dan mengambil yang baru dimasak.
Kata mbak pramusaji memang saat itu adalah waktu pergantian
shift makanan. Artinya, masakan yang dihidangkan sudah hampir melewati masanya.
Kalau tak salah saya datangs ekitar jam setengah 4 sore. Pengunjung juga tidak
terlalu banyak dan bukan jam makan. Makanya, saya mendapatkan makanan yang
sudah lama.
Saya pun maklum karena mereka tidak mengganti makanan tiap
jam. Mereka juga tidak memanaskan semua masakan. Hanya masakan berkuah saja
yang mereka beri pemanas di bawahnya. Selebihnya, mereka hanya meletakkan di
baskom atau piring dengan jumlah terbatas. Dari kejadian ini, saya belajar jika
makan di sebuah tempat prasmanan maka sebaiknya tidak saat menjelang pergantian
masakan. Biasanya sih menjelang jam makan siang/sore.
Untung saja, pihak warung makan bisa menerima. Kata mbaknya
memang kebijakan di warung tersebut jika saat mendekati pergantian makanan
pembeli boleh komplain dan mengganti dengan yang baru. Bahkan, ia juga kerap
melarang pembeli mengambil makanan jika ada menu yang belum sempat diambil
untuk diganti tetapi masih terpajang saat ada yang merasa bau atau basi.
Dari kejadian ini, saya belajar untuk komplain makanan
seharusnya langsung kepada pemilik usahanya. Kalau mereka niat mencari rezeki
dari makanan, mereka pasti akan memberikan service terbaik mereka. Jika ada
komplain, mereka pasti mau memperbaiki asal kita sebagai pembeli juga baik
memberika komplain dan masukan.
Nah, dalam kaitannya dengan kasus yang viral beberapa hari
terakhir, bagi saya semuanya ada sisi positif dan negatifnya. Pada mulanya saya
sih setuju dengan video AA juju yang komplain tentang kebersihan rumah makan
dan masalah bungkusan kresek merah.
Bagi saya komplainnya wajar karena ia menyakatan masakan Nyak
Kopsah enak-enak saja dan tak ada yang salah walau mengatakan harganya cukup
mahal. Namun, AA juju tidak komplain makanan terutama rasanya. Itu yang saya
suka. Kalau soal kebersihan dan pelayanan itu urusan lain. Komplain semacam ini
juga sering terjadi pada Google map.
Saya melihat di Google map juga kebanyakan komplain mengenai
kebersihan dan pelayanan bungkus kresek tersebut. Dua hal ini sebenarnya perlu
diperbaiki dan sudah seharusnya diperbaiki sebelum kasus ini viral. Lantaran,
komplain tersebut sudah ada beberapa waktu atau beberapa tahun yang lalu. Pihak
warung makan kalau memang niat membuka usaha ya membaca ulasan google map karena
rata-rata memang ulasan di sana jujur.
Saat kasus ini meledak oleh Omay dengan segala dramanya, eh
malah pemilik warung marah-marah. Mengapa tidak komplain langsung?
Melihat kemarahannya, saya kok jadi ngeri juga. Kalau misal
ada pembeli yang komplain bisa-bisa habis tuh di tempat. Makanya, mereka tidak
berani komplain langsung dan lebih banyak di media Google map. Banyak konten
kreator juga tidak komplain tentang ini. Baru AA juju yang memulai sehingga
orang-orang berbondong-bondong melakukannya.
Termasuk…. Codeblue
Untuk masalah codeblue ini saya berada di dua kaki. Di sisi
lain, saya salut dengan keberaniannya mengulik bahan yang kurang layak untuk
dijadikan makanan. Di sisi lain, saya juga tidak suka saat ia menjadikan
makanan yang direviewnya seakan seperti sampah. Apalagi saat ia mempertujukkan
tai udang dan mata cumi. Sumpah, saya juga mau muntah. Bagi saya itu terlalu
frontal.
Janganlah seperti itu. Apalagi saat ia mereview mengenai fu yung
hai yang dianggapnya sebagai bekas sisa pengunjung lain, saya hanya bisa
geleng-geleng kepala. Kok ada ya orang yang komplain makanan semengerikan itu?
Masalah semakin pelik ketika Omay malah membuka identitas
Codeblue dan masalah cewek pria itu dengan mamahnya. Wah udah lah, saya udah
eneg lihatnya. Kenapa juga sampai ke masalah pribadi padahal bermula dari review
makanan saja.
Namun, ini adalah gunung es dari rasa saling bersaing
diantara konten kreator makanan. Saya melihatnya seperti itu. Berbeda dengan
konten kreator transportasi yang saling support dan dukung, kecuali beberapa pihak
saja, saya melihat konten kreator makanan kok seakan berlomba menunjukkan siapa
yang terbaik.
Contohlah konten kreator transportasi yang saling memberi
info dan masukan kepada penyedia jasa layanan transprtasi agar lebih baik lagi.
Jarang sih saya melihat mereka saling sindir bahkan ketika bertemu di terminal,
bandara, atau stasiun, mereka saling sapa dan mencantumkan media sosial kerator
yang mereka temui di kontennya. Sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
konten kreator makanan meski tidak semua.
Jadi, pada intinya kalau soal komplain makanan sebisanya
langsung ke pemilik warung. Jika tidak bisa, maka Google map adalah jawaban tetapi
jangan beri penilaian yang ngawur. Berikan kelebihan dan kekurangan tempat
makan tersebut seobyektif mungkin.