Laksmi Suardana, Puteri Indonesia terakhir yang berkompetisi di ajang Miss Universe. - dok istimewa |
Duarr… Bubar..
Itulah kalimat yang bisa saya keluarkan ketika pihak Miss
Universe Organizatioan (MUO) menyatakan beberapa hal mengenai Miss Universe Indonesia.
Kasus pelecehan seksual yang dialami kontestan Miss Universe Indonesia hingga
kini masih bergulir dan semakin liar. Hampir semua netizen Indoenesia seakan
tahu dan mengecam atas kejadian ini.
Pihak Miss Universe pun akhirnya membuat keputusan penting
bahwa mereka mengentikan kerja sama atau lisensi Miss Universe dengan PT
Capella Swastika Karya dan national director Poppy Capella.
Alasan pencabutan tersebut adalah karena pihak PT Capella
Swastika Karya tidak memenuhi standar merk, etika, atau harapan mereka
sebagaimana diuraikan dalam buku panduan dan kode etik Miss Universe. Mereka dianggap
gagal menyediakan tempat yang aman bagi wanita yang tentunya sangat
bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan kontes Miss Universe.
Selain memutus kontrak lisensi Miss Universe Indonesia,
pihak Miss Universe juga memutus kontrak Miss Universe Malaysia yang juga di
bawah naungan Poppy Capella. Artinya, wanita tersebut kehilangan dua lisensi
sekaligus. Pihak Miss Universe juga mengevaluasi perjanjian waralaba untuk
mencegah kejadian serupa di negara mana pun. Pihak Miss Universe juga memberi
informasi bahwa tidak ada pengukuran fisik atau dimensi tubuh untuk mengikuti
kontes Miss Universe.
Mereka juga meminta maaf kepada wanita Indonesia, terutama yang
telah mengikuti ajang ini karena mereka tidak mendapatkan pengalaman yang
semestinya. Mereka juga berjanji akan melakukannya lebih baik lagi di kemudian
hari.
Tegas dan lugas.
Itulah yang bisa saya tangkap dari pernyataan Miss Universe.
Mereka tidak mau nama baik mereka rusak dan menjadi bahan pergunjingan dunia. Kasus
di Indonesia ini sudah menjadi berita internasional dan sudah mencoreng nama
negara kita juga.
Di balik, huru-hara tersebut, ada pertanyaan penting. Siapakah
pemegang lisensi baru di Indonesia? Tentu, pemegang lisensi sangat penting
karena mereka akan bertanggung jawab dalam pengiriman wakil Indonesia. Setidaknya,
ada beberapa pihak yang bisa mengambil lisensi ini.
Pertama, kembali ke Yayasan Puteri Indonesia
Karma telah merebut lisensi Miss Universe dari YPI memang
benar adanya. Bagaimana tidak, bertahun-tahun YPI sudah berpengalaman mengirim
wakil ke Miss Universe eh malah ditikung. Makanya, banyak pageant lover ingin
lisensi Miss Universe kembali ke tangan YPI.
Opsi ini menjadi opsi utama karena Puteri Indonesia seakan
sudah lekat dengan Miss Universe. Ketika lisensi hilang dan Puteri Indonesia
menjadi Miss International Indonesia, rasanya ada yang kurang. Makanya, desakan
kembali ke YPI sangat kuat.
Akan tetapi, YPi pasti tidak mau gegabah. Nama Miss Universe
yang sudah rusak tentu tidak bisa dipulihkan begitu saja. Mereka masih ingat
bagaimana penolakan terhadap wakil Indonesia ke ajang ini sejak zaman Indira
Soediro tahun 1993.
YPI tidak mau nama mereka rusak lagi dan menanggung beban
dosa dari perbuatan Poppy Capella. Bisa jadi, YPI menunggu satu atau dua tahun
hingga kasus ini reda dan selesai. Barulah mereka akan mengambil lisensi lagi. Jika
Puteri Indonesia tidak menjadi Miss Universe Indonesia, maka bisa saja YPI
membuat kontes terpisah terlebih sebenarny mereka sudah mempersiapkan ajang
baru tersebut sebelum lisensi direrbut.
Kedua, Yayasan Dunia Mega Bintang
Ivan Gunawan dengan YDMB-nya juga dianggap layak untuk memgang
lisensi Miss Universe. Igun terbukti sudah menelurkan beberapa queen dengan prestasi
moncer saat mewakili di ajang Miss Grand International dan Miss Face of Humanity.
Banyak yang setuju jika Igun memegang lisesni Miss Universe Indonesia. Ia juga
pernah membantu YPI mempersiapkan Puteri Indonesia yang akan tanding seperti
Kezia Warow dan Bunga Jelitha.
Sayangnya, Igun terkait lisensi Miss Grand International. Pemilik
ajang ini, yakni Mr. Nawat tidak mau ajangnya tidak dinomorsatukan. Ia juga
kerap menyindir Miss Universe entah dengan alasan apa. Pokoknya, tidak ada
relasi yang baik antara Miss Universe dan Miss Grand International.
Tentu, kedekatan Igun dengan Mr. Nawat yang sangat harmonis
tidak mau dirusaknya. Makanya, opsi ini juga sulit karena Igun sudah terkenal professional.
Ia pasti tak mau yayasang yang dibentuknya juga ikut kena getah. Terlebih, Igun
sudah memegang lebih dari 5 lisensi internasional yang tentu membutuhkan banyak
dana dan tenaga.
Namun, beberapa pihak masih berharap ada beberapa rekan
dekat Igun yang mau memegang lisensi Miss Universe Indonesia. Jadi, bukan atas
nama Igun tetapi ia masih bisa membantu persiapan dan segala tetek bengeknya.
Ketiga, beberapa yayasan lain
Yayasan Miss Indonesia (YMI) milik Liliana Tanoesudibjo dan Mahakarya
Duta Pesona yang memiliki lisensi Miss Earth juga dianggap mampu memegang
lisensi Miss Universe. Cik Lili dianggap bisa dengan kekuatan finansial serta
timnya yang andal. Namun, tentu Cik Lili pada tahun ini juga fokus ke
pemenangan partai politik yang dipimpin suaminya.
Begitu pula beberapa yayasan lain meski bisa saja memegang
lisensi tetapi akan memiliki beban moral yang tinggi. Mereka harus bisa
memulihkan kepercayaan rakyat Indonesia yang sudah terlanjur buruk kepada ajang
Miss Universe. Yang pasti, siapapun yang memegang nanti, harus benar-benar profesional
dan tidak memecah belah pageant lover seperti saat ini.
Kalau saya malah ingin lisensi ini dipegang oleh Mbaknya
alias Elvira Devinamira. Mbanya pernah memegang lisensi Miss Grand
International saat Ariska menang dulu. Ia dibantu tim YPI dalam mempersiapkan
segalanya. Bisa saja, ia berkolaborasi dengan Tim YPI untuk mempersiapkan Miss
Universe Indonesia yang terpisah dari Puteri Indonesia.
Kalau menurut Anda, siapa yang kira-kira layak?