Sejak kasus pelecehan seksual Miss Universe Indonesia, reaksi negatif masyarakat Indonesia terhadap kontes kecantikan pun mengemuka.
Banyak masyarakat yang menilai bahwa kontes kecantikan tidak
dibutuhkan. Dapat merusak harkat dan martabat wanita, serta berbagai hal
negatif lainnya. Kontes kecantikan juga dianggap tidak sesuai dengan budaya dan
kepribadian bangsa sehingga sudah saatnya ditiadakan.
Reaksi ini wajar karena masyarakat Indonesia mendapatkan
berita negatif tersebut hampir setiap hari. Terlebih, korban kekerasan seksual
sering diundang di berbagai podcast, mulai dari Deddy Corbuzer, dr. Richard
Lee, dan berbagai podcast dengan jutaan subscriber. Mereka juga diundang ke
berbagai TV nasional untuk dimintai cerita yang telah mereka alami. Makanya,
persepsi mengenai kontes kecantikan yang tidak aman bagi wanita sangatlah
wajar.
Walau demikian, meniadakan kontes kecantikan di Indonesia
bukanlah solusi. Banyak tenaga yang sudah bergantung pada industry kontes
kecantikan di Indonesia. Banyak dampak yang dihasilkan dari kontes kecantikan.
Salah satunya adalah Pembangunan berbagai sekolah yang diinisiasi oleh Maria
Harfanti.
Ada pula berbagai pelaku kontes kecantikan yang hingga kini
turut andil menggerakkan berbagai isu. Mulai lingkungan, kesehatan, olahraga,
dan sebagainya. Semuanya menjadi salah satu hal positif dari adanya kontes
kecantikan.
Masalahnya, kini semakin menjamur berbagai kontes kecantikan
di Indonesia yang kurang jelas tujuannya. Ada kalanya, kontes kecantikan
tersebut tidak mengutamakan advokasi untuk kebermanfaatan bagi banyak
masyarakat tetapi hanya ajang untuk eksis dan mendapatkan pengakuan.
Dalam suatu talkshow di sebuah acara TV nasional, Angelina
Sondakh, Puteri Indonesia 2001 memberikan sebuah statement yang cukup bagus.
Dengan banyaknya kontes kecantikan yang ada, sudah saatnya pemerintah atau ada
badan terkait yang dapat melakukan standardisasi. Artinya, ada batasan mengenai
kontes kecantikan yang sesuai standar dan budaya Indonesia. Termasuk, standar
kontes kecantikan yang berguna bagi masyarakat.
Ide ini cukup bagus karena bagaimana pun, budaya kita adalah
budaya ketimuran yang luhur. Walau pemenang kontes kecantikan akan berlaga di
internasional, tetapi untuk kontes kecantikan nasional perlu ada standardisasi.
Tujuannya, agar kasus yang terjadi pada Miss Universe Indonesia tidak lagi
terulang.
Nantinya, jika standardisasi itu bisa dilaksanakan, maka
masyarakat juga bisa mendapatkan impact atau hasil dari pergelaran kontes
kecantikan tersebut. Semisal, ada standar bahwa peserta kontes kecantikan bisa
melakukan advokasi dengan target tertentu terhadap sebuah komunitas. Tentu,
mereka akan berlomba dalam menyelesaikan masalah yang sedang terjadi di
masyarakat.
Mereka bisa menjadi mitra pemerintah atau badan lainnya
untuk menanggulangi masalah tersebut. Dengan gagasan yang mereka punya, mereka
pun dapat menjawab berbagai tantangan sehingga inner beauty
Standardisasi ini juga penting karena semakin lama, pageant
di Indonesia lebih menitikberatkan pada hal mahkota. Jika dulu ajang
internasional dianggap sebagai bonus semata yang menjadikan pemenang
mendapatkan pengalaman, kini seakan menjadi patokan utama. Alhasil, tujuan
kontes kecantikan pun berubah dari yang bermanfaat bagi sesama menjadi bagaimana
meraih mahkota dan posisi tertinggi di ajang internasional.
Perubahan ini juga didukung oleh penikmat kontes kecantikan yang
menuntut pemenang kontes kecantikan mendapatkan mahkota atau placed tertinggi. Walau
sang pemenang telah melakukan banyak tugas di dalam negeri, nyatanya belum
cukup jika tidak meraih posisi.
Ada beberapa pemenang yang dirundung karena belum mampu
masuk ke babak selanjutnya pada ajang internasional. Padahal, selama menjabat
sebagai pemenang, ia telah melakukan berbagai advokasi yang luar biasa untuk
masyarakat Indonesia. Semua kerja kerasnya seakan sia-sia karena ia tak mendapat
posisi yang diinginkan oleh pecinta pageant.
Tidak salah memang menuntut para pemenang kontes kecantikan
untuk meraih posisi tinggi dalam ajang internasional. Walau demikian, bukan
berarti mengesampingkan usaha mereka dalam menjalankan tugas di dalam negeri. Jangan
sampai ada pemikiran bahwa padatnya tugas di dalam negeri untuk mengabdi kepada
masyarakat menjadi penyebab mereka gagal masuk jajaran pemenang di ajang
internasional.
Persepsi ini akan memunculkan pemikiran bahwa ikut kontes
kecantikan sejatinya hanya untuk mahkota dan kebanggaan. Itulah yang terjadi
saat perpindahan lisensi Miss Universe dari Yayasan Puteri Indonesia (YPI). Asumsi
pertama yang dibangun adalah Indonesia tak jua masuk ke jajaran top 5 atau pemenang
karena sang Puteri Indonesia yang juga Miss Universe Indonesia terlalu sibuk dengan
tugas dalam negeri.
Dengan perpindahan lisensi, saat itu banyak sekali pemikiran
bahwa Miss Universe Indonesia akan fokus terhadap ajang internasional. Uniknya,
pendukung pendapat seperti ini sangat banyak dan sering mencemooh ajang Puteri
Indonesia yang kolot dan ketinggalam zaman. Nyatanya, apa yang mereka
dengungkan saat itu malah berkebalikan saat ini.
Ajang Miss Universe Indonesia yang digadang akan melampaui
Puteri Indonesia dan lebih mendapatkan pemenang yang jauh lebih unggul malah
diguncang skandal internasional. Patokan untuk meraih mahkota dan mahkota
akhirnya membuat persepsi masyarakat negatif kepada kontes kecantikan. Respon masyarakat
pun menjadi penuh pertanyaan, apa sumbangsih ajang seperti ini bagi masyarakat?
Jika tidak ada, maka sebaiknya ditiadakan saja.
Tentu, skandal yang terjadi menjadi momentum untuk menata kembali
pageant di Indonesia. Paling tidak, pemerintah dan masyarakt tahu apa sih
tujuan dari sebuah kontes kecantikan. Apakah hanya untuk kepentingan mahkota
semata, berdedikasi untuk pendidikan, lingkungan, perdamaian, atau hal yang
lain.
Dengan standardisasi yang jelas dan diterapkan oleh masing-masing pengelola kontes kecantikan, maka diharapkan ada perbaikan kontes kecantikan di Indonesia. Tak salah memang mengharapkan pemenang kontes kecantikan di Indonesia mendapatkan posisi bagus di ajang internasional. Namun, jika masyarakat tidak mendapatkan impact dari kontes tersebut, lantas untuk apa?
Suka deh klo Mas Ikrom bahas tentang pageant, top!
ReplyDeleterame banget kasus pelecehan finalis kemarin, biasanya nggak pernah ada berita negatif kayak gini. Semenjak di pegang si popy popy itu ya
ReplyDeleteKalau kayak gini, Indonesia jadi dilihat kesannya nggak prof banget