Pemenang Miss Universe Indonesia yang diduga melakukan suap kepada penyelenggara. - Dok. suara |
Marah dan kecewa.
Itulah yang bisa saya ungkapkan kepada
ajang Miss Universe Indonesia. Ajang baru yang telah merampas lisensi Miss
Universe dari tangan Yayasan Puteri Indonesia (YPI). Sejak tahun ini, memang
Miss Universe diadakan terpisah dari perhelatan Puteri Indonesia untuk pertama
kalinya.
Saya tidak begitu mengikuti ajang ini dan sudah tidak
tertarik dengan Miss Universe. Apalagi, sejak Miss Universe berada di tangan
transgender asal Thailand, bunda Anne Jakatarub, secara praktik ajang ini bagi
saya sudah menyimpang jauh.
Selain semakin pro terhadap komunitas LGBT, ada beberapa hal
lain yang saya anggap tidak masuk akal. Semisal, persyaratan peserta yang
memperbolehkan wanita hamil atau sudah menikah untuk ikut dalam ajang tersebut.
Saya masih menganggap ajang ini hanya untuk wanita yang masih gadis dan belum
menikah. Untuk wanita yang sudah menikah ada ajang tersendiri. Pun demikian
dengan para transgender yang diizinkan untuk ikut ambil bagian. Bagi saya,
persyaratan ngaco seperti ini malah membuat Miss Universe semakin menyimpang.
Oke untuk perebutan lisensi yang cukup jahat sudah mulai
dilupakan. Publik pun mulai melirik ajang Miss Universe Indonesia yang katanya
diisi anak-anak muda, babat alas, bisa meraih minimal Top 5, dan berbagai
sesumbar lainnya.
Lah dalah, ternyata berbagai sesumbar tersebut hanya pepesan
kosong. Yang ada hanyalah berbagai skandal dan drama tiada ujungnya. Dimulai
dari pemilihan wakil daerah yakni Miss Universe Jawa Timur. Saya menjagokan
Mbak Natkei yang dikenal sebagai Mbak Jancok bisa memenangkan ajang ini. Mbak
Jancok yang kerap membuat VT mengenai cara mengucapkan Jancok dan bahasa Jawa.
Dari segala babak, terutama babak Q and A, Mbak Jancok kelihatan unggul.
Saat pengumuman pemenang, eh dia malah menjadi pemenang
kedua dan sang pemenang pertama tampak gugup saat menjawab pertanyaan. Bukan
itu sebenarnya yang membuat aneh dan kecewa, lantaran peserta yang maju ke
tingkat nasional pun diubah. Dari yang awalnya hanya 1 orang menjadi 3 orang
termasuk Mbak Jancok. Sungguh sebuah hal yang menurut saya sudah kusut sejak
awal.
Saat berlaga di tingkat nasional, Mbak Jancok pun tidak
lolos babak 15 besar. Saya legowo saja karena ada dua megafavorit yang katanya
saat itu digadang-gadang menang. Keduanya adalah Vina asal DKI Jakarta dan
Muthia asal Jawa Barat. Keduanya ternyata tidak menang. Yang menang adalah
Fabi.
Di sinilah huru-hara besar terjadi. Fabi dianggap tidak
memenuhi syarat tinggi minimal yakni 160 cm. tingginya hanya 158 cm. Meski
masalah tinggi ini sebenarnya tidak terlalu jadi patokan, tetapi ketika pihak
Miss Universe Indonesia sudah memiliki aturan ya setidaknya aturan tersebut
dilaksanakan. Kalau semisal tinggi badan tidak menjadi patokan ya saat awal
audisi atau pemilihan daerah syarat tersebut dihilangkan agar banyak wanita potensial
yang ikut. Akhirnya, kemenangan Fabi pun menjadi polemik.
Namun, bukan kemenangan Fabi yang sebenarnya menjadi pemicu
polemik besar ini. Tak lain adalah kegiatan body checking yang membuat para peserta
Miss Universe Indonesia dilecehkan. Salah seorang regional director yakni Bunda
Kiki yang memegang lisensi Jawa Barat mengatakan ada anak didiknya yang dipaksa
untuk telanjang bulat sebelum Grand Final. Ada beberapa oknum dari panitia Miss
Universe Indonesia meminta mereka membuka baju dan telanjang untuk dilakukan
pengecekan badan.
Parahnya, kegiatan tersebut dilakukan oleh beberapa oknum
panitia laki-laki. Meski ada anggapan mereka melambai alias tidak straight (homoseks),
tetap saja hal itu tidak benar. Apalagi, ada anggapan bahwa mereka juga sengaja
difoto saat sesi tersebut.
Sontak, berita ini menjadi heboh. Beberapa regional director
mundur dan mengancam akan melaporkan panitia yang melakukan hal tersebut ke
polisi. Beberapa kontestan mengaku ditelepon oleh panitia Miss Universe
Indonesia agar tutup mulut. Meski ada beberapa keanehan karena para peserta tak
segera speak up saat mengalami hal tersebut, tetapi kasus ini terus bergulir.
Puncaknya, beberapa tim inti Miss Universe Indonesia
mengundurkan diri. Ada CEO Miss Universe Indonesia, fotografer, MUA, hingga tim
sosial media. Gelombang pengunduruan ini berlangsung dalam waktu singkat. Satu
persatu tim inti yang membuat acara berlangsung hengkang dengan berbagai
alasan. Bahkan, beberapa diantaranya mengaku difitnah melakukan tindakan keji
tersebut dan menganggap national director Poppy Capella berada di balik ini
semua.
Bukannya melakukan klarifikasi, sang natdir malah membuat
statement yang ambigu dan akan menghapuskan syarat tinggi badan minimum pada
tahun depan. Tidak menjawab isu pelecehan seksual yang berkembang. Cacian terhadap
Poppy Capella pun semakin kuat apalagi suaminya ternyata DPO kasus korupsi di
Malaysia. Belum lagi ada isu yang berkembang bahwa kemenangannya adalah hasil
sogokan 5 milyar.
Apa yang kau tanam itu yang akan kau tuai.
Peribahasa itu setidaknya cocok bagi pihak Miss Universe
Indonesia. Masih ingat di pikiran para pecinta pageant bulan Februari lalu mereke
merebut lisensi Miss Universe dari tangan Yayasan Puteri Indonesia (YPI). Padahal,
proses tawar-menawar masih berlangsung dan pihak YPI menyanggupi membayar
lisensi dengan harga 10 kali lipat dari yang disepakati.
Beberapa oknum PL pun seakan larut dalam euforia lepasnya
lisensi Miss Universe dari YPI. Ada yang mengatakan ini adalah era baru dan
akan jauh lebih baik. Banyak yang mengaggap YPI sudah kuno dan ketinggalan
zaman. Nyatanya apa?
YPI memberikan klarifikasi bahwa mereka tidak lagi memegang lisensi Miss Universe. |
Kini mereka seakan diam seribu bahasa bahkan masih ada yang
membela Poppy Capella meski kasus pelecehan seksual di Miss Universe Indonesia
sudah jadi konsumsi publik. Yang ada di pikiran mereka cuma mahkota dan
mahkota. Kini Masyarakat mencaci Miss Universe Indonesia dan tentu berdampak
kepada yayasan lain, terutama YPI.
Masih banyak Masyarakat yang menganggap bahwa Miss Universe
masih berada dalam lisensi YPI. Agar tidak terjadi salah paham, YPI pun membuat
pernyataan bahwa lisensi Miss Universe sudah tidak lagi di tangan mereka. YPI juga
menegaskan bahwa untuk proses seleksi Puteri Indonesia menggunakan aturan yang
sesuai budaya dan adat ketimuran.
Miss Universe Indonesia terutama Poppy Capella dan oknum di
dalamnya telah merusak dunia pageant tanah air. Perjuangan YPI dan Miss Indonesia
milik Ibu Liliana Tanoesudibjo seakan dirusak oleh penyanyi dangdut yang tidak
terkenal dan tidak paham pageant. Betapa sulitnya YPI dan YMI mencetak prestasi
dan meyakinkan masyarakat Indonesia agar bisa diterima Masyarakat.
Poppy Capella seakan kena karma dari Eyang Moer, sesepuh pageant yang susah payah mengirim wakil Indonesia ke ajang Miss Universe sejak tahun 90an. Uniknya, karma tersebut seakan cepat terjadi tak perlu menunggu lama kurang dari setahun. Kini pemenang Miss Universe Indonesia seakan tak mendapat dukungan. Belum lagi cacian dari masyarakat luas dan kemungkinan untuk membubarkan ajang Miss Universe Indonesia.
Mampus tuh pop es, auto kena karma instan
ReplyDelete