Ilustrasi Flaneur di Kota Paris. - NY Times |
Kegiatan apa yang membuat saya bahagia?
Jawabannya adalah berjalan-jalan tanpa arah tujuan atau sering dikenal sebagai flanuer. Istilah ini berasal dari Prancis yang sudah ada sejak masa revolusi industri. Flaneur sangat erat kaitannya dengan Kota Paris, kota yang romantis dengan berbagai keindahannya. Untuk menikmati keindahan tersebut, maka berkeliling dengan jalan kaki tanpa arah tujuan yang jelas adalah kunci kebahagiaan tersendiri.
Flaneur sangat erat kaitannya dengan kaum anti burjois. Jika kaum burjois memiliki tujuan yang jelas dalam perjalanan mereka seperti hotel, restoran, dan lain sebagainya, maka flaneur adalah antitesis dari mereka. Dengan tidak memiliki tujuan yang pasti, flaneur akan mendapatkan gambaran banyak hal dari banyak tempat yang dikunjunginya dalam suatu waktu.
Nah, beberapa waktu terakhir, saya kok merasa lebih senang menjadi flaneur daripada memiliki tujuan yang jelas ketika bepergian keluar. Walau ada sebuah kota yang saya tuju, tetapi sebagian besar tidak ada suatu tempat yang saya tuju untuk waktu yang lama. Paling lama ya tidak lebih dari setengah jam. Setelah itu, saya sangat ingin pergi kembali berkeliling ke tempat lain untuk mendapatkan banyak hal.
Flaneur menjadi sebuah opsi untuk mendapatkan kebahagiaan yang belum saya rasakan. Pasalnya, ada banyak peristiwa yang tiba-tiba terekam dalam memori saya. peristiwa tersebut sering tidak saya duga, bisa saya ambil hikmahnya, dan membuat saya bersyukur atas apa yang saya dapatkan sekarang.
Misalnya, saat saya di Surabaya, seringkali saya berpapasan dengan para pria seusia saya yang mengangkat karung-karung berisi beras dengan jumlah yang banyak di sebuah toko. Tubuh mereka sangat ringkih, kurus, dan seakan terlalu kecil jika harus membawa beban sebanyak itu. Namun, ketika mereka mendapat upah dari hasil kerja mereka, senyum tipis mengembang yang seakan menjadi obat lelah.
Pun demikian saat saya di Solo. Seringkali saya bertemu simbah-simbah yang naik bus dan Feeder BST. Mereka bertemu di sebuah halte yang mungkin mulanya tidak saling kenal. Sambil menunggu, mereka berbincang mengenai kehidupan mereka, mengenai transportasi, harga sembako, dan lain sebagainya. Dari flanuer yang saya lakukan, saya bisa memahami bahwa sebuah tempat yang sederhana nyatanya bisa menimbulkan interaksi erat yang cukup membahagiakan.
Kadangkala, saya juga ikur nimbrung mengobrol bersama simbah-simbah tadi. Walau ada perbedaan usia yang jauh, nyatanya saya bisa nyambung mengobrol bersama mereka. Seakan tidak ada gap yang besar walau jika dirasakan sekilas, ada perbedaan pemikiran yang sangat jauh. Entah mengapa, saya justru lebih merasa bahagia untuk mengobrol dengan mereka dibandingkan dengan rekan sebaya saya. Saya bisa lebih terkoneksi dan merasa penuh.
Barangkali, apa yang dikatakan oleh pujangga Prancis, Charles Baudelaire dalam bukunya The Painter of Modern Life benar. Ia mengatakan bahwa bagi para flaneur merupakan sebuah kebahagiaan yang luar biasa untuk menciptakan tempat yang nyaman di jantung banyak orang yang tidak dikenali. Meski berada jauh dari rumah tetapi rasanya berada di rumah sendiri. Itulah yang saya rasakan ketika berjalan tanpa arah, naik dari satu bus ke bus lain dan bertemu dengan aneka macam manusia.
Kebahagiaan makin sempurna ketika saya mendapatkan makna dari sebuah tempat yang saya kunjungi. Terlebih, jika tempat tersebut menyimpan sejarah panjang yang tidak banyak orang mengetahuinya. Semisal, ada sebuah kampung di Surabaya bernama Kampung Maspati yang dipercaya menjadi kampung tua sejak zaman Majapahit.
Berjalan tanpa arah, berbelok dari satu gang ke gang lain membuat saya penuh. Bangunan tua yang masih berjajar rapi menjadi semangat saya dalam berjalan. Tentu, saya tidak berhenti tetapi terus berjalan hingga kaki saya mulai merasa capai. Kebahagiaan saya semakin paripurna saat berpapasan dengan warga sekitar yang menyapa saya dengan ramah. Walau tak kenal, rasanya mendapat perhatian semacam itu sangat membahagiakan.
Flaneur juga membuat saya melambat untuk sementara waktu dari dunia yang seakan ingin serba cepat. Saya bisa sejanak istirahat dari segala tuntutan dan berbagai target hidup lain. Merasakan sejenak roda kehidupan yang berutar dari orang-orang di sekitar saya. Merasakan keunikan tiap wilayah yang saya datangi sehingga saya bisa belajar banyak untuk kehidupan saya sendiri.
Kalau ditanya tips atau bahagia bersi saya, tentu saya akan menjawab berjalan tanpa arah menyusuri suatu tempat. Tak hanya itu, kini banyak komunitas-komunitas baik pusat maupun daerah yang mengadakan jalan bersama tanpa arah. Meski ada beberapa tempat yang dikunjungi, tetapi seringkali rute yang mereka gunakan cukup fleksibel. Mengalir saja seseuai dengan situasi dan kondisi.
Jadi, Anda mau mencoba kegiatan ini?