Acara Night at The Museum Tugu Pahlawan |
Dalam rangka memperingati HUT Kota Surabaya ke-730, Pemkot Surabaya
menggelar berbagai kegiatan.
Salah satunya adalah Night at The Museum Festival. Dari namanya
saja ada kata museum dan nigh. Jika diartikan, maka kunjungan ke museum saat
malam hari. Nah, melihat pengumuman yang diberikan oleh Pemkot Surabaya, saya
langsung kepincut untuk datang di acara tersebut.
Saya penasaran, bagaimana sih rasanya mengunjungi museum
saat malam hari. Biasanya, kan datang saat siang atau pagi hari. Saya ingin
merasakan sensasi ke museum malam-malam. apakah menakutkan melihat benda dan
patung yang dipajang atau biasa saja.
Museum yang dibuka sampai malam hari adalah Museum Monumen
Tugu Pahlawan. Ternyata, tidak hanya museumnya saja yang dibuka, tetapi ada
banyak rangkaian kegiatan yang diselenggarakan di sana. Ada bazar makanan dan
minuman jadul serta teatrikan perang di Surabaya. Wah, yang terakhir ini yang
membuat saya kepincut. Bagaimana sih rasanya melihat perang-perangan dari
dekat?
Naik Suroboyo Bus ke Tugu Pahlawan
Saya pun membeli tiket secara online pada website Dinas
Pariwisata Kota Surabaya. Jika hanya masuk ke lapangan Tugu Pahlawan saja, maka
tiketnya adalah 5.000 rupiah saja. Jika ingin masuk ke museumnya, maka
pengunjung harus merogoh kocek sebesar 8.000 rupiah lagi. Meski saya sudah
pernah masuk ke museumnya berkali-kali, tetapi saya masih ingin mencoba saat
malam hari.
Mulanya, saya niat akan berangkat dari kontrakan saya di
daerah Wiyung selepas asar. Lantaran habis membuat konten, saya kecapaian dan
ketiduran. Baru bangun setengah 4 sore. Alhasil, saya kelabakan dan meminta
rekan satu kontrakan untuk mengantarkan saya ke Halte Suroboyo Bus di RS Darmo.
Sebenarnya yang bersangkutan mau saja mengantarkan saya ke Tugu Pahlawan dengan
imbalan satu cup kopi kekinian, tetapi saya memilih naik bus saja agar bisa
merasakan sensasi naik transportasi umum.
Saya turun di Halte Pasar Turi Kencana yang berada di
seberang Tugu Pahlawan. Ternyata, saya bersama rombongan orang-orang yang akan
menuju Tugu Pahlawan juga. Kami ternyata punya tujuan sama. Bahkan ada sepasang
pasutri paruh baya yang rumahnya di Wonocolo sudah niat malam mingguan di Tugu
Pahlawan. Ada juga anak-anak mahasiswa Unesa Ketintang yang heboh dengan aneka
rupa gadgetnya. Berkat mereka, saya bisa menyeberang bersama.
Rombongan dari Suroboyo Bus |
Untung saja saya sudah membeli tiket jadi tak perlu antre
beli tiket lagi. Saya tinggal menunjukkan kode QR tiket online saya ke petugas.
Setelah salat maghrib, saya pun langsung menuju museumnya karena takut nanti
tetinggal acara teatrikal. Saya pending dulu jajan di pasar jadul.
Indahnya.... |
Antusiasme Masyarakat Surabaya
Rupanya pengunjung museum juga cukup banyak. Saya malah
salah sangka mengira tempat tersebut akan sepi dan menakkutkan. Malah, seperti
Pakuwon Mall pindah. Banyak cece-cece dan koko-koko yang sengaja hadir untuk
malam mingguan di museum. Mereka sangat antusias untuk bisa menikmati suasana
berbeda daripada setiap akhir pekan hang out ke Mall.
Berkunjung di museum saat malam hari ada sensasi sendiri |
Demikian pula anak-anak sekolah, mahasiswa, orang tua dengan
anaknya yang rela antre masuk ke museum. Baru kali ini saya menyaksikan sebuah
museum bisa seramai itu. Kata salah satu cece yang menunggu antre, dia sengaja
mengganti acara nonton di bioskop demi datang ke Tugu Pahlawan. Ia sangat
penasaran melihat museum malam-malam dan teatrikan. Wah, salut, Ce!
Saya pun masuk dan menikmati koleksi dalam museum. Mulai peninggalan
Bung Tomo, peninggalan senjata TNI, dan lain sebagainya. Nah, saya juga sempat
masuk ruang pemutaran film pendek yang saat itu terbagi pemutarannya dalam
beberapa sesi. Biasanya kalau datang ke sini saat pagi atau siang, pemutaran
film menunggu ada rombongan yang datang.
Koleksi pertempuran 10 November |
Setelah puas berkeliling museum, saya pun keluar dan
memutuskan untuk membeli es dawet dan es sinom. Duh, rasanya Surabaya yang
panas perlu diguyur dengan yang segar-segar. Masih ada waktu sebelum
pertunjukan teatrikal yang akan dilaksanakan sekitar jam setengah 8 malam. saya
pun duduk dan melihat banyak pedagang makanan minuman jadul. Mulai ronde,
jenang, angsle, dan lain sebaganya.
Petugas museum menjelaskan mengenai koleksi museum |
Semakin malam semakin banyak yang datang |
Pihak Pemkot Surabaya bahkan menyediakan tikar dan meja di
lapangan Tugu Pahlawan. Ditemani temaram lampu templek dan pemandangan Tugu
Pahlawan, rasanya malam itu sangat semarak. Kapan lagi bisa bernostalgia di
sana.
Sayang, saya tak kebagian tempat duduk dan akhirnya duduk di
taman. Namun, hal itu tak masalah karena saya lebih tertarik mengamankan hot
seat untuk melihat pertunjukan. Tempat yang saya incar akhirnya saya dapatkan. Saya
duduk di barisan paling depan sehingga bisa melihat para penampil dengan jelas.
Santai dulu.... |
Kisah Heroik Mulyono dan Sarirejo
Sebelum pertunjukan, ada nyanyian keroncong dulu dari
anak-anak muda Surabaya. Lalu, disusul MC yang tampil menjelaskan bahwa acara
ini pertama kali digelar. Melihat antusiasme masyarakat Surabaya tidak tertutup
kemungkinan acara ini akan digelar secara berkala.
Nikmati wedangan dulu. |
Tak lama kemudian, teatrikal pun digelar. Teatrikal ini
bercerita mengenai dua sahabat bernama Mulyono dan Sarirejo yang berperang
melawan sekutu. Cerita dibuka saat mereka masih kecil, saat masa penjajahan
Belanda. Mereka bermain tembak-tembakan dan bersumpah akan mengusir Belanda
dari tempat tinggal mereka.
Cerita berlanjut dengan kedatangan Jepang yang menyiksa para
wanita untuk dijadikan budak seks. Keduanya juga sempat dikejar oleh tentara
Jepang tetapi mampu lolos. Cerita berlanjut dengan kekalahan Jepang dalam perang
dan kemerdekaan Indonesia.
Masih banyak masyarakat Surabaya saat itu yang tidak tahu
berita kemerdekaan. Bisa dibayangkan kalau di Surabaya saja tidak tahu, bagaimana
di daerah lainnya?
Lalu, Inggris pun datang dengan membonceng NICA. Cerita berlanjut
dengan penyerangan Arek-Arek Suroboyo ke markas Inggris. Terbunuhnya Jendral Mallaby
pun turut diceritakan. Peristiwa yang memantik kemarahan Inggris sehingga
mereka mengultimatum masyarakat Surabaya.
Akhirnya perang besar pun terjadi dan banyak Arek-Arek
Suroboyo yang meninggal. Mulyono dan Sarirejo mulanya masih selamat. Mereka tidak
mau mengungsi keluar dari Surabaya dan tetap bersumpah tetap tinggal di kampung
mereka. Ketika Inggris membombardir kampung mereka, keduanya pun gugur. Nama keduanya
pun diabadikan menjadi sebuah nama kecamatan di Surabaya yakni Kecamatan Mulyorejo.
Meski sebentar, tapi penonton sangat puas dengan teatrikal tersebut. Sayangnya penerangan di panggung cukup gelap sehingga wajah pemainnya tidak terlalu jelas. Walau demikian, untuk event yang jarang digelar, pertunjukan tersebut sangat apik. Semoga saja pertunjukan ini tetap eksis dan diadakan berkala agar ada hiburan yang bisa diandalkan.
seru banget ke museum malam-malam, jadi inget sama film night at the museum
ReplyDeletedulu aku kesini pas siang, jadi pengen cobain sensasi berkunjung ke museum di malam hari
Kalau rame kayak gini, meskipun dateng sendirian, ya tetep seru seru aja