Halte Trans Semanggi di Unair Kampus C |
Ada sesuatu yang baru pada beberapa waktu belakangan ini dari halte bus di Surabaya.
Apalagi kalau bukan pembangunan halte menjadi lebih bagus. Ya, halte Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Surabaya dibangun oleh Pemkot Surabaya beberapa waktu yang lalu. Halte ini kebanyakan dulunya berupa palang bus stop saja. Tanpa atap, bangku, atau papan petunjuk yang bisa digunakan.
Ketika saya menggunakan Suroboyo Bus dan Trans Semanggi pada akhir tahun lalu, saya melihat beberapa pekerja yang sedang mengelas logam untuk dijadikan bangunan halte. Salah satunya berada di Halte Pirngadi.
Halte ini berada di Jalan Bubutan yang menjadi halte jujugan bagi para calon penumpang Suroboyo Bus dari Stasiun Pasar Turi. Sebelum dibangun, halte yang berada di depan sebuah gereja ini hanya memiliki palang bus stop saja. Akibatnya, armada Suroboyo Bus yang melintasi halte ini sering hanya lewat saja karena memang tidak ada orang yang naik dari halte tersebut.
Ketika saya naik dari halte tersebut, saya pun harus memberi tanda agar armada Suroboyo Bus berhenti sehingga saya bisa naik. Namun, kini saya tak perlu melakukannya. Saat ada armada Suroboyo Bus datang, maka sopir akan memelankan laju kendaraannya. Ia akan memastikan apakah ada penumpang yang naik atau tidak di bangunan halte baru tersebut. Jika ada, tentu bus akan berhenti.
Pembangunan Beberapa Halte
Selain di halte Pirngadi, ada beberapa halte yang juga tampak dibangun. Perubahan yang sangat tampak terjadi di Halte Marmoyo yang berada di seberang Kebun Binatang Surabaya. Halte ini menjadi penting karena menjadi transit dua koridor Suroboyo Bus, yakni rute R1/R2 dari Bungurasih ke Rajawali dan R7/R8 dari Joyoboyo ke Osowilangun. Penumpang sering memanfaatkan halte ini untuk transit.
Dulu, halte ini hanya berupa palang bus stop saja. Hanya ada dua kursi pendek yang bisa digunakan untuk duduk. Tidak ada atap sehingga penumpang akan merasa kepanasan jika berada di halte untuk transit. Saya biasanya menggunakan halte ini untuk transit dari rute R8 ke R2 saat pulang ke Malang. Alhasil, sengatan matahari langsung saya rasakan dengan kuat saat tiba di halte ini.
Halte Marmoyo di depan KBS |
Untung saja, kini Pemkot Surabaya sudah membanghun halte tersebut. Bahkan, sejak adanya Feeder Wira-Wiri Suroboyo yang juga berhenti di halte ini, maka keberadaannya semakin penting. Orang-orang semakin banyak menunggu bus atau feeder di halte tersebut.
Beberapa halte lain yang dibangun antara lain Halte Margorejo, Halte Embong Malang, Halte Taman Pelangi, dan Halte Urip Sumoharjo. Semua halte tersebut dilewati oleh Suroboyo Bus. Ada juga yang juga dilewati oleh Trans Semanggi dan Feeder Wira-Wiri.
Nah, selain faslitias tempat duduk dan atap. Informasi rute juga tersedia di dalam halte tersebut. Penumpang bisa membaca peta transportasi di Surabaya beserta tempat wisata yang ada di sana. mereka juga bisa mendapatkan informasi mengenai nomor telepon penting yang bisa digunakan jika dibutuhkan.
Bagi saya perubahan ini sangat bagus. Pemkot Surabaya sudah mulai niat menata transportasi umum yang memang harus segera dilakukan di kota sebesar Surabaya. Meski terlambat, itu tak masalah daripada di Malang yang seakan jalan di tempat. Dengan halte yang baru dan nyaman, maka minat masyarakat untuk naik transportasi umum akan semakin besar. Mereka akan mulai beralih dari kendaraan pribadi karena haltenya nyaman.
Halte Nyaman Cuma di Tengah Kota
Sayangnya, halte yang bagus tersebut hanya banyak ditemukan di tengah kota. Bisa juga dikatakan berada di Surabaya Pusat. Untuk Surabaya Barat dan Timur sayangnya masih banyak halte yang bisa dikatakan belum layak atau bahkan tidak layak. Entah tidak terdapat bangunan seperti halte pada umumnya atau berada di tempat yang tidak tepat.
Apesnya, beberapa halte tersebut berada di dekat tempat penting. Salah satunya di dekat pusat perbelanjaan terbesar se-Indonesia Raya. Apalagi kalau bukan Pakuwon Mall. Ada sebuah halte yang digunakan sebagai transit antara Trans Semanggi dan Suroboyo Bus di sini. Walau dekat mall terbesar yang berpotensi mendatangkan banyak pengunjung, nyatanya Halte PTC tetap dibiarkan hanya berupa palang bus stop saja. Tidak ada tempat duduk atau atap untuk berteduh.
Halte Trans Semanggi di Grand City yang dekat dengan Stasiun Gubeng |
Tak hanya itu, letak halte ini dekat dengan tanaman milik Mall. Jadi, kadangkala, ketika menunggu bus, ada petugas Mall yang sedang menyiram tanaman. Bisa dipastikan air tersebut menyiprat ke calon penumpang. Halte juga sering digunakan oleh pengemudi ojol untuk mangkal. Kalau tidak mereka, banyak pengemudi mobil yang memarkirkan kendaraanya di sana.
Padahal, papan petunjuk bus stop sudah terpampang jelas. Warna merah dan gambar bus juga terlihat jelas pada jalan di depan halte. Saat bus datang, maka proses naik dan turun penumpang pun menjadi terganggu.
Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya penyeberangan jalan yang aman di depan halte. Penumpang bus yang akan menuju mall atau gedung Spazio di depannya harus bersusah payah untuk bisa menyeberang jalan. Saya sendiri sampai meminta bantuan driver ojol yang kerap memarkirkan kendaraan di seberang mall untuk menyeberang.
Halte di Surabaya Timur yang Menyedihkan
Setali tiga uang, halte di Surabaya Timur juga banyak yang masih jauh dari kata layak. Salah satunya adalah Halte Pandugo yang menjadi transit antara Trans Semanggi Surabaya dan Feeder Wira-Wiri. Halte ini berada sangat mepet dengan selokan dan jalan raya. Hanya ada palang bus stop saja yang terpasang.
Halte di Babatan Surabaya |
Nah, saat saya naik Trans Semanggi di halte ini, saya pun bingung. Jika terlalu mepet ke jalan raya, maka saya takut terserempet kendaraan. Sudah tahu kan bagaimana ngerinya pengendara jalan yang lewat Jalan Lingkar Dalam Timur Surabaya alias MERR? Horor banget karena jalannya lebar dan ini adalah ring roadnya Surabaya. Otomatis yang lewat ya kendaraan besar.
Kalau saya mepet ke dekat selokan takutnya malah tercebur selokan. Belum lagi, bau selokan yang anyirnya minta ampun. Walau Bu Risma sudah berhasil merevolusi wajah Surabaya menjadi lebih bersih, tetapi percayalah bau selokan di Surabaya masih bikin mual.
Halte di Pirngadi saat dibangun. |
Halte-halte tersebut memang tidak berada di pusat kota. Tidak berada di pusat perhatian masyarakat, pejabat, atau Tik Toker yang membuat konten bagus dan bisa dipamerkan. Mereka berada di pinggiran Surabaya yang semestinya juga menjadi pisat perhatian. Bukannya membandingkan, Halte BST di Solo cukup bagus sampai batas kota. Saya menemukan halte yang masih bagus di sekitar Taman Jurug, Kartasura, dan sebagainya.
Sebenarnya, sudah banyak masyarakat yang meminta agar halte-halte tersebut dibangun. Minimal diberi tempat duduk dan atap. Kalau bisa juga dipindah seperti halte di dekat kontrakan saya di Babatan, Wiyung, Surabaya Barat. Haltenya sungguh tak manusiawi mepet jalan dan selokan. Jangankan menunggu bus, untuk berjalan saja susah.
Semoga saja ke depannya dengan perkembangan transportasi di Surabaya, banyak halte lagi yang dibangun agar lebih nyaman. Masak kota sekelas Surabaya haltenya dekat selokan dengan bau anyir.
Eh iya ya, halte yang bagus dan lengkap cuman di tengah kota dan saya baru sadar dong. Gara-gara ini, saya pernah jalan kaki jauh banget di jalan Mayjend Sungkono, karena salah nunggu di halte bus yang salah.
ReplyDelete