Sumber AZ Quotes |
Saya punya acara televisi favorit dari luar negeri namanya Second From Disaster.
Acara ini cukup terkenal pada zamannya yang ditayangkan
oleh National Geographic (Nat Geo). Sudah kita ketahui bersama bahwa Nat Geo
adalah media internasional yang kapabel dalam menayangkan berbagai hal ilmiah
dari berbagai aspek kehidupan. Semuanya dikupas tuntas dan coba dijawab mengapa
hingga ke akar-akarnya.
Nah, serial Second From Disaster ini menitikberatkan pada
kupasan mengenai kesalahan yang diperbuat oleh manusia sehingga banyak korban
jiwa yang timbul. Kesalahan ini bisa terjadi saat ada bencana alam atau saat
kondisi darurat. Entah kecelakaan pesawat, mal runtuh, atau lainnya. Semuanya
dijelaskan secara detail agar dijadikan pembelajaran ke depannya.
Saya senang menonton acara ini karena bagi saya lebih cepat
belajar dari kesalahan orang lain ketika menyelesaikan atau mendapat masalah.
Walau kadang pada awalnya kesalahan tersebut yang menyebabkan kerugian fatal
seakan jauh dari kehidupan saya, nyatanya jika ditelisik lebih mendalam
sesungguhnya tidak jauh-jauh amat.
Salah satu kesalahan fatal adalah mengenai mitigasi bencana,
baik bencana banjir, gunung berapi, datau gempa bumi. Pada sebuah episode
mengenai letusan gunung berapi di Karibia dipaparkan mengenai sebuah kota yang
hancur akibat letusan gunung yang dianggap tidak aktif. Letusan tersebut
menyebabkan korban jiwa yang amat banyak.
Saya belajar banyak dari kesalahan penduduk kota tersebut
dan pemerintahnya mengenai abainya mereka membangun pemukiman pada jalur lahar
gunung tersebut. Akibatnya, bisa dipastikan aliran lahar langsung menghantam
kawasan pemukiman yang berada di dekatnya.
Dari kesalahan tersebut, saya pun kemudian mengurungkan niat
untuk meneruskan usaha bimbel di wilayah Kabupaten Sleman. Tepatnya, di sekitar
wilayah Kecamatan Tempel yang masuk dalam kawasan rawan bencana Gunung Merapi.
Walau masih dalam wilayah kawasan rawan bencana 1 (KRB 1) yang bisa dikatakan
paling aman dibandingkan KRB lain, tetap saja saya tidak mau ambil risiko.
Setiap ada peningkatan level Gunung Merapi tempat tinggal
saya kerap dipenuhi abu vulkanik yang cukup tebal dan mengganggu. Saya pun
berprinsip jika kawasan di sekitar gunung berapi sesungguhnya tidak bisa
dijadikan tempat tinggal yang layak. Meski begitu, saya menghormati pilihan
orang yang masih tetap setia menghuni kawasan lereng gunung berapi.
Pelajaran selanjutnya mengenai ambruknya sebuah mall di
Korea Selatan. Peristiwa tersebut sungguh membuat saya belajar dari kesalahan
sebuah infrastruktur sebuah bangunan dan mitigasi saat terjadi bencana tak
terduga. Paparan mengenai penyebab kesalahan yang terjadi dijelaskan cukup
gamblang. Saya sangat paham jika orientasi bisnis akan menghancurkan semuanya
kala abai terhadap aturan keselamatan yang telah ditetapkan.
Dalam program tersebut dijelaskan tiap detik kesalahan yang
terjadi dan diabaikan oleh pemilik dan pengelola mall. Mulai dari AC yang
rusak, adanya retakan pada dinding mall, hingga suara keras yang terdengar pada
saat mall beroperasi. Saya belajar banyak ketika ada sesuatu yang tidak beres
terhadap pekerjaan kita, sudah sepantasnya kita melakukan evaluasi dan
memperbaikinya dengan segera. Tidak mengulur waktu lama hingga akhirnya
semuanya berakhir nestapa.
Pelajaran tersebut saya gunakan ketika ada sebuah bangunan
cabang bimbel yang mulanya adalah bangunan tua bekas dari kafe. Bangunan
tersebut memang tampak kokoh dan terawat. Namun, saya masih sangsi dengan
adanya plafon tambahan di sekitar tempat parkir dan ruang administasi siswa.
Ternyata apa yang saya sangsikan benar. Pada suatu Minggu,
plafon tersebut terbang tertiup angin kencang karena kuda-kudanya kurang kuat. Alhasil,
kami harus memasang kembali plafon tersebut. Kerugian tentu saja ada tetapi
untungnya tidak menimbulkan korban. Dari sini saya berlajar dan mengevaluasi
kembali berbagai detail bangunan meski jujur saya sangat awam masalah ini. Kalau
tidak belajar dari kesalahan dalam video yang saya tonton dan kesalahan berbagai
literasi yang saya dapat, maka saya tidak akan mengerti masalah tersebut.
Walau demikian, ada beberapa bagian dari kesalahan orang
lain yang tidak bisa kita pelajari dengan cepat. Salah satunya adalah kesalahan
dalam membina rumah tangga. Saya memegang prinsip tiap orang memiliki cara
tersendiri yang tidak bisa dipaksakan dalam membina rumah tangga.
Ada yang mengatakan bahwa pasangan A bisa sukses karena
resepnya ini tetapi belum tentu juga cocok bagi pasangan B. Ketika pasangan A
mengatakan untuk mengurai masalah yang ada di dalam rumah tangga mereka belum
tentu cocok diterapkan sepenuhnya pada pasangan B dan seterusnya.
Saya berprinsip dalam menjalin sebuah hubungan sejatinya
mirip dengan reaksi kimia. Sebuah reaksi kimia akan terjadi pada kondisi
tertentu yang tidak bisa dilakukan pada reaksi kimia lain. Para ilmuwan kerap
mencoba kondisi A untuk melalukan sebuah reaksi X dan gagal. Mereka pun mencobanya
kepada reaksi Y setelah belajar dari kesalahan tersebut. Setelah dicoba
berkali-kali, ternyata reaksi tak terjadi. Ilmuwan lain mencoba hal yang serupa
untuk reaksi Z dan hasilnya masih gagal.
Setelah dilakukan berbagai kajian, ternyata kondisi A tidak
cocok digunakan untuk reaksi manapun. Maka dari itu, setelah mencoba berulang
kali dan gagal, ternyata mereka baru paham bahwa kondisi yang digunakan adalah
B. Belajar dari kesalahan manapun ternyata malah menghambat penelitian. Andaikata
mereka mau mencari alternatif lain, maka tentu waktu yang digunakan akan jauh
lebih cepat.
Jadi, belajar kesalahan dari orang lain tergantung juga situasi
dan kondisinya. Kadang, kita terpaku dari pembelajaran tersebut dan malah melupakan
untuk belajar hal lain.