Ilustrasi. klikdokter |
Ada adagium bahwa lingkup pertemanan akan semakin berkurang seiring bertambahnya usia.
Adagium ini ternyata benar adanya dan mulai saya rasakan
beberapa waktu ke belakang. Jika dulu saat usia 20an banyak sekali teman yang
bersama saya, kini jumlahnya mulai berkurang. Mulai hilang perlahan, mundur
teratur, dan akhirnya tak lagi terdengar kabar.
Salah satu alasan utamanya adalah kesibukan. Dulu,
pertemanan menjadi prioritas karena belum banyak tanggungan. Kini, semakin tua
usia, tentu makin banyak beban dan tanggungan yang harus dijalankan. Mulai
beban pekerjaan hingga tanggungan keluarga.
Saya paham sekali kondisi tersebut. Bagaimanapun, kehidupan
pribadi dan keluarga sangat penting dan harus ditamakan. Diri sendiri dan
keluarga adalah prioritas dalam menyusun kegiatan sebelum pertemanan. Makanya,
jika mereka jarang menghubungi saya atau mulai menjauh, saya tak begitu
mempermasalahkan. Toh saya pun juga prioritas serupa sehingga jika diminta
untuk bertemu teman, biasanya saya juga harus melihat situasi dan kondisi.
Nah, yang menjadi perhatian adalah jika ada teman yang mulai
menjauh karena kondisi tertentu. Tak terdengar kabarnya dalam waktu lama. Tak
tahu bagaimana batang hidungnya sekarang. Tinggal di mana, sudah berkeluarga
atau belum, dan lain sebagainya. Soal berkeluarga atau belum sebenarnya saya
tak ambil pusing. Saya biasanya bertanya apa dia sudah menikah atau belum.
Kalau sudah ya alhamdulillah kalau belum ya tidak masalah.
Saya tidak ingin mencampuri urusan privasi teman. Pertanyaan
saya pun lebih terkait kondisi kesehatan dan tempat tinggal. Siapa tahu saya
punya tempat tinggal yang dekat dengannya sehingga jika ada waktu luang bisa
bertemu. Tidak hanya itu, saya juga ingin memastikan bahwa yang bersangkutan
masih hidup. Lantaran, saya punya beberapa teman yang ternyata sudah meninggal
setelah lama tak ada kabar. Mereka banyak yang meninggal akibat covid-19
kemarin dan saya baru tahu beritanya beberapa waktu lalu.
Sebenarnya, keaktifan kita di media sosial menjadi salah
satu bukti keeksisan kita. Makanya, ketika ada teman yang lama tak berkabar dan
tiba-tiba membuat insta story, bisanya saya membalas dan menanyakan kabar.
Meski jujur saya malas melihat story orang dan teman, tetapi saya akan melihat
story teman yang jarang eksis.
Saya penasaran saja apakah ia masih hidup atau tidak. Dalam
artian, apa dia baik-baik saja atau tidak. Kebanyakan balasan story saya juga
dibalas oleh mereka. Kebanyakan pula ketika saya tanya mengapa lama tak
terdengar kabar, rata-rata memang sibuk. Atau, mereka tidak terlalu aktif di
media sosial dan grup WA. Saya jarang sekali mendapati teman yang mulai tak ada
kabar karena menghindar. Rata-rata alasan mereka ya sibuk dan belum bisa
diganggu.
Namun, ada satu teman saya yang tiba-tiba saja hilang dan
menghindar. Padahal, dulu dia sempat aktif dalam grup WA. Usut punya usut,
ternyata ia sedang diliit masalah keuangan. Utangnya banyak dan menumpuk
sehingga ia sempat kehilangan pekerjaan dan menjual beberapa barang.
Saya tidak tahu pasti mengapa ia bisa terlilit hutang. Saya
menduga ia terkena pinjol atau masalah lain. Yang jelas, beberapa kali ia
sempat meminjam uang pada rekan saya dan saya juga. Saat itu, ia meminjam uang
500 ribu yang hanya saya beri 200 ribu rupiah.
Meski hingga kini tak jua dikembalikan, tetapi saya sudah ikhlas.
Saya hanya penasaran mengapa ia menghilang dari peredaran. Masalah keuangan
apakah yang membuat ia menjauh seperti itu.
Mendekatkan teman yang sudah menjauh memang tidak mudah. Terlebih,
di usia kepala 3 salah satu tujuan pertemanan biasanya mengenai bisnis. Memang tidak
semua, tetapin setelah saya alami beberapa waktu terkahir memang mengarah ke
sana. Jarang sekali pertemanan yang benar-benar bertujuan saling mengisi satu
sama lain seperti dulu.
Saya pun melihat beberapa teman dekat saya sekarang banyak
untuk urusan bisnis. Mulai dari bisnis di bidang bimbel maupun bisnis lain. Obrolan
kami saat bertemu juga mengenai bisnis. Walau kadang disela dengan kondisi
kehidupan saat ini, tetap saja obrolan bisnis yang mendominasi.
Untungnya, ada seorang rekan saya yang cukup nawak – saya tidak
tahu istilah Bahasa Indonesianya – dengan memberi perhatian kepada temannya
yang jarang berkabar. Ia tak segan mendatangi rekan tersebut jika waktu
hilangnya sudah lama.
Saya sendiri pernah didatangi ketika masih tinggal di
Kertajaya Surabaya dulu. Saya kaget kok bisa ia menemukan tempat tinggal saya
padahal saya memang lama tak memberi kabar. Saat itu memang sedang sibuk-sibuknya
sehingga saya jarang aktif dalam WAG.
Ia mengira saya sakit karena dulu sempat update di Twitter
sedang terkena covid-19. Saat datang ke tempat saya, ia membawa banyak
buah-buahan dan roti. Dengan kelakar uniknya, malah ia mengira saya sudah
meninggal.
Sosok teman yang nawak ini sebenarnya penting dalam
mendekatkan kembali hubungan pertemanan dengan teman yang mulai berubah dan
menjauh. Biasanya, mereka memiliki sisi humor yang cukup tinggi. Rekan saya
tersebut kerap meminta saya tidak berfokus pada pekerjaan saja agar tidak cepat
keriput. Baginya, hubungan pertemanan sama pentingnya dengan pekerjaan agar
hidup seimbang.
Makanya, kini sebisa mungkin saya memberi kabar, membalas
pesan, atau memberi tanda bahwa masih hidup dan baik-baik saja. Jangan sampai
hubungan pertemanan yang sudah lama terjalin menjadi renggang karena lama tak berkabar.
Saya saja dengan beberapa teman sekolah kini mulai tak begitu akrab karena
jarang menyapa. Walau demikian, masih ada beberapa diantaranya yang menjadli komunikasi
apik hingga sekarang.
He eh...makin banyak umur, lingkar pertemanan makin sempit
ReplyDeleteAku yang sekota aja, jadi jarang main ke tempat sahabat. Kadang ada aja yang jadi penghalang...mirip rencana bukber di grup2 WA...sering sebatas wacana...blm terlaksana, tau2 dah lebaran...😀
Kalo saya bertambah umur, temen2 lama, teman sekolah memang berkurang mas......bahkan ada yg tdk ada kabar sama sekali, namun bermunculan teman2 baru di lingkup pekerjaan
ReplyDelete