Anne JKN, transgender Thailand pemilik baru Miss Universe. - Dok. Istimewa |
Per akhir
tahun ini, Miss Universe secara resmi telah dimiliki oleh seorang transgeder
asal Thailand.
Ia adalah Anne
Jakkaphong Jakrajutatip, atau kerap disapa Anne JKN yang telah membeli kepemilikan
Miss Universe sebesar 20 juta dollar AS atau setara dengan 314 milyar rupiah.
Anne mengambil alih dari IMG yang telah menangani Miss Universe sejak 2015
semenjak dilepas oleh Donald Trump.
Praktis, per tahun 2022 ini, era IMG dalam Miss Universe telah berakhir. Era ini telah mengasilkan 7 pemenang yang Sebagian besar berasal dari benua Asia dan Afrika. Mereka adalah Pia Wurtzbach asal Filipna (2015), Irish Mittenaire asal Prancis (2016), Demi Leigh Neil Pieter asal Afrika Selatan (2017), Catriona Gray asal Filipina (2018), Zozibini Tunzi asal Afrika Selatan (2019), Andrea Meza asal Meksiko (2020), dan terakhir Harnaaz Shandu asal India yang memenangkan Miss Universe pada 2021 kemarin.
Akhir Era IMG
Berakhirnya era IMG juga ditandai dengan kembalinya NBC sebagai pemegang hak siar Miss Universe. Sebelumnya, hak siar ajang ini sempat berada di tangan FOX dan FYI yang sering dikritik oleh banyak pageant lover karena terjadi penurunan kualitas kemasan acara dan berbagai hal teknis lainnya jika dibandingkan saat disiarkan melalui NBC dulu.
Oma Gula. -Dok Istimewa
Baca juga: Drama Miss Universe Era Trump
Walau sudah beralih kepemilikan, tetapi Presiden Miss Universe tetap dijabat oleh Paula Shuttgart atau sering dipanggil Oma Gula oleh pageant lover Indonesia. Oma Gula tetap memimpin operasional Miss Universe walau kini pemiliknya sudah berganti. Terakhir, Oma Gula dan beberapa petinggi Miss Universe sudah berada di Thailand untuk melakukan berbagai serangkaian acara. Tidak hanya Oma Gula, beberapa pemenang Miss Universe era sebelumnya juga juga datang untuk melakukan gala dinner.
Pro Kontra Keikutsertaan Transgender
Nah sejak
ganti kepemilikan, ada saja desas-desus seputar Miss Universe era baru ini. Ada
yang mengatakan, bahwa karena sang pemilik adalah transgender, maka kaum
transgender akan lebih leluasa menjadi peserta Miss Universe. Sebelumnya, hanya
ada satu transgender yang pernah mengikuti ajang ini yakni Angela Ponce. Transgender
asal Spanyol tersebut berhasil mengikuti ajang Miss Universe 2018. Walaupun unplace,
tetapi ia menjadi sorotan dan sempat diberi panggung khusus atas dedikasinya yang
ia berikan untuk para trangender yang bisa tampil di ajang Miss Universe.
Hingga kini, pro kontra mengenai bolehkah transgender mengikuti ajang Miss Universe masih terjadi hingga kini. Beberapa national director melarang secara tegas transgender mengikuti ajang ini. Beberapa diantaranya malah membolehkan dan memberi ruang khusus. Diantara perbedaan itu, sering terjadi beda pendapat di media sosial, baik antara peserta kontes kecantikan maupun dari national director.
Baca juga: Berapa Harga Lisensi Kontes Kecantikan?
Di balik pro kontra dan kemungkinan transgender akan diberi banyak ruang, yang pasti Miss Universe akan memiliki kemasan baru yang diklaim akan menaikkan pamor mereka kembali setelah meredup beberapa tahun terakhir. Terlebih, dalam waktu belakangan ini, persaingan ketat antara Miss Miss Universe dengan pageant lain cukup kentara, terutama dengan Miss Grand International. Ajang yang baru diadakan di Indoneisa tersebut juga sama-sama dimiliki oleh pengusaha asal Thailand.
Rencana Besar Ann
Dalam konferensi
press dengan pemilik baru, ada beberapa poin yang disampaikan terkait perubahan
pemilik ini. Pertama, pemenang Miss Universe 2023 akan mengenakan mahkota baru.
Mahkota ini tetap didesain oleh perusahan perhiasan asal Dubai ini tetap
menjadi partner Miss Universe walau telah ganti pemilik. Mahkota Mouawad yang
dikenakan sejak 2019 dianggap sudah cocok dengan para pemenang Miss Universe
walau tentu mahkota baru juga diperlukan.
Poin kedua
adalah Miss Universe akan mencari sosok pemenang transformational leader. Sosok
ini yang kemarin sempat disalahpahami bahwa mereka mencari transgender. Sosok yang
akan menjadi pemenang lebih kepada mereka yang benar-benar bisa menjadi
pemimpin yang mampu membuat perubahan besar.
Menyandang status Miss Universe tentu harus sejalan dengan namanya. Perempuan alam semesta yang beranti membuat perubahan besar sekaligus mengajak orang menuju kebaikan dari perubahan tersebut. Atas alasan ini, advokasi dan kemampuan public speaking tetap menjadi kunci kesuksesan Miss Universe.
Baca juga: Dominasi Negara Latin pada Kontes Kecantikan Internasional
Ketiga,
Miss Universe akan memiliki brand kosmetik baru. Sebelumnya, mereka menggandeng
beberapa produk kecantikan saat kegiatan karantina atau malam final. Sebut saja
MUBA yang sudah beberapa tahun terakhir menjadi sponsor Miss Universe era IMG. Entah
bagaimana produk Miss Universe ini yang jelas mereka akan memiliki brand
sendiri.
Keempat,
tuan rumah Miss Universe 2023 dan 2024 sudah dipilih. Kabarnya. Setiap dua
tahun sekali Miss Universe akan diadakan di Thailand. Jadi, satu tahun di luar
Thailand dan satu tahun berikutnya di negara lain. Jika ini benar, maka
panggung spektakuler Miss Universe saat di Thailand akan terus berulang. Negara
ini sudah tiga kali menjadi tuan rumah, yakni pada 1992, 2005, dan 2018.
Kelima,
pemenang Miss Universe akan mendapatkan fasilitas privat jet dan apartemen
mewah (penthouse) selama menjabat. Fasilitas ini tentu
jauh lebih mewah dibandingkan pemenang Miss Universe sebelumnya yang hanya
mendapatkan kamar aparmeten biasa di New York. Itu pun harus berbagi ruang
dengan pemenang Miss USA.
Keenam, Miss Universe akan melakukan semacam acara reality
show bertema road the crown. Acara ini akan mengenalkan mahkota baru Miss
Universe sekaligus kemasan acara yang juga fresh. Memang sejak dipegang IMG,
konsep acara yang mengenalkan kepada masyarakat sangat kurang. Kalau tidak
diundang dalam acara kontes nasional seperti Puteri Indonesia, Miss Universe
seakan mengandalkan nama besar mereka.
Itulah beberapa poin yang diberikan oleh pemilik baru Miss
Universe. Walau menimbulkan polemik, yang jelas kini orang Asia yang memiliki
Miss Universe. Bisa jadi, negara Asia akan tetap eksis dan menjadi terdepan. Namun,
untuk Indonesia sendiri rasanya cukup sulit memenangkan ajang ini karena bagaimana
pun ajang ini sangat pro terhadap LGBT. Pemenangnya kerap mengkampanyekan kesetaraan
LGBT dalam berbagai kesempatan. Jika Indonesia memenangkan ajang ini, siapkah
masyarakat kita menerimanya?