Stasiun Surabaya Kota |
Sejak pandemi melanda, praktis saya jarang sekali naik kereta api Penataran.
Alasannya, saya kerap kehabisan tiket akibat adanya
pembatasan tempat duduk penumpang. Biasanya, saya membeli tiket KA Penataran
cukup mepet, antara H-1 hingga H-3 keberangkatan. Dengan jumlah kursi yang
tersedia saat itu hanya 80%, praktis saya harus gigit jari kala pergi dan
pulang dari Surabaya.
Terlebih, biasanya saya pulang ke Malang saat Sabtu sore
sekitar pukul 5. Ada satu jadwal kereta api Penataran yang berangkat dari Stasiun
Surabaya Kota (Semut) menuju Stasiun
Malang Kotabaru. Apesnya, jadwal perjalanan kereta ini seringkali fulll booked. Alias
selalu penuh bahkan mulai H-5 sebelum keberangkatan.
Baca juga: Antara Kelas Ekonomi Premium, Ekonomi Kemenhub, dan Bisnis
Alasannya, banyak penglaju yang menuju Malang dan Blitar
pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka juga berburu tiket kereta api ini demi
bisa pulang dan kembali keesokan seninnya. Baru saja membuka aplikasi KAI
Acces, saya kerap harus gigit jari lantaran taka da lagi tiket yang tersisa. Kalau
pun ada, biasanya hanya tiket berdiri. Saya menghindari membeli tiket berdiri
karena perjalanan di dalam kereta cukup lama dan saya kerap membawa barang
bawaan cukup banyak. Kesehatan adalah yang utama.
Naik Suroboyo Bus ke Stasiun Semut
Untunglah, beberapa saat yang lalu, saya beruntung
mendapatkan tiket KA Penataran pada jam keberangkatan sore hari. Saya memilih
untuk memulai perjalanan dari Stasiun Surabaya Kota (Semut) menuju Stasiun
Malang Kotabaru. Kebetulan, saya sedang ada urusan di sekitar Jalan Rajawali
yang dekat dengan Stasiun Surabaya Kota. Biasanya, saya memilih naik dari Stasiun
Surabaya Gubeng atau Wonokromo.
Loket penjualan yang sepi |
Dari daerah sekitar Jalan Rajawali, saya naik Suroboyo Bus
rute R2 yang menuju ke arah Terminal Bungurasih. Bus yang saya tumpangi tampak
penuh karena saat itu memang banyak orang yang akan meninggalkan Surabaya ke
kotanya masing-masing.
Setelah berjalan beberapa saat, saya pun turun di Halte Tugu
Pahlawan. Halte ini berada di sebelah utara viaduct kereta api yang persis di
depan sebuah bangunan terbengkalai. Dibandingkan halte lain, halte ini cukup
mengenaskan karena bus tak bisa berhenti tepat di pingir jalan akibat banyaknya
pedagang kaki lima. Alhasil, penumpang yang naik atau baru turun dari bus harus esktra hati-hati agar tidak
terserempet kendaraan bermotor.
Baca juga: Cara Naik Kereta Api dari Malang ke Mojokerto
Dari halte Suroboyo Bus, saya lalu berjalan kaki ke Jalan
Kebun Rojo. Sebenarnya, saya bisa saja naik ojek online ke Stasiun Semut. Namun,
saya memilih berhemat dan berjalan kaki agar sehat. Toh jaraknya hanya sekitar 600
meteran.
Berjalan kaki di Jalan Kebun Rojo membuat saya bersyukur
karena sering berpapasan dengan banyak pemulung yang baru saja mencari barang
rongsokan. Pun demikian dengan para kuli panggul yang berlalu lalang demi sesuap
nasi. Jadi, perjalanan dengan berjalan kaki merupakan sebuah cara bagi saya
untuk memaknai hidup dibandingkan mencari jalan pintas menggunakan ojek online.
Banyak Pedagang Kulakan
Sambil sedikit terengah, akhirnya saya tiba di Stasiun
Surabaya Kota. Beberapa calon penumpang tampak baru saja datang dengan barang
bawaan yang banyak. Beberapa diantaranya membawa gulungan kain dan
berkardus-kardus pakaian. Saya ingat bahwa stasiun ini dekat sekali dengan
beberapa pusat grosir seperti JMP, Pasar Atom. ITC, dan PGS.
Mereka adalah pedagang kain asal Malang yang kulakan atau
membeli barang dagangan untuk dijual kembali. Opsi menggunakan kereta api bisa
jadi adalah opsi terbaik karena letak stasiun yang cukup dekat dengan tempat kulakan
mereka. Dibandingkan naik bus, mereka harus pergi ke Terminal Bungurasih dulu
dan harus mencari kendaraan lagi di Terminal Arjosari.
Ruang tunggu penumpang yang sepi. |
Tak hanya itu, dengan naik kereta, mereka bisa meletakkan
barang dagangan mereka di tempat yang lebih longgar. Pihak stasiun bahkan
menyediakan troli khusus secara gratis yang bisa digunakan oleh penumpang untuk
menaikkan barang mereka. Troli ini kerap digunakan untuk menaikkan kain yang
jumlahnya cukup banyak. Dari apa yang saya temukan ini, saya makin sadar bahwa
moda transportasi kereta api adalah salah satu nyawa penting dalam lalu lintas
penumpan dan barang.
Baca juga: Berburu Suara Announcement Kereta Api
Sayang, perjalanan KA Penataran ini sangat terbatas. Dalam sehari,
KA ini hanya berjalan 4 kali denhan jarak interval yang cukup jauh. Makanya,
banyak calon penumpang yang kehabisan tiket KA Penataran meski masih ada tiket
berdiri.
Sebelum saya duduk untuk mencari tempat pengisian baterai
ponsel, mata saya menangkap sebuah warung yang terdapat tulisan wartel. Setelah
saya cek, rupanya itu hanya bekas tulisan. Tak ada wartel di sana. Mana ada wartel
di era smartphone sekarang?
Menemukan bekas wartel |
Tak Lagi Melayani Perjalanan Kereta Api Jarak Jauh
Saya berkeliling lagi dan mendapat informasi bahwa Stasiun
Surabaya Kota tidak lagi melayani pembelian tiket jarak jauh (KAJJ). Jika calon
penumpang ingin membeli tiket KAJJ, maka mereka bisa membeli di Stasiun
Surabaya Gubeng dan Wonokromo.
Para penumpamg bersiap untuk boarding. |
Informasi ini semakin meneguhkan bahwa Stasiun Semut tak
lagi banyak berhubungan dengan pemberangkatan KAJJ. Praktis, stasiun ini hanya
melayani keberangkatan KA lokal di Jawa Timur saja. Menjadi stasiun terminus
bagi hampir semua KA lokal yang harganya murah meriah.
Padahal, stasiun ini dulu stasiun ini sangat ramai dengan
penumpang yang menuju ke berbagai kota di Pulau Jawa. Saya dulu bahkan sempat
mendapat informasi saat masih kecil bahwa stasiun semut ini adalah stasiun yang
paling besar di Surabaya. Nyatanya, kini sama dengan Stasiun Solo Jebres yang
kehilangan mahkota, Stasiun Semut tak lagi memberangkatkan Kereta Api Jarak
Jauh selain KA Sri Tanjung.
Informasi mengenai pembelian tiket KAJJ |
Ya, hanya KA Sri Tanjung yang berangkat dari Banyuwangi dan
Yogyakarta yang singgah di Stasiun Semut untuk berganti lokomotif. Sebelumnya,
KA ini berganti lokomotif di Stasiun Surabaya Gubeng. Praktis, penumpang di
Stasiun Semut ini didominasi penumpang KA Lokal.
Lantaran menjadi stasiun terminus, maka tak ada lagi sambungan
rel kereta api menuju stasiun lain. Maka, dari pintu pemeriksaan penumpang,
terparkir beberapa kereta api yang berada pada ujung rel. berbeda dengan
stasiun lain yang bukan merupakan stasiun terminus.
KRD Komuter yang menunggu penumpang. |
Setelah check-in, penumpang harus melewati ujung rel yang gelap
dengan memilih beberapa kereta. Saat saya akan naik, ada KA Penataran dan KRD
Komuter yang menuju Sidoarjo. Nah, bercerita mengenai memilih KA mana yang harus
dinaiki, saya pernah punya pengalaman unik.
Jangan sampai salah naik kereta ya. |
Jadi, saat awal keranjingan naik kereta api dulu kala
kuliah, saya dengan PD-nya naik KA Dhoho Penataran yang ke arah Kertosono. Padahal,
saya harusnya naik KA Penataran. Dua kereta ini berdekatan dan memiki jadwal
keberangkatan hanya selisih 10 menit. Saya baru sadar naik kereta api ketika
ditanya oleh penumpang lain. Ia mengatakan bahwa kereta yang saya naiki tidak
menuju Malang melainkan Kertosono. Saya pun bergegas turun di Stasiun Sepanjang
dan naik angkot menuju Bungurasih.
Tidur dulu |
Tepat pukul setengah 6 sore kereta berangkat. Saya pun mengamankan posisi sesuai tempat duduk dan mulai memejamkan mata sampai di Malang nantinya.
jual pulsa, ches hp wkwkwkwkw.
ReplyDeleteBisa-bisanya wartelnya belom dibuka ya, biar terkesan old vintage gitu kali ya hahahaha
Btw jauhnya dirimu jalan Mas, dulu saya sering jalan di situ, waktu zaman-zaman masih bokek (padahal ya sekarang juga bokek, wakakakakak)
Kami naik lyn terus turun di situ, menuju pasar Turi yang belum kebakaran.
Setelah PGS ada, seingat saya udah nggak pernah lagi jalan di situ, selalu naik motor atau kendaraan lain, lumayan loh di sana itu rame dan sumpek hehehe
kayaknya gitu biar beli di warungnya soalnya ngira ada wartel beneran hahahah
Deleteini kebetulan aja mbak dari ampel
jauh banget emang daerah sini mana macet hahaha