Siti Hinggil Trowulan |
Nama Raden Wijaya sudah tak asing di telinga saya.
Sejak SD, saya sudah melahap beberap buku IPS, baik yang diterbitkan oleh Dikbud, Erlangga, Tiga Serangkai, maupun penerbit lain. Namanya diceritakan berulang dalam bab akhir masa Kerajaan Singosari dan masa awal Kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya dinarasikan sebagai menantu dari puteri bungsu raja terakhir Kerajaan Singosari yang bernama Gayatri. Saat terjadi huru-hara di Singosari akibat serangan kerajaan Kadiri oleh Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri ke Madura.
Kisah Raden Wijaya yang Terkenang
Lantas, saat pasukan dari Mongol datang, ia pun segera membujuk tentara tersebut agar menyerang Jayaktwang dan pasukannya. Ia mengatakan bahwa raja yang telah mengiris daun telinga utusan Ku Bilai Khan masih berkuasa. Akhirnya, pasukan Mongol menghancurkan Jayakatwang dan runtuhlah Kerajaan Kadiri yang hanya sebentar berkuasa.
Pelataran Parkir |
Raden Wijaya pun melanjutkan taktiknya dengan menyerang pasukan Mongol yang kelelahan akibat perjalanan jauh dan berperang. Mereka pun berhasil diusir dari tanah Jawa. Berkat Raden Wijaya, Jawa dan Nusantara tidak dikuasai bangsa Mongol. Padahal, bangsa ini sudah menaklukkan hampir sepertiga dunia, termasuk kerajaan di Eropa dan kekhalifahan Abbasyiah di Irak. Hebat bukan?
Ia pun lalu mendirikan kerajaan baru di hutan Tarik, Mojokerto. Lambat laun, kerajaan ini menjadi besar dan menguasai wilayah nusantara. Raden Wijaya pun begitu dihormati dan diagungkan. Meski belum sampai menyatukan Nusantara, tetapi berkat jasanya, negara Majapahit yang bedaulat bisa berdiri selama sekitar 200 tahun.
Serial Tutur Tinular Visualisasi Kisah Raden Wijaya
Dulu, saya hanya mengenal Raden Wijaya dari buku dan serial televisi. Serial Tutur Tinular yang ditayangkan di Indosiar cukup apik dalam menggambarkan bagaimana Raden Wijaya menyusun strategi menghancurkan Jayakatwang dan tentara Mongol.
Baca juga: Melacak Misteri Pusat Kuasa Mpu Sindok di Tembalangan Malang
Kalau tak salah, tokoh ini diperankan apik oleh Agus Kuncoro yang memang sudah lama memainkan lakon dengan tema kerajaan. Intrik di dalam kerajaan yang berkembang juga sangat apik dalam memvisualisasikan apa yang sebenarnya terjadi saat Raden Wijaya membangun Kerajaan Majapahit.
Para peziarah di pendopo dekat makam |
Puji syukur, puluhan tahun setelah membaca buku dan melihat film Tutur Tinular, saya pun akhirnya bisa menapaktilasi kisah Raden Wijaya ini. Dari patung Buddha tidur, saya memutuskan untuk ke siti inggil Trowulan. Tempat ini diyakini sebagai makam Raden Wijaya. Namun, keyakinan ini disanggah oleh arkelolog BPCB yang menyatakan abu jenazah Raden Wijaya sebenarnya didharmakan di sebuah candi di Kabupaten Blitar, tepatnya di Candi Simping. Pendapat ini sesuai dalam kitab Negarakertagama.
Lantas, untuk apakah bangunan ini?
Perdebatan Pendapat Funsi Bangunan Siti Hinggil Trowulan
Saya simpan dulu pertanyaan ini. Setelah memarkirkan motor sejenak, udara yang segar dari embusan angin pepohonan sangat terasa nikmat. Saya berasa sedang di alam nirwana karena sejak perjalanan dari arah Mojokerto Kota, teriknya mentari menyengat kulit saya. Baru di Siti Inggil Trowulan ini saya bisa merasakan embusan angin yang begitu kuat.
Beberapa makam yang diduga makam istri-istri Raden Wijaya |
Saya pun bergegas ke juru kunci tempat ini. Tentu, saya harus mengisi buku tamu. Di dalam buku tamu tertuang maksud kedatangan yang harus saya isi. Lantaran ini tempat keramat, saya pun mengisi jujur tujuan saya datang ke sini adalah untuk belajar sejarah mengenai Raden Wijaya dan sekaligus membuat konten. Saya juga meminta izin apakah diperbolehkan memotret atau mengambil gambar di area tersebut. Sang juru kunci mengizinkan asal saya menjaga ketenangan dan kesopanan.
Pintu masuk Siti Hinggil |
Saya bergegeas ke area makam yang diyakini sebagai makam istri dan selir dari Raden Wijaya. Makam ini berjejer rapi di sisi depan dari siti inggil yang utama. Di depan makam, ada pendopo besar yang digunakan para peziarah untuk bersantai dan bersiap menyalakan dupa. Saya duduk sebentar di sana sembari mempersiapkan benda yang akan saya gunakan untuk ritual saya. Apalagi kalau bukan kamera mirrorless yang setia menemani saya kapan pun dan di mana pun.
Baca juga: Menelisik Kisah Polowijen, Desa Subur Kelahiran Ken Dedes
Setelah segalanya siap, saya pun naik ke siti inggil. Sebagai informasi, siti inggil merupakan suatu bangunan dalam kepercayaan masyarakat Jawa yang letaknya lebih tinggi daripada bangunan lain di sekitarnya. Tempat ini biasanya digunakan sebagai tempat pertapaan atau makam. Maka dari itu, tempat ini juga dipercaya sebagai tempat Raden Wijaya menerima wahyu dari Sang Hyang untuk mendirikan Kerajaan Majapahit.
Pohon-pohon besar menaungi Siti Hinggil |
Saya duduk bersimpuh di depan pintu Siti Inggil sembari mulai merekam. Kegiatan merekam ini saya lakukan dengan alat dan mata saya. Ada beberapa pohon besar yang tumbuh subur memagari bagian utama dari Siti Inggil ini. Beberapa arca khas agama Buddha juga terpasang di depan pintu. Di tembok dekat pintu, ada ornamen dua wanita berkemben yang sedang duduk bersila dan bersimpuh. Sosok dua wanita ini menjadi tanda bahwa Raden Wijaya memang begitu dihormati.
Suasana sejuk sangat terasa |
Melanjutkan duduk bersimpuh sembari merasakan kesegaran angin saya lakukan kemudian. Sepoi angina semakin kencang tetapi malah membuat saya nyaman. Saya memejamkan mata sejenak dan mulai membuka mata batin saya. Lantaran saya beragama Islam, tentu saya tidak bermaksud untuk mencari berkah dari makam ini. Saya hanya menjernihkan pikiran yang sudah kalut akibat aktivitas sehari-hari. Tiba-tiba saja, saya teringat petuah akhir Raden Wijaya sebelum wafat yang saya saksikan dalam serial Tutur Tinular di televisi.
Baca juga: Menapaki Tlogomas, Daerah Sumber Emas dengan Peradaban Tinggi
Ia mengatakan, Raja tidak boleh sewenang-wenang. Ada kekuatan yang membatasi. Kekuatan itu bukanlah undang-undang tetapi hukum dari Sang Hyang Widi Wasa. Hukum ini berlaku mutlak dan akan mengikat siapa pun. Ia juga memberi perlambangan yang cukup membingunkan yang berbunyi:
Bersuka cita dalam keprihatinan
Bersembunyi di tempat terang-benderang
Menyusup di tanah lapang
Terkejut oleh teguran orang gagu
Waktu menetes sebesar kutu, tapi tingginya melebihi gunung
Orang cebol tiarap di dasar jurang tapi kepalanya hampir menyentuh langit.
Saya pun menjadi bingung dan akhirnya meninggalkan tempat ini karena masih ada satu candi lagi yang akan saya datangi. Meski begitu, saya semakin yakin bahwa Raden Wijaya adalah sosok raja dan pemimpin yang tulus ikhlas melayani rakyatnya. Sosok yang kini jarang sekali ditemui pada pemimpin masa sekarang.
Saya baru tau tempat ini. Thanks infonya. Saya setuju pernyataan Raden Wijaya adalah sosok pemimpin yg bijaksana. Belum ada pemimpin seperti beliau di era jaman skrang di negeri ini
ReplyDeleteIya mas beliau sangat dikagumi pada masanya
DeleteSampai sekarang aku tuh masih penasaran dengan Majapahit, ada lima buku tenang Gajahmada, bahkan ikut grup IG Mojokerto tentang Mjapahit, namun masih memuaskan rasa penasaran tentang Majapahit...Ngomong2 njenengan mojokerto pundi Cak..?
ReplyDeleteBanyak kronik sejarah yang masih belum terungkap ya mas
Deletemakanya masih menjadi misteri
saya asli malang mas cuma jalan-jalan ke Mojokerto
wah aku ke sini jaman sd, bayangkan lama sekali. apsti sudah banyak berubah
ReplyDeletewah pernah ke sini juga bu?
DeleteToss. Aku pernah mengidolakan sosok raden wijaya juga. Aku membayangkan beliau ini tokoh yang dihormati, berwibawa...
ReplyDeleteTapi klo di serial radio, "ketutup" sama Arya Kamandanu pesonanya 😊
nah bisa jadi mbak
Deletecerita kamandanu, mei shin jadi dominan ya heheh