Latar Sunrise Mojokerto |
Lantaran saya gagal makan malam di Mekdi Mojokerto, maka saya pun mencari tempat makan yang tak jauh dari situ.
Sebenarnya, di dekat Sunrise Mall ada beberapa warung yang buka. Maka, saya pun kembali ke arah Sunrise Mall untuk melihat apakah ada warung yang bisa saya kunjungi. Namun, entah kenapa tiba-tiba mata saya melihat ada gemerlap lampu yang cukup indah tepat berada di dekat lahan parkir outdoor dari mall tersebut.
Latar Sunrise, Pujasera Rasa Kafe
Rupanya, ada sebuah pujasera yang cukup luas dan memiliki banyak tempat duduk. Pujasera ini bernama Latar Sunrise. Tanpa berpikir panjang, saya pun segera mendekati pujasera tersebut yang mulanya saya kira adalah kafe. Kalau kafe kan saya hanya bisa ngopi atau makan cemilan. Padahal, saat itu saya belum makan sedari siang.
Gemerlap lampu yang aduhai |
Saya pun masuk dan segera mencari kursi kosong. Untungnya, masih banyak kursi yang belum terisi karena memang tempat ini belum banyak diketahui oleh masyarakat. Meski begitu, menurut saya yah suasananya lumayan ramai juga. Saya duduk di bangku paling pojok agar bisa lebih syahdu menikmati remang-remang lampu yang disusun dengan amat cantik.
Baca juga: Menikmati Sore Eksklusif di Food Junction Grand Pakuwon
Mata saya berputar untuk mencari mangsa alias menu makan malam apa yang bisa saya santap. Ada lalapan, geprek, ayam goreng, dan segala menu berbahan dasar ayam. Saya pun akhirnya memilih menu rice box saja karena lebih simpel dan porsinya tak terlalu banyak. Saya memang menjadwalkan akan makan camilan atau apapun sebelum tidur nanti. Benar-benar tidak sesuai dengan pola hidup sehat yang seharusnya saya anut.
Mari makan |
Selain dipenuhi pedagang makanan, Latar Sunrise juga memuat banyak pedagang minuman terutama minuman kekinian yang tumbuh subur bak lumut di musim hujan. Ada Thai Tea, aneka macam boba, kopi yang bikin kenangan bersama mantan, hingga olahan susu. Saya sih, lebih memilih es teh saja. Murah meriah dan terasa lebih segar dibandingkan minuman yang lebih kental.
Tanpa perlu menunggu lama lagi, makanan yang saya pesan pun datang. Satu box teriyaki beserta es the. Duh, rasanya nikmat sekali menyantap makanan ini karena saya baru saja “thawaf” mengelilingi Sunrise Mall. Belum lagi, sejak makan soto siang hari di Patung Buddha, saya tidak begitu selera makan alias nyemil. Bagaimana tidak selera wong saya merasa creepy di penginapan yang ya begitulah.
Baca juga: Menyapa Partini dan Partinah di Taman Balekambang Solo
Saya begitu menikmati momen sendirian di Latar Sunrise tersebut. Tempat ini bagi saya universal bisa didatangi oleh siapapun. Entah anak-anak, orang tua, remaja, nenek atau kakek-kakek sekalipun bisa menghabiskan malam di sini. Saya juga senang denga penataan meja kursinya yang menyerupai pesta kebun. Pokoknya cucok meong lah dan dijamin bakal betah. Alunan suara musik pun juga mengalir indah. Pengelola tidak menyetel musik jedak-jeduk yang kadang membuat pengunjung sulit untuk mengobrol. Bagi saya hal ini penting diperhatikan bagi tempat makan karena kenyamanan pengunjung juga sangat perlu.
Saya pun akhirnya keluar dari Latar Sunrise ini setelah makanan saya habis dan lambung saya mulai sedikit lega. Saya melalukannya karena memberikan kesempatan kepada pengunjung lain barangkali ingin duduk di tempat saya. Kalau sedang makan sendirian kok saya melihat suasana semaki ramai biasanya saya tau diri. Mencoba tidak egois memperlama duduk di tempat yang semestinya bisa digunakan oleh orang lain.
Gemerlap Lampu di Taman Benteng Pancasila
Suasana di Jalan Benteng Pancasila semakin ramai. Di sebelah Latar Sunrise, ada sebuah taman yang juga disesaki oleh anak-anak. Mereka memainkan mobil listrik yang dijalankan oleh orangtua mereka. Beberapa diantara mereka tampak asyik bersorak karena bisa naik mobil mini semacam itu. Sebuah hal yang bisa jadi tidak bisa didapatkan oleh mereka di rumah.
Rame banget |
Taman tersebut adalah Taman Benteng Pancasila. Meskipun tidak terlalu luas, saya sangat senang dengan kebersihan tamannya dan kelengkapan fasilitasnya. Selain terdapat tanah lapang untuk tempat bermain mobil listri, di Taman Benteng Pancasila ini juga ada lampu menari yang sangat atraktif.
Taman Benteng Pancasila Mojokerto |
Lampu ini berkedip dengan pola khusus yang tidak bisa diduga. Kadang meriah dengan warna ngejreng, kadang memancarkan warna soft, kadang pula memancarkan sinar putih yang begitu memukau. Lampu ini terlihat meriah dari kejauhan. Ketika saya mendekat, ternyata pendanaan pembangunannya diberikan oleh Bank Daerah di Jawa Timur.
Fasilitas yang membuat saya bahagia di Taman Benteng Pancasila adalah taman bermain anak. Berbagai fasilitas bisa digunakan oleh anak-anak secara gratis. Ada perosotan, ayunan, dan tentunya jungkat-jungkit. Meski menempati tempat sempit, itu tak membuat anak-anak merasa terhalangi untuk berlari dan berlari.
Taman bermain penuh dengan anak-anak |
Perawatan taman ini saya akui memang jempol. Sama dengan Alun-alun Kota Mojokerto yang juga bersih, tak banyak sampah tercecer di taman ini. Penerangan lampu di sini juga berfungsi dengan baik. Sangat kontras dengan apa yang ada di Malang. Di sana, walau menyandang kota wisata, alun-alunnya tampak kumuh dan lampu penerangan taman tak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika membandingkan seperti ini, tagar #ajorji yang kerap disematkan kepada Walikota Malang seakan tepat sasaran.
Pasar Benteng Pancasila yang Beroperasi Tiap Malam
Dari taman ini, saya bergeser ke sebuah pasar yang menjual aneka pakaian. Pasar ini juga memiliki nama sama yakni Pasar Benteng Pancasila. Pedagang yang menempati Pasar Benteng Pancasila merupakan pedagang relokasi dari alun-alun Mojokerto.
Baca juga: Pendopo Banyuwangi dan Kampung Kemiren
Saya menemukan banyak pedagang kaos, kemeja, daster, rok, dan beberapa mukena serta jilbab. Tentu, ada pula deretan pedagang yang menjual pakaian dalam, baik pria dan wanita. Ketika saya lihat harganya eh kok lumayan murah. Saya pun akhirnya membeli beberapa celana dalam sebagai oleh-oleh. Asli, kalau biasanya orang membeli kaos sebagai oleh-oleh tetapi untuk di Mojokerto ini saya rekomendasikan beli saja kutang atau celana dalam. Ketika saya WA teman saya yang asli Mojokerto memang di pasar itu harga pakaian dalamnya cukup miring. Hmmm alemong ya bisa jadi rekomendasi juga.
Pasar Benteng Pancasila |
Pasar ini bermuara ke sebuah tempat bermain anak lagi yang cukup ramai. Asli saya sampai heran kenapa di Mojokerto itu banyak sekali tempat bermain anak. Dan semuanya ramai semua. Padahal yang ditawarkan ya sama sih seperti mandi bola, mewarnai, dan mainan pasir. Bisa jadi, perkembangan kota ini yang amat pesat terutama jumlah penduduk membuat banyak sekali tempat semacam ini. Dibandingkan Malang, Mojokerto memiliki tempat semacam ini jauh lebih banyak.
Mari makan lagi |
Perjalanan saya di malam itu berakhir di sini. Lantaran, tempat maianan ini berseberangan dengan penginapan saya. Sebelum masuk kamar saya yang creepy, saya membeli dulu pentol bakar di tepat tersebut. Sembari menunggu pentol saya selesai dibakar, saya masih melihat emak-emak dan anak mereka yang riang gembira naik kereta kelinci. Sebuah kebahagiaan paripurna yang menutup kunjungan saya di Tanah Majapahit ini.