Lima calon terkuat pada Pilpres Filipina 2022. - philstar Global |
Tak terasa, kepemimpinan Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan berakhir pada 2022 ini.
Sesuai konstitusi negara tersebut, Duterte tidak diperkenankan lagi untuk maju pada periode selanjutnya. Konstitusi yang digulirkan sejak People Power 1986 tersebut menyatakan bahwa masa jabatan Presiden Filipina adalah 6 tahun dan setelahnya tidak dapat diperpanjang dengan alasan apapun.
Kecuali, jika sang presiden adalah wakil presiden yang menggantikan presiden di tengah masa jabatan, maka ia masih diperbolehkan maju lagi seperti yang dilakukan oleh mantan presiden Gloria Arroyo. Saat itu, sebagai wakil presiden, ia menggantikan Joseph Estrada yang digulingkan pada 2001. Pada 2004 ketika masa jabatan era Estrada habis, Arroyo maju kembali dan memenangkan pemilihan presiden sehingga ia menjadi orang nomor 1 di Filipina selama 9 tahun.
Presiden dan Wakil Presiden Dipilih Secara Terpisah
Nah dengan adanya konstitusi semacam ini, maka demokrasi di negara tersebut dapat dijalankan dengan baik. Tidak ada keinginan untuk berkuasa lebih lama. Tidak ada pula hasrat untuk mengubah konstitusi demi menambah masa jabatan dengan embel-embel big data. Satu masa jabatan sudah dirasa cukup untuk membuat program pembangunan dan menyelesaikan masalah yang ada.
Berbeda di negara lain, sistem pemilu Presiden Filipina cukup unik. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden memang berkampanye secara bersamaan. Mereka akan memasang baliho berdua sama seperti di Indonesia. Namun pada saat pemilihan, mereka akan dipilih secara terpisah. Artinya, pemilih boleh memilih presiden dan wakil presiden dari pasangan yang berlainan.
Misalkan, saya bisa memilih capres dari pasangan partai A tetapi akan memilih cawapres dari partai B. Kalau kontesnya pemilu di Indonesia dulu, misal saya memlih Jokowi sebagai capres tetapi memilih Sandiaga Uno sebagai wapres. Atau bahkan saya memilih Prabowo sebagai presiden dan memilih KH Marif Amin sebagai wapresnya.
Unik bukan?
Survei sementara elektabilitas capres Filipina. - ABS CBN News |
Model pemilihan seperti ini rupanya memungkinkan terpilihnya presiden dan wakil presiden dari dua partai politik yang saling berseberangan atau beroposisi. Jika hal itu terjadi, maka posisi wakil presiden akan menjadi penyeimbang dari presiden meski kewenangannya lebih terbatas. Wakil presiden berhak untuk mengkritik dengan keras bahkan menunda kebijakan presiden yang dirasa kurang pro rakyat.
Presiden dan Wakil Presiden Bisa Saling Beroposisi
Enam tahun terakhir, Filipina memiliki Presiden dan Wakil Presiden dari dua partai yang saling beroposisi. Duterte kerap berseberangan dengan wakilnya Leni Robredo. Leni yang pegiat HAM sangat menentang upaya pembersihan narkoba yang dilakukan Duterte. Memang, sejak 2016, banyak sekali penembakan misterius para terduga bandar narkoba di Filipina. Penembakan yang mirip era orde baru di Indonesia tersebut merupakan salah satu program yang dicanangkan Duterte. Leni sangan menentang keputusan tersebut karena sangat melanggar HAM dan mencoreng nama Filipina di dunia internasional.
Tak hanya soal pelanggaran HAM dalam pemberantasan narkoba, banyak kebijakan Duterte yang ditentang Leni. Keduanya sering sekali bersitegang dalam rapat kabinet. Leni bahkan kerap diusir dari rapat kabinet oleh Duterte. Tak jarang, Duterte mengumpat dan memaki Leni karena berseberangan paham dengan dirinya.
Baca juga: Teman Pinoy dan Indeks Kebahagiaan
Walau terkesan barbar, tetapi dengan posisi wapres yang berseberangan ini cukup menguntungkan rakyat Filipina. Jika ada kebijakan yang dianggap bermasalah, wakil presiden akan tahu bagaimana negara seharusnya bersikap. Tidak hanya asal manut dan akhirnya menjadi kepanjangan tangan dari presiden pada setiap kebijakannya.
Di Indonesia, saya baru menemukan sosok Moh. Hatta dan Jusuf Kalla jika berbicara soal wapres yang berseberangan ini. Bung Hatta bahkan sampai mengundurkan diri pada 1956. Sementara Jusuf Kalla yang dua kali jadi wapres kerap berbeda pendapat dengan SBY dan Jokowi ketika mendampingi keduanya. Bahkan saat era SBY dulu, sempat ada istilah matahari kembar karena Jusuf Kalla akan maju ke Pemilu 2009.
Klan Ferdinand Marcos Berpeluang Berkuasa Kembali
Kembali ke Pilpres Filipina, Leni Robredo akhirnya memberanikan diri maju sebagai Presiden. Ia maju secara independen dan tanpa melalui jalur partai politik. Pada pemilu Wapres 2016 lalu, Leni memenangkan 35 persen suara. Unggul tipis atas Ferdinand Marcos Jr. (Bongbong Marcos) yang merupakan putera dari mantan dictator Filipina Ferdinand Marcos dengan raihan 34 persen suara.
Keduanya akan beradu kembali tahun ini untuk memperebutkan kursi sebagai Presiden Filipina. Selain dua nama tersebut, ada 8 nama lain yang juga bertarung sehingga total tahun ini, rakyat Filipina bisa memilih 10 calon presiden. Sebuah angka yang luar biasa bukan dan tentunya banyak pilihan.
Surat suara pemilu Filipina. Memilih tinggal memberikan tanda pada nama calon dan nanti petugas TPS akan memindai dengan mesin seperti Ujian Nasional zaman dulu |
Beberapa nama yang cukup familiar adalah mantan petinju Manny Pacquiao (Pacman). Mantan juara dunia berbagai kelas tersebut sebelumnya adalah senator Filipina yang berasal dari partai yang sama dengan Duterte. Sayang, sang petinju dan Duterte pecah kongsi. Keduanya pun juga kerap beradu argmen dan tak jarang saling mengumpat di depan media.
Pacman maju sebagai capres dari Partai PROMDI. Ada pula Walikota Manila Isko Moreno yang dulu adalah seorang selebiritis terkenal. Ia maju dari Partai Aksyon. Nama selanjutnya yang menjadi perhatian adalah Senator Panfilio Lacson yang maju dari jalur independen. Sistem presidential treeshold di Filipina tidak seketat dan seribet di Indonesia sehingga meski berasal dari partai gurem atau partai kecil atau dari jalur independen, mereka masih berkesempatan maju dalam pilpres.
Baca juga: Beberapa Istilah Unik dalam Masyarakat Filipina
Nah rupanya Duterte juga ingin meneruskan dinasti kekuasaannya. Namun, ia tidak menargetkan keluarganya menjadi presiden pada tahun ini. ia lebih membidik jabatan wakil presiden dulu. Makanya, anak perempuannya, Sara Duterte yang masih menjabat sebagai Wali Kota Davao City. Sara maju berpasangan dengan Bongbong Marcos. Mereka berkampanye bersama dengan mengusung slogam UniTeam.
Bongbong mengusung romantisme kejayaan Ferdinand Marcos saat berkuasa dulu. Salah satunya lewat lagu yang berjudul Mabuhay ang Pilipino. Lagu ini menjadi propaganda Era Marcos Sr. ketika berkuasa. Serupa tapi tak sama, Bongbong Marcos memainkan ilusi “Penakan Jamanku tho?” Sementara, jika terpilih sebagai wakil presiden, maka Sara Duterte akan berupaya mengupayakan program yang belum tercapai dijalankan oleh ayahnya bisa diteruskan.
Wapres Leni Juga Berpeluang Menang
Pasangan capres dan cawapres tersebut sementara unggul jauh dari lawan-lawannya dalam survei yang dilaporkan beberapa lembaga suvei dan poling. Di poisisi kedua ada wapres Leni Robredo yang berpasangan dengan Francis (Kiko) Pangilinan. Posisi selanjutnya ditempati oleh Walikota Isko Moreno yang berpasangan dengan dokter ternama, Willie Ong. Walau pernah bertatus juara dunia dan dielu-elukan oleh masyarakat Filipina, tetap saja elektabilitas manta petinju Manny Pacquiao masih rendah dan berada di posisis keempat.
Meski begitu, banyak pihak merasa bahwa Leni Robredo masih berpeluang untuk menang lantaran selama ini ia kerap mendapatkan kampaye hitam dari lawan politiknya. Leni juga perlahan tapi pasti menggalang dukungan dari para pemilih dengan memberikan program padat karya. Popularitas Leni Robredo di kalangan muslim Filipina, terutama di bagian selatan negara tersebut juga cukup besar.
Lalu, kira-kira siapa yang akan menjadi pengganti Duterte?