Ilustrasi begal. detik.com |
Punyaku punyamu punya kita bersama.
Begitulah prinsip sederhana yang bisa dimaknai di negara penganut paham komunis. Kepemilikan terhadap alat produksi dan pribadi sangat dibatasi. Apa yang kita miliki ya milik bersama, milik kita semua, dan milik negara.
Bapak Lenin yang Agung dan Bapak Stalin yang Mulia telah mengajarkan prinsip ini ketika negara Uni Soviet masih berdiri tegak. Kolektivisasi pada awal pembentukan negara tersebut menjadi cerita yang hingga kini masih tersimpan jelas dalam memori.
Betapa tidak, para pemilik tanah di Asia Tengah, Kaukasus, dan Eropa Timur harus menyerahkan tanah mereka kepada negara dengan ‘sukarela’. Para petani harus kehilangan tanah yang mereka miliki dan menjadi sumber kehidupan mereka untuk diberikan kepada negara.
Kolektivisasi Merampas Hak Individu
Tentu, kolektivisasi membuat petani menderita. Mereka pun melawan tapi sia-sia karena ada hukum baru yang berlaku di negara tersebut. Ditambah dengan aneksasi Uni Soviet pada wilayah baru yang mulanya bukan bagian dari mereka, makin banyak petani yang takut jika melawan, maka mereka akan terkena getahnya.
Baca juga: "Pithik Ingkung", Pembeda Acara Perpisahan Sekolah Dasar di Desa dan Kota
Sebagai konsekuensinya, para petani memusnahkan hasil pertanian mereka, membakar hasil ternak mereka, dan merusak properti milik mereka. Mereka tak mau berurusan dengan tentara merah yang saat itu menjadi perpanjangan tangan dari kolektivitas Uni Soviet yang dilakukan secara besar-besaran.
Akibat yang ditimbulkan pun cukup mengerikan. Selama tiga tahun berjalan sejak 1929 hingga 1932, jumlah sapi di Uni Soviet berkurang sepertinganya. Jumlah babi dan domba berkurang dua kali serta jumlah biji-bijian berkurang sekitar sepuluh persen.
Fenomena yang mengerikan adalah populasi warga Uni Soviet berkurang lebih dari sepuluh juta jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Kelaparan yang parah akibat tak adanya sumber produksi membuat banyak nyawa melayang. Tak hanya kelaparan, pembunuhan secara besar-besaran yang dilakukan oleh tentara merah kepada mereka yang melawan. Sebuah potret mengerikan ketika kepemilikan pribadi dan jaminan keamanan terhadap apa yang dimiliki oleh individu begitu tidak dihargai.
Kolektivisasi era Uni Soviet. - Dok Istimewa |
Hak Pribadi Terampas oleh Para Begal
Berpuluh-puluh tahun kemudian, di sebuah tanah yang baru saja menyelenggarakan balapan motor terbesar di dunia, sebuah kisah miris terjadi terhadap kepemilikan pribadi. Seorang pria harus menjalani hukuman karena melawan saat dibegal di sebuah jalan. Ia yang mempertahankan motor miliknya harus mendapatkan hukuman karena membunuh dua begal yang akan merampas motornya.
Baca juga: Halte Angkot di Malang, Cermin Kerapuhan Tata Kota yang Kurang Perencanaan
Sontak, kejadian ini memantik kemarahan warganet. Bagaimana bisa seorang korban yang mempertahankan haknya malah menjadi tersangka dan mendapatkan hukuman? Bukankah ia hanya mempertahankan diri dan dalam undang-undang pidana diperbolehkan? Apalagi ia hanya sendirian sementara para begal berjumlah 4 orang.
Tidak hanya itu, yang membuat warganet semakin jengkel adalah pernyataan polisi yang tak bisa memberi kepastian kepada warga jika mereka dibegal. Polisi yang memberi keterangan soal kasus ini malah melarang warga membunuh begal atau melawan begal karena Indonesia negara hukum. Siapa yang membunuh dan menghilangkan nyawa seseorang, dengan sengaja maupun tidak, maka harus berhadapan dengan hukum dan akan menjadi tersangka.
Lalu, sang polisi tersebut hanya memberikan saran agar warga tidak keluar malam atau melintasi daerah yang rawan begal. Itu adalah satu-satunya cara agar tidak dibegal dan akhirnya malah berurusan dengan hukum.
Sontak saja, jawaban ini menjadi bulan-bulanan warganet. Bagaimana bisa tugas polisi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat bisa seenak udel diserahkan pada masyarakat sendiri? Belum lagi kalau masyarakat melawan mereka akan memiliki konsekuensi hukum? Bukankah ini artinya sama saja dengan memberikan kesempatan yang luas kepada begal untuk merampas hak pribadi warga? Bukankah sama saja dengan kolektivitas yang terjadi di negara Uni Soviet? Jangan sampai melawan ketika ada seseorang yang mengambil barang anda karena barang tersebut adalah milik kita bersama.
Padahal, di dalam KUHP Pasal 49 ayat 1 dan 2, terdapat poin-poin yang menyebabkan seseorang diperbolehkan untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya. Terlebih, jika pembelaan itu dilakukan pada keadaan gawat dan terjadi secara tiba-tiba.
Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang pembelaan diri berbunyi:
“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.”
Sedangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP mengatur tentang pembelaan diri luar biasa berbunyi:
“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
Membela Diri Dibenarkan dalam Hukum
Lantas, bagaimana kriteria yang dibenarkan untuk melakukan serangan kepada pelaku kriminal?
Pertama, serangan dan ancaman yang melawan hak yang mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut mengerti adanya serangan, seketika itu pula dia melakukan pembelaan.
Kedua, serangan tersebut bersifat melawan hukum, dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda baik punya sendiri atau orang lain.
Ketiga, pembelaan tersebut harus bertujuan untuk menghentikan serangan, yang dianggap perlu dan patut untuk dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Pembelaan harus seimbang dengan serangan, dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan melakukan pembelaan dimana perbuatan tersebut melawan hukum.
Baca juga: Kota Batu yang Dihantam Banjir Besar dan Tak Hijau Lagi
Gampangnya, tindakan balasan yang dimaafkan harus didahului dengan pelanggaran hukum sebelum terjadinya serangan balik dari sang korban. Tentu, proses penyelidikan dari kepolisian sangat berperan penting di sini agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuan status tersangka. Makanya, jika ada kasus semacam ini perlu diambil alih oleh penyidik yang benar-benar kompeten dan mau mengumpulkan fakta yang benar-benar komperhensif. Bukan yang asal menyelidik dan tiba-tiba memutuskan status tersangka.
Selepas kejadian ini, timbul pikiran di masyarakat bahwa mereka tidak boleh melawan jika dibegal. Mereka harus sukarela menyerahkan barang hingga nyawannya ketika dibegal. Begal pun akan semakin leluasa menjalankan aksi perampasannya kepada warga tak berdosa sama bengisnya dengan tentara merah yang merampas barang pribadi milik warga pada masa Uni Soviet.
Barangmu ya barangku
Barang milik kita bersama
Jangan melawan kalau diminta
Masih banyak warga yang harus melewati jalan rawan begal untuk beraktivitas. Tak mungkin juga menghindari jalan tersebut karena bisa saja di sebuah tempat tak ada jalan lain selain jalan tersebut. Tidak mungkin juga menghindari melewati jalan rawan begal di malam hari lantaran masih banyak warga yang harus keluar malam untuk bekerja. Untung saja, pihak kepolisian akhirnya menghentikan kasus korban yang dijadikan tersangka ini. Semoga saja kasus ini tak terulang lagi.
wkwkwwkkwwkw, barang kita bersama.
ReplyDeleteBegalnya jangan dibunuh, karena begal itu dilindungi undang-undang.
jadi tips agar aman dari begal adalah, ketika dibegal, auto switch jadi begal juga, biar boleh merampas dan membunuh wakakakaka.
Ngakak aja dah saya liat yang aneh-aneh :D
Gimana nggak aneh yee mak Rey Hukum dinegara kita aja serba aneh makin kesini.🤣🤣🤣🤣
DeleteJujur saya awal baca berita ini jengkel banget mas. Dan yang lebih lucunya ada juga oknum polisi yang berkata "Jika tak ingin dibegal jangan lewat jalan sepi seorang diri dan jangan bawa barang berharga".🤣🤣🤣
DeleteJustru yang jadi pertanyaannya motor itu barang berharganya...Jika tak boleh dibawa jalan kaki...Lhaa kalau dekat? Kalau berkilo2.🤣🤣🤣 Polisi aneh hukumnya aneh.
Makanya tak heran juga banyak orang yang bilang polisi juga begal berseragam.😁😁
Negri kita kalau mau maju memang yang harus dirubah Hukum, Pendidikan dan Kesehatan.
wakakkakakaka ngakakak ngkakak aja
Delete