Proyek Kayutangan Heritage Malang |
Akhir tahun 2021 ditutup dengan sebuah berita yang cukup membuat heboh warga Kota Malang.
Sebuah megaproyek yang sudah dikerjakan sejak pertengahan 2020 mulai menampakkan hasilnya. Megaproyek tersebut adalah penataan ulang kawasan Kayu Tangan atau dikenal dengan nama Kayu Tangan Heritage. Megaproyek ini sudah berlangsung setahun lebih dan tak kunjung selesai.
Pada awal pengerjaanya, megaproyek Kayu Tangan Heritage tersebut cukup banyak menyita dan mengorbankan kepentingan masyarakat. Salah satunya adalah penutupan jalur utama penghubung Kota Malang dengan Kota Surabaya dan Blitar.
Penolakan Masyarakat atas Pembangunan Kayu Tangan
Saat itu, banyak penolakan dan kontra yang mengiringi pembangunan Kayu Tangan Heritage ini. Salah satu alasan selain menganggu hajat hidup orang banyak, proyek ini dianggap belum perlu dilakukan. Ada banyak kegiatan pembangunan lain yang lebih penting dilakukan. Semisal, menata transportasi umum, memperbaiki jalan yang rusak. Beberapa kegiatan lain seperti membangun jembatan, penguatan faslitas pendidikan dan kesehatan, hingga yang paling penting pembangunan sarana fisik penunjang pencegahan banjir dirasa lebih urgen.
Ikon Kayu Tangan di Jalan Basuki Rahmat |
Berbagai komentar negatif pun bermunculan karena kawasan Kayu Tangan kini sudah banyak yang beralih fungsi. Tak banyak lagi bangunan di sekitar wilayah Kayu Tangan yang mempertahankan bentuk fasad aslinya. Hotel, perkantoran, bank, dan beberapa bangunan lain kini sudah memenuhi kawasan Kayu Tangan ini. berbagai bangunan tersebut telah mengubah wajah asli dari bangunan lama sehingga kesan heritage atau warisan budaya yang akan ditinjolkan pun tak begitu nampak.
Sayangnya, berbagai penolakan tersebut tidak lantas membuat megaproyek ini berhenti. Pada Desember 2021 lalu, pelaksana proyek ini mulai memasang lampu taman yang sedianya akan digunakan untuk menghiasi kawasan Kayu Tangan. Pemasangan lampu taman ini banyak disorot oleh warga Kota Malang.
Alasannya, pemasangan tersebut tidak memperhatikan unsur estetika yang ada. Beberapa lampu terpasang secara acak dan tidak memiliki keteraturan jarak pemasangan. Ada yang dipasang saling berdekatan, dan ada yang terpasang cukup berjauhan. Kurang teraturnya pemasangan ini menimbulkan kesan kurang estetik pada deretan lampu tersebut. Apalagi, beberapa lampu terpasang tidak mengikuti baris kursi yang telah dipasang sebelumnya.
Kursi di kawasan Kayu Tangan |
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup, ketakteraturan jarak lampu tersebut disebabkan karena mengikuti pola dari bangunan di Kawasan kayu Tangan. Jadi, lampu-lampu hias tidak bisa dipasang dengan jarak yang sama karena alasan ini. Rencananya, sebanyak 95 lampu akan dipasang. Hingga tulisan ini tayang, sudah terpasang sekitar 52 lampu yang sudah menghiasi wilayah Kayu Tangan ini. kebanyakan lampu tersebut berada di sisi utara dari kawasan Kayu Tangan mulai dari Pertigaan PLN hingga di sekitar perempatan Raja Bali.
Lampu yang dipasang tidak teratur |
Tak semata pemasangan lampu yang mendapatkan sorotan, banyaknya kabel listrik tak teratur juga menjadi perhatian. Sepanjang wilayah Kayu Tangan, deretan kabel, mulai kabel listrik dan kabel internet menggantung dengan tidak rapi sehingga membuat pemandangan indah yang coba didapat dari pemasangan lampu tersebut menjadi tak berarti. Apa indahnya berfoto dengan latar belakang kabel berseliweran tersebut? Belum lagi beberapa bangunan tampak kumuh dan seakan tak terurus. Plakat bahwa bangunan tersebut dijual atau disewakan juga banyak menghiasi bangunan di sekitar Kayu Tangan.
Kayu Tangan dalam Lintasan Sejarah
Sedikit meninggalkan polemik mengenai pembangunan kawasan heritage Kayu Tangan, maka memaknai sejarah yang mengiringi kawasan ini adalah salah satu kunci. Sebelum terpatri dengan ikon bangunan khas Belanda, sebenarnya kawasan Kayu Tangan sudah ada sejak zaman Kerajaan Singosari.
Menurut sejawaran Dwi Cahyono, perkembangan kehidupan masyarakat di Kayu Tangan sudah mulai tampak mulai abad ke-12. Saat itu, Kayu Tangan adalah jalan setapak di tengah hutan. Hutan ini berada di dekat sebuah desa bernama Talun. Desa ini kini berada di sebelah barat dari Alun-alun Kota Malang. Jalan di tengah hutan ini juga digunakan oleh Ken Arok untuk bersembunyi dari pasukan Tunggul Ametung.
Toko Oen yang legendaris di wilayah Kayu Tangan |
Tak banyak perkembangan berarti dari kawasan Kayu Tangan hingga abad ke-19. Barulah, setelah jalur kereta api yang menghubungkan Malang dan Bangil (Pasuruan) dibangun sekitar pertengahan abad 19, wilayah ini mulai banyak dihuni oleh orang Eropa. Perkembangan Kayu Tangan semakin ramai tatkala Malang mendapatkan status Gementee (kotapraja) pada tahun 1914.
Berbagai bangunan penting seperti pertokoan dan gedung hiburan pun didirikan. Orang-orang Belanda mulai membangun jalan dan menata daerah ini. Tujuannya, tidak saja dari segi ekonomi tetapi juga dari sisi sosial budaya. Jauh dari tempat asal mereka membuat orang Belanda ingin menghadirkan nuansa Belanda di Kayu Tangan ini.
Pembangunan kawasan Kayu Tangan yang dilakukan oleh orang Belanda tersebut membuat disparitas cukup nyata antara kawasan di sekitar jalan utama dengan kawasan perumahan penduduk pribumi yang berada di sekitar sungai. Kawasan perumahan penduduk pribumi tetap dibiarkan kumuh dan tak teratur meski jaraknya cukup berdekatan dengan kawasan orang Belanda.
Bangunan bergaya Belanda di Kayu Tangan |
Barulah, pada saat kemerdekaan RI, mulai dilakukan penataan kawasan pemukiman penduduk di sekitar Kayu Tangan. Gang-gang dibangun rapi dan beberapa taman mulai dibangun. Puncaknya, pada pertengahan 2020 lalu, proyek Kayutangan Heritage mulai dilaksanakan dan dimulai dengan pavingisasi jalan di perempatan Rajabali dan Petigaan PLN.
Catatan Mengenai Pembangunan Kayu Tangan Heritage
Pro kontra memang tetap terjadi hingga kini. Meski akan mendapatkan manfaat dari pembangunannya, setidaknya ada beberapa catatan agar pembangunan Kayu Tangan ini terkesan hanya sebagai megaproyek tanpa arahan yang jelas.
Pertama, bagaimana konsep nantinya setelah Kayu Tangan Heritage ini jadi.
Apakah seperti Malioboro yang penuh dengan pedagang atau seperti Tunjungan yang mulai begeliat ketika hari menjelang senja. Jika dikonsep seperti Malioboro, tentu ada banyak faktor pendukung yang harus dipikirkan semisal siapa yang boleh berdagang dan penataan tempat parkir.
Banyak bangunan di Kayu Tangan yang dijual |
Kedua, bagaimana nasib bangunan yang sudah tak dihuni dan terkesan kusam.
Apakah proyek Kayu Tangan ini tidak menyentuh juga bangunan lawas yang sudah kusam. Berkaca pada penataan kawasan Kota Lama Semarang, proyek tersebut juga memuat penataan bangunan lawas sehingga tampak lebih apik. Jadi, penataan tersebut tak sekadar memasang lampu dan kursi saja.
Ketiga, bagaimana ciri khas Kota Malang yang akan ditonjolkan dalam Kayu Tangan Heritage.
Ciri khas ini menjadi daya tarik masyarakat terutama luar Malang untuk berkunjung. Sebenarnya, ciri khas ini sudah mulai hilang dengan beraih fungsinya bangunan di Kayu Tangan. Apalagi, ada sebuah bangunan bersejarah yang kini menjadi swalayan. Sayang, iklan rokok cukup besar terpasang di bangunan tersebut dan seakan menodai ikon heritage yang kini sedang ditonjolkan.
Perempatan Raja Bali, simpul keramaian di Kayu Tangan |
Terakhir, jika proyek besar ini mulai dikebut agar cepat selesai, sudah seyogyanya proyek penting lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak di Kota Malang juga dikebut.
Jangan sampai, berfokus pada proyek Kayu Tangan ini malah melupakan proyek penting yang butuh diakukan segera. Jangan sampai pula, penataan Kayu Tangan Heritage ini memiliki konsep yang sama dengan apa yang dilakukan oleh penjajah Belanda. Fokus mempercantik apa yang menjadi kultur mereka tetapi alpa dengan para penduduk sekitar.
Hampir setiap hari, julidan netizen dan warga Malang mengenai pembangunan proyek ini. Keluhan lebih banyak terjadi karena pemerintah seakan berfokus pada kegiatan ini dan abai dengan pembangunan lain semisal pencegahan banjir.
Jadi, bagaimana Kayu Tangan ke depannya? Kita tunggu saja nanti.
Oh, kayu tangan itu semacam daerah ikon wisata seperti Malioboro di Yogyakarta ya mas, kirain aku daerah penghasil kerajinan dari kayu yang dikerjakan pakai tangan.😅
ReplyDeleteMemang sebaiknya bukan hanya ciri khas atau simbol kota saja yang diperbaiki dan di perbagus, tapi juga prasarana umum yang lebih penting misalnya pencegahan banjir atau lainnya.
nah benar mas prasarana lain harus diperbaiki juga ya
DeleteMas maap aku malah salfok ama fotonya, bagus2 banget mas, keren, editnya pakai apa mas? Tutorialnya dong hihihi
ReplyDeletepakai pictsart biasa kok mbak hehe
Deletesedih juga sih kalo kawasan heritage malah jadi salah urus.. cuma buat ngejar kulit tanpa ada esensinya..
ReplyDeletenah iya jadi kehilangan ruhnya mas
DeleteWslau 10 ribu kali warga menolak, apa bila kaum berduit bertindak dan berkehendak tiada sedikitpun yang bisa menghalang. Lazimnya memang begitu di perkotaan. Warga asli tetap tergusur. Terima kasih telah berbagi informasi. Mas Ikrom.
ReplyDeletebenar bu sudah ditolak riubuan kali tapi ya sudahlah hehehe
Deleteterima kasih sudah singgah ya bu
salam
Jadi bagus ya, tapi mirip Jogja, hahaha.
ReplyDeleteSaya pernah kerja di bagian proyek jalan, jadis edikit tahu permasalahan yang timbul dalam sebuah proyek.
Menurut saya, pemerintah tidak bisa disalahkan juga dalam hal pembangunan mega proyek ini, karena sebenarnya setiap tahun tuh udah ada anggaran masing-masing bagian, yang harus berjalan untuk menata kota.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan sangat sulit diprediksi dengan ekspektasi, karena banyaknya manusia yang berkepentingan di situ.
Misal, tuntutan masyarakat akan proyek lainnya, masalah banjir misalnya.
Saya rasa, pemerintah udah menyiapkan dan memerintahkan bagian yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah itu, dan dananya biasanya udah disiapkan.
Masalahnya adalah, ketika mau berjalan, banyak banget yang berkepentingan yang jadinya menghambat proyek masalah banjir dan lainnya itu.
Misal juga, masalah lampu yang dipasang nggak beraturan.
Jika dalam bagian proyek tersebut, nggak ada orang yang mau ngotot bisa diselesaikan dijamin proyek itu bakalan mangkrak.
Tapi, daripada mangkrak, dengan berbagai pertimbangan, terpaksa dipasang juga deh lampunya, dengan keputusan nggak beraturan.
Daripada beraturan tapi kudu bongkar bangunan, kan malah bisa dapat kontra lebih besar.
anyway, jadi kangen Malang ih, saya nggak tahu Kayu Tangan ini di bagian mana ya? :D
Abisnya, saya taunya alun-alun doang wakakakak
ini juga jadi alasan pemkot pas diprotes banyak orang kemarin
Deleteintinya ya proyek tetap jalan dengan segala anggaran yang sudah dirancang
tapi yang namanya pembangunan tanpa perancanaan jadinya ya lumayan kacau mbak
engga indah si liatnya jadi aneh hahahahah
ini juga masih bingung masalah parkir dan ternyata trotoarnya mau dibongkar lagi buat dilebarin tempat parkir\
terus mau juga dibuat jalan satu arah
ya otomatis mencak2 lah orang-orang hahaha
demi proyek yang memang "sudah dianggarkan" akhirnya masyarakat ya harus sabaaaar lagi hehe
nanti coba ke sini mbak dan bandingkan dengan Jalan Tunjungan
kelihatan banget kok mana yang dibuat asal-asalan dan mana yang emang diplanning dengan seksama
letaknya di utaranya alun-alun
jalan di selatannya RSSA mbak
kalau ke alun-alun pasti nglewatin kok...