Patung Dokter Soetomo |
Berbeda dengan Malang, Surabaya tak banyak memiliki wisata yang berbasis alam.
Untuk menjual potensi daerahnya, maka Surabaya mengedepankan wisata sejarah, perkotaan, dan belanja. Ada banyak wisata sejarah yang bisa dikunjungi saat bertandang ke Kota Pahlawan. Salah satunya adalah Museum Dokter Soetomo Surabaya.
Sama dengan kegiatan saya di kota ini sepanjang waktu terakhir, saya sering memiliki jam kosong (jamkos) antara pukul 9 pagi hingga pukul 12 siang. Lantaran, saya selalu janjian dengan teman untuk pekerjaan saat jam makan siang. Agar tidak bosan, biasanya saya berkeliling dahulu di Surabaya untuk mencari tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Akhirnya, Museum Dokter Soetomo ini menjadi pilihan saya.
Lokasi Museum yang Mudah Ditemukan
Untuk sampai ke Museum Dokter Soetomo, saya tak perlu kesulitan dalam mencari kendaraan. Saya bisa naik Suroboyo Bus rute Purabaya-Rajawali/RI dan turun di Halte Pirngadi. Dari Halte Pirngadi ini, saya tinggal berjalan sekitar 300 meter ke arah utara menuju arah Jalan Bubutan. Lokasi Museum Dokter Soetomo tak jauh dari Polsek Bubutan. Jadi, kalau kita tersesat, kita bisa bertanya kepada Pak Polisi letak Museum Dokter Soetomo.
Lokasi Museum Dokter Soetomo juga tak jauh dari Tugu Pahlawan Surabaya. Jika kita sedang berjalan-jalan ke Tugu Pahlawan, maka kita berjalan ke arah selatan sekitar 500 meter. Melalui kawasan Kawatan dan Maspati, lokasi museum ini juga tak begitu jauh.
Baca juga: Antara Kisah Gang Dolly dan Filosofi "Pi'i de Poeng" di Jalan Tunjungan
Ketika saya sampai di museum, ternyata kondisi sangat ramai. Ternyata, di pendopo museum tersebut sedang diadakan temu wicara antara Disdukcapil Kota Surabaya dengan warga Kecamatan Bubutan. Mulanya, saya ragu untuk masuk dan mengira museum telah tutup.
Namun, saya sudah melakukan reservasi online pada situs Dinas Pariwisata Kota Surabaya. Pada situs tersebut tertulis keterangan bahwa museum tersebut buka. Lalu, saya pun bertanya kepada Satpol PP yang tengah bertugas. Menurut keterangan mereka, museum sebenarnya buka hanya bagian pendopo saja yang memang masih digunakan oleh Pemkot. Saya masih bisa masuk ke museum.
Makam Dokter Soetomo di dekat museum |
Saya pun akhirnya memberanikan diri masuk sambil dilihat oleh warga se-Kecamatan Bubutan. Mula-mula, saya menuju makam Dokter Soetomo yang berada di sisi utara. Makam ini tampak sepi karena tidak ada satu pengunjung yang datang. Saya duduk sejenak di depan makam sambil membaca doa, surat al fatihah, dan surat pendek.
Selepas itu, saya pun mencari pintu masuk museum karena Satpol PP yang saya tanyai tadi tidak tahu persis. Masih dilihat oleh warga se-Kecamatan Bubutan, saya pede saja berjalan di depan mereka bak kontestan Miss Intrnational yang sedang naik panggung. Cukup akward memang berjalan di depan banyak orang yang tidak kita kenal.
Baca juga: Mengenag Pahlawan Pergerakan Nasional di Museum Perjuangan Yogyakarta
Akhirnya, saya menemukan pintu masuk museum ini yang ternyata di bagian selatan dari pendopo. Saat masuk, sudah ada dua orang bapak-bapak yang dimintai tiket online oleh seorang petugas. Mereka tidak tahu kalau sekarang ini untuk berkunjung ke tempat wisata di Surabaya harus melakukan reservasi online dulu. Tidak ujug-ujug datang ke lokasi karena pasti akan diminta screenshot tiket reservasi online.
Kondisi Museum yang Sepi
Untungnya, kondisi museum saat itu sedang sepi. Saat saya melakukan reservasi, sayalah satu-satunya pengunjung. Kuota pengunjung tiap jam dari museum ini adalah 25 orang. Untuk harga tiketnya gratis. Kita hanya perlu mengisi nama dan NIK saja.
Keberuntungan pula didapat oleh pengunjung museum ini karena sang petugas museum, seorang bapak yang usianya beberapa tahun di atas saya sangat ramah. Ia juga memiliki penhgetahuan luas mengenai sejarah. Tak hanya soal museum ini saja tetapi soal sejarah Surabaya. Kami bertiga dipandu gratis oleh bapak ini.
Mula-mula, kami melihat berbagai foto dan tulisan dari Dokter Soetomo di lantai 1. Saya senang dengan penataan museum sekarang yang diurutkan sesuai lini masa kehidupan tokoh atau bahasan sejarah dalam museum tersebut. Pada lantai 1 ini, pengunjung bisa melihat kehidupan awal dokter Soetomo mulai masa kecil di Loceret, Nganjuk.
Foto tentang Dokter Soetomo sesuai linimasa. |
Di kota ini, beliau menghabiskan masa kecil hingga kemudian bersekolah di Madiun pada usia 6 tahun. Lalu, beliau melanjutkan sekolah ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (sekolah kedokteran), Batavia. Beliau memang memiliki privilege yang tak banyak didapat oleh orang pribumi saat itu. Dua keistimewaan yang beliau miliki adalah seorang laki-laki dan anak bangsawan/petinggi.
Dokter Soetomo yang beruntung bisa bersekolah tinggi |
Dua previlige ini cukup untuk membuat dokter Soetomo bersekolah dan menempuh pendidikan layak. Uniknya, beliau ternyata dikenal sebagai pelajar yang malas, nakal, dan pemberani. Untunglah, kehidupan tak karuan yang dilakukannya mulai berubah pada tahun ketiga sekolah kedokteran. Apalagi, setelah sang ayah meninggal. Beliau mulai menjadi tekun belajar dan memiliki jiwa sosial tinggi.
Baca juga: Bertandang ke Museum Kesehatan Surabaya, Tak Hanya Belajar Santet
Salah satu titik balik dari kehidupan dokter Soetomo adalah ketika mendirikan organisasi Boedi Oetomo. Organisasi inilah yang menjadi tonggak perjuangan bangsa Indonesia. Perjuangan yang dulu dilakukan secara kedaerahan mulai berubah menjadi bersifat nasional. Tak heran, pendirian organisasi ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Kisah Percintaan dan Pengabdian Dokter Soetomo
Selepas lulus, beliau kemudian mengabdi di beberapa kota. Mulai dari Semarang, Tuban, hingga Malang. Ketika bertugas di Malang, dokter Soetomo juga berjasa dalam membantu warga Malang berjuang melawan epidemi pes yang cukup mengerikan saat itu. Sekitar tahun 1911an, beliau terjun membantu warga Malang yang sedang dilanda wabah.
Petugas museum menjelaskan mengenai kehidupan Dokter Soetomo |
Kisah unik juga terpatri pada museum ini mengenai kisah percintaan antara dokter Soetomo dengan sang istri, Everdina. Istri beliau adalah seorang Belanda. Mereka menikah pada 1917 meski berbeda agama dan bangsa.
Bersdiskusi dengan pengunjung lain |
Walau tak disetujui oleh beberapa keluarga Everdina, mereka hidup bahagia layaknya suami istri lain. Bahkan, sang istri juga membantu dokter Soetomo dalam menyusun strategi melawan Belanda. Dokter Soetomo juga cinta mati pada istrinya. Ketika sang istri wafat pada 1934, beliau memutuskan tidak menikah lagi hingga akhir hayatnya. Sungguh, kisah percintaan yang sangat romantis dan inspiratif.
Selepas puas mengunjungi lantai 1, kami pun naik ke lantai 2. Di sini, ada banyak koleksi benda praktik milik dokter Soetomo. Mulai berbagai reagen kimia, jas dokter, stetoskop, dan lain sebagainya. Ada juga foto saat dokter Soetomo bekerja di Rumah Sakit Simpang Surabaya.
Kisah Tentang Rumah Sakit Simpang
Berbicara mengenai Rumah Sakit Simpang, bapak pengunjung museum malah bercerita dirinya pernah ke rumah sakit itu saat SD. Sekitar tahun 70an. Beliau masih mengingat jelas lorong dalam rumah sakit tersebut yang persis dengan gambar di foto. Rumah sakit itu sendiri sekarang berubah menjadi Delta Plaza Surabaya yang terkenal dengan kisah horor hantu suster gepengnya.
Koleksi di lantai 2 |
Diantara sekian kisah mengenai dokter Soetomo adalah niatnya kembali ke tanah air selepas belajar dari Belanda pada tahun 1920an. Menurut beliau, jika kita mendapatkan kesempatan belajar di luar negeri, alangkah lebih baik kita kembali ke dalam negeri untuk berbakti. Banyak orang di negeri kita yang membutuhkan ilmu dan tenaga kita.
Banyak reagen kimia |
Jangan lupa narsis |
Itulah sekilas kunjungan saya ke Museum Dokter Soetomo. Sebelum pulang, saya diberi Majalah Penyebar Semangat oleh petugas museum. Majalah ini merupakan majalah rintisan dari Dokter Soetomo. Dengan pengantar bahasa Jawa, isi majalah ini sangat beragam.
Baca juga: Petang Mencekam di Delta Plaza Surabaya
Mulai isu terkini hingga karya sastra. Jika ada pembaca yang tertarik untuk berlangganan, silakan menghubungi redaksi majalah ini ya. Selain berjuang lewat bidang kesehatan, dokter Soetomo juga berjuang lewat tulisan. Bagaimanapun, tulisan adalah media yang masih ampuh digunakan untuk melawan ketidakadilan.
Satu hal lagi, dokter Soetomo menggunakan privilege yang didapatnya (seperti kuliah di luar negeri) untuk berbakti bagi negeri. Bukan untuk kehidupan pribadinya saja atau dipamerkan seperti yang menjadi standar pencapaian hidup banyak anak muda sekarang.
Titik balik karena ada peristiwa penting dalam bung tomo membuat ia jadi penyemangat jadi dokter. Bisa jadi pelajaran kita semuanya nih
ReplyDeletebenar mpok
Deletesetiap orang ada masa turning poinntnya masing2
biar jadi pelajaran
Ternyata, anak pemalas dan nakal bisa juga sukses, asalkan dia mau berubah sikap. Sayangnya, yang susah itu hijrah dari kehidupan tak karuan jadi anak baik. Selamat malam Mas Ikrom. Doa sehat buat keluarga di sana
ReplyDeletebenar bu jadi momen hijrah ya
Deleteterima aksih doa sehat buat bu nur sekeluarga
Pertama latihan catwalk dulu di museum mas dilihatin warga Surabaya, siapa tahu nanti kedepannya jadi catwalk di Miss Miss itu.😂
ReplyDeleteTernyata awalnya dokter Soetomo itu nakal dan malas ya, cuma karena ada peristiwa meninggalnya bapaknya akhirnya ia berubah dan memiliki jiwa sosial tinggi.
Wkwk catwalk, jgn lupa dadah dadah, telapak tangan bolak balik 🤣
Deletenanti klo ada yang tersepona gara2 catwalkku bahaya bang ahahhaa
DeleteWah, jadi tahu sejarah dokter Soetomo dengan membaca artikel ini. Tentu lebih afdhol lagi jika bisa berkunylangsung ke sana. Jadi kalo mau ke tempat wisata di Surabaya mesti reservasi online lebih dulu ya. Harus diingat-ingat tuh. Apalagi saya orang jauh rugi banget kalo sudah datang tapi ngga bisa masuk.
ReplyDeleteiya mbak dicek dulu di webnya biar engga kecele ya...
DeleteSebagai guru sejarah, jadi pengen liat museum tokoh pergerakan nasional ini, semoga nanti bisa sampe ke sana. Aamiin..
ReplyDeleteamin semoga ya mas
Deleteeh aku belum pernah ke siniiii
ReplyDeleteini yang di sebelahnya Halo Surabaya bukan sih?
aku sering lewat dan selalu sepi kalo diliat dari luar
btw, konsepnya sekarang 11 12 sama Museum Pendidikan yaa
bukan mbak ini di sekitar Tugu Pahlawab kok
Deleteiya konsepnya serupa...
wah aku sellau suka dengan museum dan banyak cerita di dalamnya. perlu nih ke sini kalau ke surabaya
ReplyDeleteboleh silakan ke sini bu
DeleteBaru tau ada museum dr.soetomo mas, yg kukenal dari surabaya baru museum tugu pahlawan sama museum santet itu yg terkenal hihi
ReplyDeletedjangki
Saat ini museum lebih banyak menjadi tempat sepi dan ga banyak yang mau berkunjung. Perlu sosialisasi masif dari pihak terkait, termasuk spread information seperti Mas Ikrom ini nih bisa banget banget bantu agar museum banyak dikunjungi kembali
ReplyDeleteDulu sempet belajar sejarah hidup dr Soetomo tapi jujur aku lupaaa. Sekarang refresh lagi deh setelah baca ini. Pengeeen ntr kalo kesana, aku mau DTG ke museumnya juga mas. Aku seneng tiap kali ke museum Krn jadi tahu sejarah yg dulu pernah terjadi, apalagi kalo ada guide yg menjelaskan. Jadi ga meraba2 infonya sendiri.
ReplyDeleteHahahahah RS nya jadi plaza gitu? Udah yakin sih pasti bakal dikaitkan Ama mitos2 serem Yaa, apalagi bangunan zaman dulu, bekas RS pula 🤣