Gang Gubeng Kertajaya, tempat satu keluarga pernah meninggal karena wabah corona. |
Berita yang menghobohkan saat covid-19 alias corona awal masuk Indonesia pernah mengguncang Kota Surabaya.
Kala itu, kota ini disebut-sebut masuk sebagai zona hitam saking banyaknya kasus aktif dan kasus meninggal. Mengoreksi pernyataan tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pun kemudian mengatakan bahwa stasus Surabaya saat itu adalah zona merah. Sama dengan kota kabupaten lain. Tidak ada status zona hitam yang terlihat amat mengerikan dan membuat bulu kuduk merinding.
Narasi ngeri nan pilu akan wabah covid-19 yang menghantam Surabaya semakin kuat tatkala sebuah berita muncul di berbagai portal media. Berita tersebut memaparkan ada sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan sang cucu dalam kandungan meninggal dalam waktu bersamaan. Diduga, keluarga tersebut terkena virus covid-19 dan penyakit yang menyertainya. Namun, berita ini pun masih simpang siur lantaran menurut hasil tes usab, anggota keluarga tersebut negatif covid-19.
Gang lain di kawasan Gubeng Kertajaya. |
Entah berita mana yang benar, yang jelas narasi kematian satu keluarga itu masih membekas hingga kini. Walau kasus covid-19 telah menurun drastis, nyatanya bayangan kematian satu keluarga dalam waktu yang berurutan masih menjadi pengingat bahwa covid-19 memang sangat ganas.
Gang yang sepi |
Kebetulan, seminggu belakangan saya berada di wilayah tempat keluarga tersebut tinggal. Mereka tinggal di daerah Gubeng Kertajaya yang tak jauh dari kawasan kampus Universitas Airlangga (Unair). Berdekatan dengan kawasan kampus membuat Gubeng Kertajaya yang juga merupakan sebuah kelurahan menjadi wilayah yang penuh dengan rumah singgah sementara. Entah kos, indekos, kos harian, penginapan dan lain sebagainya. Saya sendiri menyewa kamar kos di sini selama satu minggu untuk menyelesaikan pekerjaan saya.
Baca juga: Batas Surabaya dan Sidorajo, Cerita Batas Dua Kota di Gerbangkertosusila
Ketika saya berjalan pagi untuk mencari makan, tetiba saya ingat dengan gang yang ada di berita viral tersebut. Ternyata benar, gang tersebut adalah tempat keluarga malang tersebut tinggal. Kondisi gang tersebut cukup sepi sama dengan gang lain di Kertajaya.
Sepinya kondisi gang-gang di daerah sini bisa jadi belum banyaknya aktivitas kuliah tatap muka yang dilakukan. Saat ini, perkuliahan masih dilakukan secara daring. Makanya, wilayah dengan konsentrasi mahasiswa besar seperti Gubeng Kertajaya ini bak kota mati.
Walau begitu, ada pemandangan cukup unik dari kawasan Gubeng Kertajaya ini. Tak lain, beberapa rumah dan rumah kos terlihat disewakan atau bahkan dijual. Beberapa rumah bahkan berada dalam jarak berdekatan. Papan dan spanduk penjualan rumah tersebut menjadi pemandangan yang menghiasi gang-gang di Kertajaya.
Rumah yang dikontrakkan |
Belum diketahui pasti alasan di balik penjualan tersebut. Yang jelas, menurut rekan saya yang mencoba menanyakan salah satu rumah untuk bisa diitinggali, sang pemilik membandrolnya dengan harga amat murah. Ada yang hanya 3-5 juta rupiah setahun. Padahal, rumah tersebut cukup luas untuk ukuran rumah di dalam gang dan berada tak jauh dari jalan raya.
Baca juga: Antara Kisah Gang Doly dan Filosofi Pi'i de Poeng di Jalan Tunjugan
Rumah dijual di Gubeng Kertajaya |
Ada juga sebuah rumah kos yang sedang dijual dengan segera. Sepertinya, pemilik kos sedang butuh uang segera. Rumah kos tersebut tampak berdiri megah dengan tiga lantai lengkap dengan pendingin ruangan dan tempat parkir yang memadai.
Entah dijual atau dikontrakkan, yang jelas ingin lekas laku |
Pemandangan miris tersebut membuat saya semakin yakin jika pandemi covid-19 benar-benar menghajar berbagai lini kehidupan. Tak melulu soal banyaknya masyarakat yang meninggal, tetapi pandemi ini juga membuat ekonomi lumpuh seketika. Saya tak bisa membayangkan jika awalnya para pemilik kos atau kontrakan tersebut cukup nyaman dengan penghasilan mereka tetapi harus terkena dampak yang signifikan akibat covid-19. Usaha yang dibangun bertahun-tahun pun seakan ambruk.
Pemandangan yang tak kalah membuat miris adalah beberapa rumah di Gubeng Kertajaya masih tidak memperkenankan tamu untuk masuk. Rumah-rumah tersebut memasang tulisan di depan rumahnya mengenai keengganan mereka menerima tamu selama pandemi covid-19. Tidak hanya satu rumah, tetapi beberapa rumah memasangnya secara serempak.
Baca juga: Mengenal Gaya Bangunan di Jalan Rajawali Surabaya
Walau dirasa berlebihan, tetapi saya sangat mengerti apa yang mereka rasakan. Tidak mudah untuk menerima kembali kehidupan normal baru di tengah wabah yang belum seleasai. Belum lagi, rentetan kematian yang begitu mengerikan silih berganti saat awal pandemi dulu. Apalagi, saat ini kita masih diprediksi akan dihantam oleh gemombang ketiga, rasanya pilihan tidak menerima tamu masih sangat bisa dipahami.
Nyatanya, tidak semua warga Gubeng Kertajaya melakukan hal tersebut. Masih banyak dari mereka yang sudah beraktivitas seperti sedia kala. Ketika saya berjalan pagi, ada beberapa rombongan ibu-ibu PKK sedang bersenam bersama. Lantunan musik disko dangdut menggelegar membahana memenuhi ruang lapang di kampung tersebut.
Warga bersantai di taman |
Pemandangan ini menjadi kontradiksi dari apa yang saya lihat sebelumnya. Kemeriahan ibu-ibu PKK tersebut seakan membukitkan bahwa euforia menerima kenormalan baru di tengah wabah yang masih mengintai mulai hinggap di masyarakat. Euforia ini bersamaan dengan semangat untuk melakukan vaksin apapun jenisnya agar efek serius yang ditimbulkan akibat penyakit ini bisa diminimalisasi.
Beberapa warga masih enggan untuk menerima covid-19 selama pandemi belum berakhir |
Entah bagaimana nantinya kawasan ini pada beberapa tahun mendatang. Apakah akan masih ramai dengan banyak mahasiswa atau malah makin sepi. Gedung Kampus Unair yang berdiri megah di sebelah utara kawasan ini masih terlihat lengang hingga kini. Suka atau tidak, keberlangsungan ekonomi kawasan ini sangat bergantung pada aktivitas di gedung tersebut.
Yah apa boleh buat, bagi banyak orang ekonomi tidak sedang baik-baik saja. Semoga berangsur membaik.
ReplyDeleteamin semoga saja ya mas
DeleteSedih bacanya :(. Aku Bener2 berdoa jangan sampe gelombang 3 beneran terjadi ðŸ˜.. ga kebayang sih mas, gelombang kedua kemarin bener2 bikin mental down, apalagi beberapa temen kantor ikutan meninggal. Kayak dapat mimpi buruk tiap kali buka medsos dan email :(. Isinya semua dukacita.
ReplyDeleteAku bisa ngerti kalo banyak yg masih enggan menerima tamu. Aku sendiri masih belum mau trima tamu di rumah. Pandemi ini belum berubah jadi endemi. Blm ada alasan utk melonggarkan prokes
Bener mbak ngeri kalau ingat juli agustus kemarin
Deletemakanya masih ada yang trauma dan sangat dimengerti
Semoga pandemi segera berlalu ya mas, agar suasana pemukiman yang sepi bisa kembali ramai seperti sedia kala.
ReplyDeleteamin semoga saja ya mang
Deletehiks aku kangen kawasan gubeng kertajaya ini, dari aku kecil udah terbiasa sama lingkup sana
ReplyDeletekarena nenek aku tinggal di gubeng kertajaya, dari kertajaya gang sekian terus pindah ke gang sekian, lupa ga berapa. liat foto-foto ini memoriku waktu SD balik lagi, dan kurang lebih sama ya. kangen blusukan di gang gangnya
dan aku salfok sama taman itu, itu taman yang masih ada tembusan ke gubeng kertajaya kah? soalnya aku dulu pernah kayak ke taman, tapi lupa taman yang persisnya dimana, pokoknya ga jauh dari rumah nenek di gubeng kertajaya
jadi sekarang tambah sepi ya mas Ikrom di daerah sana, padahal dulu kawasan padat penduduk, rameee banget pokoknya
wah pernah tinggal di sana ya mbak
Deletememang sudah banyak berubah
tamannya kemungkinan iya ini yg di gang paling pojok ke arah Unair
iya sekarang lumayan sepi karena mahasiswa belum balik
kalau ingat tingginya kasus covid beberapa waktu lalu memang sedih banget ya. daerah rumahku juga begitu mas, hampir se-RT kena covid semua, sudah gitu gejalanya juga cukup parah dan butuh oksigen. Sementara saat itu, stok oksigen sedang sulit. Alhamdulillah sekarang kasus Covid mulai melandai, semoga menjadi pertanda baik.
ReplyDeleteSemoga aktivitas di daerah kertajaya juga mulai aktif kembali ya mas. Mungkin masih sepi karena banyak warganya yang masih trauma kali ya..?
Doaku semoga keadaan membaik, semua bisa pulih kembali. Amiinnn..
nah iya mbak jadi agak trauma ya
Deletealhamdulillah sudah menurun meski ada ancaman gelombang ketiga
yang penting teta waspada ya mbak
Sekarang, rumah2 yang dipasang pamplet dijual atau dikontrak marak ditemui di kota2. Selamat malam, Mas Ikrom. Terima kasih telah berbagi
ReplyDeleteiya Bu Nur
Deleteefek pandemi ya
terima kasih singgahnya
salam
Iya ya..klo yang selama ini ngandelin hidup jadi bapak/ibu kos..terus selama pandemi ini anak2 kos pada pulang, uang kos off.
ReplyDeleteAkhirnya banyak yang terpaksa gulung tikar. Aku lantas keinget daerah pogung, blimbigsari,atau kantong2 kostan di seputaran kampus di Yogya. Bisa jadi kondisinya ga jauh beda ya
nah iya aku sekali lewat pogung pas awal tahun ini
Deleteaduh sepi banget biasanya rame dan macet
kasian juga ya mbak
Bener mas, akibat covid semua perekonomian jadi miris. banyak pedagang-pedagang konvensional tempat saya pada mulai tutup.
ReplyDeletesaya juga denger tuh, kalau jatim sampai dianggap zona hitam. harap maklum mas, org indonesia suka banget ngelebih-lebihkan
bener agak lebai memang
Deletetapi kita juga tidak bisa menutup mata saat itu memang cukup parah
Mungkin karena sebagian mahasiswa Unair belum semuanya masuk jadi Gang kertajaya terkesan terlihat angker...Yaa karena pernah ada kasus satu keluarga mati karena Corona.
ReplyDeleteKalau kita berpikir takut terus yaa nggak akan selesai-selesai, Sama kok kaya dikampus Ui depok semenjak corona banyak Kost2,an yang nampak sepi...Tapi tidak separno kaya yang dikertajaya gubeng.😊😊
tiap orang beda beda si mas
Deletekalau saya sudah biasa dan mungkin seperti mas'
tapi kan kita tidak tahu kondisi psikologis ybs
yah saling menghargai saja