Ilustrasi Guru Bimbel - Dok. Istimewa |
Keputusan untuk berhenti sebagai guru kelas honorer di sebuah sekolah yang saya lakukan beberapa waktu lalu bukanlah hal mudah.
Hingga kini, saya masih tidak menyangka untuk benar-benar berhenti dari pekerjaan yang sudah saya lakoni sejak beberapa tahun lamanya itu. Pertimbangan matang pun sudah saya ambil sehingga memutuskan untuk menjadi guru bimbel full time.
Tentu, apa yang saya lakukan ini adalah kebalikan yang dilakukan banyak guru muda seperti saya. Biasanya, guru yang mengajar di sekolah memulai karirnya menjadi guru bimbel dulu baru kemudian menjadi guru pendamping sebelum benar-benar ditugaskan menjadi guru kelas.
Meninggalkan Posisi Kerja yang Nyaman
Keputusan untuk mengakhiri karir sebagai guru kelas memang banyak tanggapan, terutama pertentangan dari lingkungan sekitar. Banyak yang mempertanyakan apa tidak sayang melepaskan pekerjaan yang sudah nyaman untuk dilakukan. Terlebih, sekolah saya hanya berjarak beberapa meter dari rumah. Di tengah kota dan dikenal sebagai sekolah favorit pula.
Tak hanya itu, dengan menjadi guru bimbel, saya kemungkinan mendapatkan penghasilan yang tidak tentu mengikuti jumlah siswa yang saya ajar. Ini berbeda jika halnya saya tetap menjadi guru kelas dan mendapatkan gaji tiap bulan.
Baca juga: Didesak Jadi PNS, Saya Menolak dengan Tiga Alasan Ini
Persepsi lain pun muncul dengan turunnya wibawa saya yang tidak lagi mengajar di sekolah. Tidak memakai seragam dan memiliki jam bekerja yang pasti di pagi hari. Terlebih, saat pagi hari waktu saya habiskan dengan di rumah saja. Bahkan, ada yang mempersepsikan bahwa saya sedang menganggur lantaran tidak lagi bekerja di sekolah.
Keuntungan Menjadi Guru Bimbel
Berbagai penilaian tersebut ternyata tidak mempengaruhi niat saya untuk benar-benar fokus pada siswa yang saya bimbing di tempat les yang saya dirikan. Alasannya, saya lebih nyaman dengan posisi tidak terikat semacam ini. Saya lebih bebas menerangkan pelajaran kepada siswa tanpa takut ada kegiatan di luar.
Saya juga bisa menyusun jadwal pelajaran yang saya berikan tanpa terkendala acara di sekolah. Dan yang paling membuat saya bahagia, saya tidak lagi mengurusi berbagai administrasi di luar kegiatan belajar mengajar yang banyak menyita waktu luang. Tida ada RPP, silabus, rapor, dan kawan-kawannya.
Baca juga: Agar Kegiatan Class Meeting Lebih Berfaedah
Keputusan untuk mengakhiri karir sebagai guru kelas juga timbul dengan turunnya nilai siswa yang saya ajar secara menyeluruh. Ini dikarenakan saya juga mengerjakan laporan BOS dan berbagai kegiatan lain.
Melihat nilai mereka yang turun dan sering saya tinggalkan untuk berbagai kegiatan lain, saya merasa gagal menjadi guru kelas yang baik. Makanya, daripada saya terus tertekan dengan keadaan semacam itu yang berpengaruh kepada kinerja saya, lebih baik saya mengundurkan diri.
Walau terasa berat pada awalnya, tetapi lama-kelamaan saya mulai menikmati peran sebagai guru bimbel penuh waktu ini. Tiap pagi, saya bisa mencari bahan untuk saya ajarkan di sore hari. Semisal membuat soal, mencari video pelajaran, membuat rangkuman atau peta konsep, dan beberapa kegiatan seperti mencari lagu untuk hafalan pelajaran tertentu. Dibandingkan saat menjadi guru kelas, saya memiliki cukup waktu untuk melakukan kegiatan ini.
Sebelum siswa saya datang, hampir semua bahan tersebut sudah siap. Ini berbeda saat saya menjadi guru kelas dulu yang seringkali keteteran memfotokopi soal untuk dibagikan ke siswa. Saya pun juga memiliki banyak waktu untuk menerima wali murid yang curhat masalah belajar putra-putrinya.
Saat mengajar di kelas dulu, kegiatan ini amat terbatas untuk dilakukan. Banyak wali murid yang kecewa tidak bisa menemui saya karena saya tidak ada di kelas untuk melakukan tugas di luar sekolah.
Baca juga: Mengapa Kekuasaan Kepala Sekolah Seakan Tak Tersentuh?
Implikasinya, saya memiliki banyak kesempatan untuk mendengar dan memberi masukan yang saya bisa kepada mereka. Bahkan, saat siswa saya duduk di bangku akhir, banyak orang tua yang secara intens bertanya mengenai sekolah yang cocok -- terutama sekolah swasta -- untuk putra-putrinya.
Kami juga bisa berdiskusi mengenai hal apa saya yang belum cukup diberikan oleh sang guru siswa saya di sekolah sehingga saat berada di tempat les bisa saya berikan hal tersebut.
Dengan menjadi guru bimbel penuh waktu, kegiatan yang menjadi hobi saya pun bisa saya lakukan lagi. Menulis misalnya. Dulu, saya paling-paling menulis sebulan sekali.
Saat saya cek tulisan di akun Kompasiana antara tahun 2014 akhir hingga pertengahan 2017, tak banyak tulisan yang tercetak. Tetapi, saat saya resign, hampir seminggu tiga kali bahkan lebih saya bisa menulis.
Saya juga bisa berolahraga dengan lebih teratur dan tentunya bisa traveling. Saat menjadi guru kelas, saya memang selalu traveling pada jeda semester. Tetapi, kadang kegiatan itu tidak bisa saya lakukan dengan nyaman karena ada saja pekerjaan di sekolah yang harus saya lakukan.
Kini, saat jeda semester, saya bisa full melakukan trip ke manapun tanpa takut dengan kegiatan lain. Bimbel sudah saya tutup kecuali bagi mereka yang akan menjalani UTBK perguruan tinggi. Itu pun seringkali dibina oleh pegawai saya yang kebanyakan mahasiswa. Jadi, saya bisa berlibur dengan tenang.
Pendapatan yang Tidak Kalah Menjanjikan
Masalah pendapatan sebenarnya relatif. Saat awal resign dulu tentu gaji di sekolah masih lebih banyak. Namun kini, sebelum covid-19 menyerang, pendapatan yang saya terima alhamdulillah jauh lebih banyak karena saya bisa melakukan ekspansi dengan membuka cabang bimbel di beberapa tempat. Masalah pendapatan ini sebenarnya tidak terlalu saya permasalahkan. Yang jelas, saya tidak ngoyo mencari tambahan pendapatan seperti saat mengajar di sekolah dulu. Dan yang paling penting, tugas utama tetap bisa dilakukan dengan baik.
Meski demikian, opsi menjadi guru bimbel penuh waktu ini harus menjadi perimbangan dulu bagi calon guru yang akan memulai karirnya. Kalau boleh saya menyarankan, mengajar di sekolah dulu tidak apa-apa sambil mencari koneksi sana-sini jikalau berniat membuka usaha bimbel. Dengan mengajar di sekolah dulu, maka kita akan tahu seperti apa karakter masyarakat sekitar. Apakah mereka senang memberikan tambahan anaknya di tempat bimbel atau tidak. Ini penting karena ada juga lingkungan yang lebih senang anaknya belajar di rumah saja.
Baca juga: Enak ya Jadi Guru Bisa Libur Panjang? Hmmmmmmm.....Tunggu Dulu
Tidak hanya itu, goal masa depan juga sangat penting. Bagi yang ingin menjadi PNS ya mau tidak mau mengajar di sekolah adalah pilihan. Kalau kata Mas Anang Hermansyah, saya sih no jadi ya akhirnya saya tidak meneruskan karir menjadi guru kelas di sekolah. Dan jangan lupa, berdiskusi dengan keluarga juga penting agar keputusan yang diambil menjadi keputusan yang tepat dan lebih nyaman untuk dijalani.
tahniah mas..
ReplyDeletesebab berjaya buat keputusan yang tepat.
percayalah rezeki ada di mana-mana
benar sekali
Deleteterima kasih
Banyak sisi positifnya dengan menjadi guru bimbel penuh waktu ya mas. Bisa membuat soal lebih dulu atau video pembelajaran. Selain itu lebih bebas.
ReplyDeleteSoal pendapatan juga tidak kalah dengan waktu masih jadi PNS ya mas.😀
yah sawang sinawang juga
Deleteyang penting nyaman menjalaninya
Selamat Hari Guru, Mas Ikrom
ReplyDeleteBekerja sebagai apapun dan di mana pun yang penting tetap dengan hati ya, biar selaras dengan tagline Hari Guru Nasional 2021 "Bergerak dengan hati, pulihkan pendidikan"
Sehat dan semangat selalu, Mas Ikrom
benar sekali mbak
Deleteterima kasih
salam
Kalau bisa buka usaha (les) sendiri, kenapa harus ngajar di sekolah. Selamat malam, Mas Ikrom. Terima kasih telah berbagi pengalaman.
ReplyDeleteSemenjak covid tahun 2020
ReplyDeleteUdah g aktif lagi jadi guru bimbel
Outlet juga banyak yg tutup