Mahasiswa Jurusan Kimia |
Berkuliah di Jurusan Kimia dan MIPA pada umumnya membuat saya tak asing dengan namanya praktikum.
Ibarat jantung, praktikum adalah matakuliah utama yang harus ditempuh sebagai syarat tercapai kompetensi matakuliah teori. Sayangnya, meski terlihat menyenangkan, nyatanya saya kerap terbebani dengan praktikum yang saya jalani. Alasannya, laporan praktikum tersebut harus ditulis dengan tangan tidak boleh diketik. Tidak hanya laporan, ada juga jurnal praktikum yang harus ditulis dengan tangan.
Meski begitu, momen praktikum menjadi momen paling berkesan dalam perjalanan kuliah saya. saya bisa mengenal karakter teman satu angkatan dalam bekerja sama. Mulai dari yang benar-benar suportif, sampai yang hanya titip nama saja. Semuanya memiliki plus minusnya. Kalau teman yang suportif, saya malah jadi malas karena hampir semua pekerjaan ia yang melakukan. Nah kalau teman yang titip nama saja, yang ada saya malah semriwing karena harus ekstra mengerjakan laporan.
Lantas, diantara sekian praktikum yang saya lakukan, mana yang membuat saya semriwing? Berikut 5 diantaranya.
1. Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik
Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik (DKA) ini dilakukan pada semester 3. Namanya saja dasar pasti akan banyak konsep dasar yang harus dipelajari. Untuk itulah, perocobaan yang harus dilakukan pada praktikum ini amatlah banyak.
Namun, bukan jumlah percobaan saja yang banyak akan tetapi karena praktikum ini adalah bagian dari Kimis Analitik, maka dalam setiap praktikum hitungan menjadi kunci. Salah dalam menakar reaktan bisa-bisa tidak jadi senyawa yang kita inginkan.
Saya pernah saking semangatnya menimbang malah membuat reaktan yang saya pakai kebanyakan. Alhasil, senyawa produk yang harusnya berupa endapan malah berubah jadi gas. Saat akan dipresentasikan ya jelas senyawa tersebut menguap alias hilang.
Kenakalan saya saat praktikum DKA |
Kalau sudah begini, saya terpaksa meminta rekan dari kelompok lain yang sudah selesai presentasi untuk mendarmakan endapan yang mereka dapat. Walau cara ini adalah cara curang atau licik, itu lebih baik dibandingkan harus mengulang percobaan yang sudah dilakukan. Namun, untuk adik-adik jurusan Kimia, cara ini jangan ditiru ya lebih baik ikuti prosedur praktikum dengan seksama.
Dosen saya untuk praktikum ini juga amat teliti. Meski sudah sepuh, tetapi beliau akan paham jika jumlah endapan yang kelompok saya hasilkan tidak tepat. Entah terlalu banyak atau sedikit. Kalau tidak tepat, beliau biasanya meminta kami menuliskan stoikiometri (perhitungan berdasarkan persamaan reaksi) agar bisa didapat jumlah endapat yang seharusnya. Inilah yang membuat praktikum DKA benar-benar membuat saya semriwing meski manfaatnya besar sekali demi melatih ketelitian dan ketepatan.
2. Praktikum Pemisahan Kimia
Ah ini adalah praktikum yang paling saya benci. Betapa tidak, dalam praktikum yang ditempuh di semester 5 ini mahasiswa harus bisa memisahkan banyak model pemisahan kimia yang ada. Sebenarnya ilmunya amat luas dan bermanfaat tetapi pada praktiknya amat butuh kesabaran tinggi. Lantaran, ada beberapa metode pemisahan yang membutuhkan proses lama.
Salah satunya adalah kromatografi kertas. Metode pemisahan ini menggunakan kertas pemisah untuk memisahkan beberapa senyawa organik dalam sebuah pelarut. Untuk memisahkan satu perocobaan bisa memakan waktu sekitar 30 menit. Padahal, saat itu kami harus memisahkan sekitar 5 kali percobaan. Itu belum beberapa kali harus mengulang karena saat akan menetukan waktu retensi (dasar pemisahan), noda yang diharapkan tidak tampak.
Berpose saat Praktikum Pemisahan Kimia |
Jadi, saat percobaan itu kami harus mengulang dan mengulang lagi sampai tak terasa praktikum yang dimulai selepas salat jumat baru selesai saat hari hampir Magrib. Untung saja Bu Neena, dosen saya yang baik hati, humoris, dan pengertian, tetap setia menunggu di laboratorium sambil mengasuh anak-anaknya yang masih kecil.
“Sing sabar yo le, ditutukno dhisik” (Yang sabar ya, Nak. Ayo terus dilanjutkan)
Begitu perkataan Bu Neena kalau kami mulai mengeluh. Kalau ingat hari itu bukan hari terakhir kuliah di akhir pekan rasanya sudah ingin pingsan. Untunglah, saya dapat banyak ilmu juga dari praktikum ini terutama masalah ekstraksi bahan alam. Banyak proses dasar yang bisa saya pelajari dan bisa saya gunakan untuk meluruskan konsep-konsep yang kurang tepat mengenai ekstraksi senyawa organik dari bahan herbal.
3. Praktikum Kimia Lingkungan
Aduh, kalau ingat praktikum ini saya juga mengelus dada. Betapa tidak, kami harus mencari sampel dari air sungai dengan berbagai macam kriteria. Mulai dari dekat sawah yang banyak mengandung senyawa nitrit, dekat pembuangan limbah, dekat WC umum, dan dekat dengan tempat-tempat khusus lainnya.
Masalahnya, sungai di kota saya ya itu-itu saja. Paling-paling Sungai Brantas, Sungai Metro, dan Sungai Amprong. Ada sih sungai kecil tapi tidak sesuai dengan standar yang diminta. Alhasil, saya dan rekan saya lama-lama bodo amat yang penting dapat sampel air sungai. Belum lagi saat pengambilan sampel juga ada syarat khusus semisal kecepatan aliran air dan beberapa parameter lain yang harus diikuti.
Sambil menunggu larutan selesai diintefikasi, pose manjah dulu |
Keribetan tidak hanya sampai di situ saja. Kami harus menyimpan air sungai yang sudah kami dapat di dalam suhu rendah. Saya pun harus rela menyimpan air sungai itu di dalam kulkas berdampingan dengan makanan. Sungguh, ini adalah keribetan maha paripurna. Saya pernah diomeli ibu saya lantaran bau kulkas menjadi anyir sehingga saya memakai foam dan mengisinya dengan es batu sebagai tempat peyimpanan.
Ketika praktikum di laboratorium pun keribetan masih saja terjadi dengan sering tidak munculnya senyawa yang diharapkan untuk bisa diidentifikasi. Awal-awal saya juga nakal meminta air sungai dari kelompok lain. Akan tetapi, jika saya melakukannya, yang ada hasilnya sama persis dengan kelompok tersebut. Ya sudahlah saya dan rekan memutuskan untuk melaporkan apa adanya meski ya kena marah dosen juga karena mengambil sampel tidak sesuai pedoman yang ditetapkan.
Meski demikian, saya masih mendapat banyak ilmu dari kegiatan ini terutama seputar pengetahuan akan bahan pencemar di sekitar tempat tinggal saya. Setelah melakukan pratikum, saya jadi paham bahwa meski terlihat jernih, ternyata bahan pencemar yang terlarut dalam sebuah sungai atau perairan bisa saja tinggi.
4. Praktikum Kimia Organik 2
Sebenarnya, praktikum ini masih ada kaitannya dengan praktikum pemisahan kimia. Dan tentunya, praktikum ini adalah kelanjutan dari praktikum Kimia Organik 1. Jika Praktikum Kimia Organik 1 lebih banyak membahas dasar-dasar reaksi dan uji senyawa organik, maka Praktikum Kimia Organik 2 ini lebih kepada aplikasi pemisahan senyawa organik dalam kehidupan sehari-hari.
Percobaan paling banyak adalah membuat minyak atsiri dari bahan-bahan alam seperti bunga, rempah-rempah, dan beberapa tanaman TOGA. Jadi, praktikum ini bisa dikatakan praktikum yang membutuhkan banyak biaya. Sebagai mahasiswa miskin, tentu ini jadi tantangan tersendiri haha.
Keriwehan sebenarnya tidak terjadi saat praktikumnya melainkan saat mencari bahan yang akan digunakan. Terlebih, jika waktu praktikum bebarengan dengan ziarah kubur alias malam jumat legi. Seringkali, kami harus menelan pil pahit karena bunga khusus yang akan dijadikan praktikum habis diborong para peziarah.
Tidak hanya itu, hasil minyak atsiri yang didapat dari berbagai tahapan seringkali sangat sedikit. Pernah suatu kali saya melakukan praktikum untuk mengambil minyak atsiri dari sebuah bunga. Dari sekitar ½ kg bunga yang digunakan, minyak yang didapat tak sampai 5 mL. Antara sedih dan geli, saya makin yakin bahwa pembuatan minyak atsiri ini memang membutuhkan kesabaran. Makanya, jangan suka membuang-buang minyak atsiri ya. Itulah salah satu pelajaran penting praktikum yang diajarkan di semester 6 tersebut.
5. Praktikum Kimia Fisika
Diantara cabang ilmu kimia lain, sebenarnya saya paling suka Kimia Fisika karena bagi saya tidak terlalu kimia banget, penuh logika, dan lebih aplikatif di dunia industri. Cabang kimia ini berhubungan dengan proses fisik, seperti termodinamika, kimia kuantum, dan kinetika di dalam sebuah fenomena kimia. Makanya, cabang ini disebut kimia fisika. Ya kimia tapi ada sisi fisikanya.
Kalau di SMA, materi yang kerap menjadi inti dari cabang ini adalah laju reaksi. Alias, mengukur kecepatan sebuah reaksi dalam berbagai kondisi. Kalau tidak, ada juga materi mengenai kesetimbangan kimia yang mempelajari pengaruh suhu, tekanan, dan beberapa parameter lain terhadap pembentukan sebuah produk.
Kalau ingat foto ini rasanya ingin ngakak |
Akan tetapi, materi di bangku kuliah tidak semudah itu. Ada banyak parameter lain dan tentunya alat-alat khusus yang perlu dipelajari dengan waktu singkat. Beberapa materi yang baru ada saat kuliah adalah viskositas, adsorbs isotermis larutan, tegangan permukaan, dan diagram tiga komponen. Saking banyaknya alat baru, saya sampai surpised entah alat apa lagi yang haru saya kenal.
Tidak hanya itu, karena jumlah alatnya terbatas, maka kita tidak diperkenankan untuk tidak masuk saat praktikum. Tiap kelompok bergiliran dengan kelompok lain untuk menggunakan alat. Kalau sampai tidak masuk, proses administrasinya cukup susah. Entah harus melakukan dua percobaan dalam minggu berikutnya atau bergabung dengan kelas lain. Aduh ribet pokoknya. Saya dulu sempat sakit sampai hidung mbeler dan badan panas tapi tetap memaksakan diri karena malas kalau menyusul praktikum.
Ketibetan lain, sebelum praktikum, kami semua harus melakukan presentasi kegiatan praktikum yang akan dijalankan selama satu semester. Nah ini bagian yang cukup ribet karena materi tersebut adalah materi baru dan dosen kami cukup killer juga saat mencecar pertanyaan. Namun, apa yang beliau lakukan baik agar kami bisa bekerja dengan tepat dan yang pasti tidak merusak alat. Lantaran, alat-alat yang digunakan mahal dan langka di pasaran.
Untuk laporannya sebenarnya masih enak karena lebih pada hitungan dan tidak banyak reaksi. Makanya, saya suka cabangh ilmu ini karena banyak menghitung dan menalar tidak menghafal reaksi. Oh ya, waktu praktikum Kimia Fisika ini juga paling singkat sehingga saya bisa cepat selesai dan jajan. Dosen saya meski killer tetapi cukup suportif. Asal sudah beres, mereka juga ingin segera mengakhiri kegiatan praktikum.
Nah, itulah lima praktikum kimia yang membuat saya cukup semriwing. Bagi adik-adik yang mau berkuliah di Jurusan Kimia yang semangat ya kalau melakukan praktikum. Walau semriwing, kadang kangen juga lho saat kita sudah lulus.
Ku pikir hasil praktikum ditulis tangan cuma ada di Teknik Elektro hahaha... ternyata di jurusan lain juga sama... Aku dulu waktu praktikum juga ditulis tangan, dan laporannya hampir 1 rim kertas A4. Tugas pra praktikum harus pakai mesin tik hahaha.. zaman sudah modern seperti ini kenapa harus ditulis tangan ya?
ReplyDeletekayaknya ada beberapa jurusan tertentu yang pakai tangan
Deleteiya juga sih udah zaman modern gini
mungkin biar ga copas ya...
dulu temen sekosan kuliah di fakultas pertanian, kadang sering pulang agak malam karena praktikum tadi.
ReplyDeletepadahal jalanan di brawijaya terutama fakultas MIPA yang ada di bagian belakang itu,agak gelap, waktu itu ya.
tapi karena si temen ini udah biasa praktikum, jadi nyantai aja
kalau lewat jalan kerto2an aku juga kadang creepy liat FMIPAnya UB
Deletetapi kalau udah biasa ya gimana ya mbak hahahaha
Dulu aku pernah membayangkan nyampur-nyampur senyawa kimia di dalam tabung kaca, mas. Kayaknya seru banget gitu. Tapi ternyata pas memilih jurusan kuliah, aku gak milih kimia. Soalnya aku lemah banget di kimia. Hehehe. Dan ada kecenderungan aku suka uang, jadi milih akuntansi aja. 🙈
ReplyDeleteNgomong-ngomong baca ini aku jadi ingat suami dulu pas tugas akhir. Tugas akhir dia dulu harus tulis tangan, Mas, dan tulisannya harus rapi dan bagus selayaknya hasil ketikan. Waktu itu aku mikir: "please deh, jaman sekarang udah ada komputer dan printer, tapi ngapain harus tulis tangan? Jadul banget. Masa kampus punya pesawat, tapi komputer sama printer aja gak punya??" Dan pada akhirnya suamiku yang punya tulisan gak bagus-bagus amat harus mengetik tugas akhir syarat kelulusannya dan mengeprintnya, lalu dia harus ngeblat hasil print nya itu di kertas kosong. Biar tulisannya bagus dan dia bisa lulus. 😂
ha jadi kerja 2x dong mbak
Deletehebat banget suaminya
temenku yang tulisannya engga bagus banget ya ditulis apa adanya si
engga tau deh yang meriksa apa bisa baca apa enggak hehe
Teknik kimia smaa kimia beda jauh ya ternyata.. wkwkw
ReplyDeleteTapi aku pernah praktikum kimia analisis.. woahh... kerenn2.. warna2nya berubah.. wkwkw maklum dlu kan SMK komputer, terus kuliah nyasar ke Tekkim.. wkwk🤣🤣
Tapi dlu tanganku pernah ke asam sulfat astaga perih banget dan gatal. Untung bukan yg pekat.. 🤔
beda banget teknik kimia lebih ke proses produksi kimia klo kimia (aja) lebih kepada analisis parameter kimia mas setauku si gitu hehe
Deletetapi tetep ada ya praktikumnya
kalau asal sulfat masih lumayan mas
yang ngeri itu air raja huhu
Pernah pengen jadi anak kimia, kemudian sadar dan tahu diri kalau kemampuanku bukan di situ. hihihi
ReplyDeletetiap orang ada jalan sendiri2 mbak
DeleteIni jaman anda masih kempes ya perutnya? Wkwkwkwk
ReplyDeleteJaman gw SMA paling demen sama yang namanya praktekum kimia. Soalnya bisa nyampur-nyampur zat terus nanti berubah jadi macem-macem. Seneng aja gitu. Tapi kalo nulis laporan gw gak mau, wkwkwkwk.
hahahahah tau aja pak
DeleteOalah anak kimia ta?
ReplyDeleteMenarik juga ya praktikumnya kimia itu, sekaligus seram-seram gimana gitu membayangkan salah campur terus meledak, terlalu parno, hahaha.
Saya dulu rada-rada benci sama kimia, karena sulit menghafal kode-kode ya kalau nggak salah itu.
Saya lupa, tapi kayaknya terakhir kali saya dapat kimia itu di STM.
Setelah kuliah benar-benar tidak ada ada pelajaran kimia sama sekali.
Dulu teman kos saya ada yang jurusan kimia, di kampus saya jurusan kimia itu terkenal dengan cewek ceweknya yang cantik-cantik, saingan dengan teknik industri.
Ngomongin praktikum, Saya pikir lebih menantang praktikum waktu STM, karena dulu sekolah saya itu masih baru, dan laboratoriumnya lengkap.
Kalau nggak salah STM itu diresmikan saat presidennya Pak Habibie, makanya dana untuk sekolah kejuruan itu diutamakan.
Setelah kuliah, saya kuliah di swasta kata-kata kan lab nya lebih kecil dari STM dulu.
Bahkan kami lebih sering praktikum di ITS, karena dosennya juga kebanyakan dari ITS.