Warga menjulukinya Ibu Ensiklopedia.
Bukan karena ia berwawasan luas seperti buku besar di perpustakaan yang memuat banyak data, tetapi karena pengetahuannya yang luar biasa akan kehidupan seorang manusia. Ya, ia tahu segala hal dari ujung kaki ke ujung kepala tiap manusia di kampung ini. Dari ujung gang di dekat sungai hingga rumah di dekat jalan raya yang berjejer tak begitu rapi.
Ibu ensiklopedia amat bangga akan pengetahuannya ini. Dalam sebuah perbincangan di depan toko sayur, ia kerap memberikan info terkini seputar isu yang sedang hangat.
“Jeng, si Maria itu ternyata simpananannya duda di Kampung Rusa,” Ibu Ensiklopedia memulai pembicaraan.
Ibu-ibu yang mulanya khusyuk menawar belanjaan, tetiba teralihkan oleh isu yang ia hempaskan.
“Lho, bukannya ia sudah jadi istri siri si Wawan yang jualan beras di Pasar Laras,” timpal seseorang.
Isu yang terlempar pun kemudian menjadi bola panas. Masing-masing ibu yang berbelanja di toko itu punya pendiriannya masing-masing. Ada yang pernah melihat Maria dengan seorang duda, ada yang kerap melihatnya berboncengan dengan seorang pria muda,
Bola panas itu kemudian dengan mudah dikendalikan Ibu Ensiklopedia ketika ia memiliki cerita lengkap tentang si Maria.
“Jadi gini lho, Jeng. Aku kan sudah pernah satu rumah sama duda itu. Kebetulan dulu dia adalah adik tiri suamiku. Nah, pas pertemuan keluarga kemarin, eh ada Si Maria. Lah, aku cecarlah dia kenapa bisa sama duda itu,” Ibu Ensiklopedia menerangkan dengan bangga. Ia juga memberikan paparan bahwa keluarganya tidak terlalu suka dengan si Maria.
Sosok Maria yang diceritakan Ibu Ensiklopedia kemudian jarang muncul di kampung itu. Pergunjingan pun menjadi kurang menarik. Namun, Ibu Enskilopedia tak kehabisan akal. Ia masih punya cerita lagi tentang wanita itu.
“Sehabis dia dekat sama duda itu, eh sekarang dia mau ngembat pria beristri yang ada di kampung ini. Kabarnya, mereka sudah pernah tidur sekamar berhari-hari. Wah, kita pantas hati-hati, Jeng”.
Omongan Ibu Ensiklopedia membuat ibu-ibu di kampung resah. Mereka tak mau suami mereka jatuh ke tangan si Maria. Pintu rumah mereka pun terkunci rapat jika waktu pulang kerja sudah usai. Panggilan telepon akan berdering dan pesan WA akan terus bermunculan jika suami tak kunjung pulang.
Ibu-ibu di kampung siaga 1 sekuat tenaga waspada agar Maria tidak mengganggu ketenangan mereka. Embusan kabar bahwa Maria hanya pulang setiap malam Kamis pun digaungkan Ibu Ensiklopedia. Semua yakin akan kebenarannya terlebih pada suatu malam Kamis ada seorang ibu-ibu yang memergoki Maria pulang sekira jam 10 malam.
Wanita itu mengenakan gaun merah dengan gincu tebal yang menghiasinya.
“Dari mana kau, Maria. Kok jam segini baru pulang?” tanya ibu itu basa-basi dengan maksud menyelidik.
Wanita berambut pirang dan bewajah oval itu hanya tersenyum tipis, “Anu, Bu. Saya kan menyanyi di kafe. Jadi jam segini baru pulang,”
Ibu itu lalu berkata,”Pantas saja benar kata Bu Ensiklopedia. Kau memang suka memanfaatkan para pria, ya?”
Maria tahu ia sedang menjadi bahan pergunjingan. Ia pun tak mau menanggapi ibu itu dan berlalu tanpa permisi.
Keesokan harinya, isu Maria benar-benar pulang tiap malam Kamis semakin digoreng. Ibu Ensiklopedia kemudian menambahkan bumbu cerita bahwa Maria hanya pulang pada malam Kamis karena wanita itu sedang mengisi ajian peletnya.
“Coba lihat, setiap malam Kamis dia membawa apa? Tas kresek hitam kan?”
Ibu-ibu yang berbelanja di toko sayur itu mengangguk.
“Ya, persis saat aku lihat ia pulang kemarin malam. Pasti ia sedang merencanakan sesuatu untuk mendekati para pria termasuk suami kita”.
Pertemuan Maria dengan salah seorang dari ibu-ibu itu malah membuat mereka makin waspada. Kini, banyak diantara mereka yang pergi ke dukun untuk mencari pager agar suaminya tak terjebak dengan Maria. Pintu rumah pun selalu mereka kunci rapat.
Acara jagongan atau ronda malam pun ditiadakan. Mereka takut jika Maria bisa saja mendekati suami mereka saat mereka tidak terjaga. Rumah Maria yang hanya dihuni wanita itu beserta dua orang adiknya tak luput dari pengawasan. Rumah reyot peninggalan kedua orang tua Maria juga kerap dihujani garam dan beberapa rempah untuk mengusir lelembut yang bisa saja berseliweran di sana.
Ibu Ensiklopedia semakin semangat dalam mengobarkan Maria sebagai musuh bersama di kampung itu. Ia tak peduli lagi dengan dua adik Maria yang semakin enggan keluar rumah. Ia juga tak peduli lagi berbicara dengan lantang bahwa Maria sudah saatnya harus diusir.
Hingga pada suatu malam, seluruh penduduk kampung dikejutkan dengan suara jeritan ibu Ensiklopedia.
Warga pun berhamburan datang ke rumahnya yang hanya berjarak dua rumah dari rumah Maria.
“Ada apa, Bu. Kok sampai berteriak begitu?” tanya seorang warga.
Ibu Ensiklopedia tak menjawab. Ia masih pucat dan hanya menunjuk suaminya yang tertidur di depan TV.
“Ada apa Bu. Ada apa?” tukas Bu Sumirah yang rumahnya bersebelahan dengan Ibu Ensiklopedia.
Ibu Ensklopedia baru tenang beberapa saat kemudian. Ia mengatakan tadi ada Maria yang tengah tidur bersama suaminya di ranjang depan TV. Ia baru mengetahuinya setelah memasak di dapur. Tapi, sosok itu tak terlihat bahkan saat warga datang di malam Kamis itu.
Warga pun kemudian kembali ke rumahnya dan menemukan Maria baru saja pulang sambil membawa tas kresek hitam yang kerap dipergunjingkan.
Ibu Ensiklopedia masih bercerita keesokan harinya. Ia menduga, kini suaminya menjadi target Maria untuk didekati.
“Ah, mungkin itu hanya halusinasimu, Bu. Kemarin aku lihat Maria baru pulang saaat aku dari rumahmu.”
Sejak saat itu, omongan Ibu Ensiklopedia tak terlalu dihiraukan ibu-ibu.
Namun, seminggu kemudian, ibu Ensiklopedia menjerit-jerit kembali. Kali ini warga semakin heboh karena tangan suami Ibu Ensiklopedia berisimbah darah. Beberapa pemuda segera melarikan pria itu ke rumah sakit sementara yang lainnya membersihakan ceceran darah di dekat sofa.
“Tadi Maria mau membunuhku! Aku langsung mengambil pisau tapi terkena suamiku. Sungguh, kalian harus percaya!”
Warga lalu menenangkan Ibu Ensiklopedia yang terus meraung-raung. Di malam itu, mereka juga bertemu Maria yang lagi-lagi baru pulang dengan sebungkus tas kresek. Beberapa warga sempat ingin bertanya pada wanita itu tapi mereka urungkan. Mereka sudah cukup lelah menangani perseteruan Ibu Ensiklopedia dengan Maria. Apalagi mereka melihat Maria masih sopan dan tak ada yang disembunyikan.
Pergunjingan di toko sayur kini serasa hampa karena ibu Ensiklopedia masih sakit akibat peristiwa kemarin malam. Bola panas beralih pada terkaan warga bahwa embusan kabar miring itu hanya akal-akalan ibu Ensiklopedia.
Sayang, bola panas itu berakhir ketika mereka menemukan ibu Ensiklopedia bersimbah darah beberapa malam kemudian. Saat suaminya baru saja pulang dari rumah sakit, ibu paruh baya itu meregang nyawa tak jauh dari kamar tidurnya.
Perutnya terurai dengan luka tusuk yang menganga. Warga semakin gempar karena di dekatnya ada sebuah bungkusan. Ketika mereka membukanya, bungkusan itu adalah kepala tengkorak dan secarik kertas. Kertas lusuh bertuliskan tinta hitam berbunyi:
"Terima kasih, Bu Ensklopedia. Ini kukembalikan kepala ayahku yang kau rebut dari ibuku agar bisa menemanimu".
Salam sayang, Maria.
Warga pun berhamburan ke rumah Maria dan tak menemukan satu pun orang di sana.
Bang, tengkoraknya ini yang dipakai buat praktikum di labor kan ya bang?
ReplyDelete*merusak suasana*
bukan bang buat pesugihan hahaha
DeleteWuih.... Sereemmm...
ReplyDeletehahahah iya
DeleteSempet salah baca Maria jadi Marlina, ternyata itu firasat kalau ceritanya ada unsur psikopat haha.
ReplyDeletemarlina oh Marlina hahahaa
DeleteSaya jadi terkenang akan film pendek Tilik, Mas. Soalnya Ibu Ensiklopedia ini mirip ibu-ibu yang suka ngomporin dan bergosip itu. Haha.
ReplyDeleteTapi menjelang akhir cerita nuansanya mendadak jadi horor atau thriller gitu, ya.
Jadi sebetulnya si Ibu Ens yang duluan merebut laki orang. Mantaplah.
oh ya film tilik ya
Deletecerita ibu ibu bergosip adalah kunci ya mas hahaha
Ibu ensiklopedia itu rasanya agak mirip dengan ibu ibu yang di film tilik itu ya mas, soalnya suka bergosip.😁
ReplyDeleteBerarti pelakornya itu malah Bu ensiklopedia ya, wah ngga nyangka begitu.😱