Warga Taiwan memberikan dukungan saat protes massal di Hong Kong masih berlangsung sepanjang 2019. - SCMP |
Wilayah administrasi khusus dan provinsi yang membangkang.
Itulah sematan bagi Hong Kong dan Taiwan yang merupakan dua wilayah tujuan utama TKW Indonesia untuk bekerja ke luar negeri. Sejak kecil, saya mendapatkan narasi bahwa Hong Kong dan Taiwan adalah dua negara maju, penduduknya kaya raya, dan hidup bahagia.
Narasi itu tidaklah salah. Memang, dalam gambaran yang saya saksikan di film-film Hong Kong dan Taiwan, gedung pencakar langit dengan masyarakatnya yang terlihat amat maju begitu membekas di kepala. Terlebih, saat serial F4 dan beberapa film lepas Hong Kong mendominasi televisi Indonesia saat saya memasuki remaja, narasi itu kian kuat.
Akan tetapi, setelah saya dewasa dan mendapatkan banyak pemahaman dan informasi, dua wilayah itu masihlah memiliki masalah pelik yang mengganggu mereka hingga kini. Tak lain, keduanya belum mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan penuh layaknya Indoensia dan bangsa lainnya.
Sekilas tentang status Hong Kong dan Taiwan
Bak dua saudara kandung yang terpisah jarak dan waktu, keduanya memiliki nasib yang berbeda. Hong Kong sempat menjadi koloni Inggris selama lebih dari 100 tahun. Saat itu, sejarah Perang Candu yang kerap tampil dalam berbagai film membuat penguasa Tiongkok harus bertekuk lutut kepada Inggris. Hongkong dan daerah yang sekarang disebut Kowloon harus mereka serahkan kepada Inggris. Namun, mereka bersepakat bahwa Inggris hanya menyewa Hong Kong selama 100 tahun dan harus dikembalikan pada 1997.
Upacara penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada RRT pada Juli 1997. - Dok Istimewa |
Selama itu pula, terjadi perubahan drastis di Hong Kong. Begitu pula di Tiongkok daratan yang telah mengalami pasang surut sejarah hingga pemerintahan Partai Komunis menjadi penguasa. Pada waktu yang disepakati, Hong Kong pun diserahkan kembali ke Tiongkok dengan status administrasi khusus.
Baca juga: Mendalami Pengertian Enklave dan Eksklave
Status ini membuat Hong Kong berbeda dengan wilayah di Tiongkok Daratan lain. Hong Kong boleh membuat aturan ekonomi dan berbagai aturan kemasyarakatan sendiri. Kebebasan berpendapat warga Hong Kong dijamin. Mereka pun juga memiliki parlemen sendiri meski kepala pemerintahannya masih harus mendapat persetujuan dari Tiongkok Daratan (RRT). Ini yang menyebabkan Hong Kong seakan menjadi wilayah atau negara sendiri. Padahal, keistimewaan ini akan berakhir pada 2047. Setelah itu, Hong Kong direncanakan akan sepenuhnya dikontrol oleh RRT.
Lain halnya dengan Hong Kong, Taiwan sudah tidak mendapatkan kontrol RRT walau seringkali RRT masih mengklaim sebagai bagian wailayahnya. Negara ini terbentuk dari sisa pelarian kaum nasionalis yang kalah dalam perang saudara dengan kaum komunis di RRT pada 1949. Mereka pun mendirikan pemerintahan dengan nama Republik Tiongkok (ROC). Mereka juga sempat mencicipi manisnya kursi Dewan Keamanan PBB lantaran menjadi salah satu pendiri organisasi dunia tersebut. Sayang, sejak tahun 70an setelah banyak negara lebih mengakui RRT sebagai negara berdaulat, Taiwan pun terdepak.
Kini, hanya segelintir negara kecil yang mengakui kemerdekaan Taiwan. Indonesia pun tidak mengakui kemerdekaan Taiwan karena menghormati sistem politik Satu Tiongkok. Indonesia hanya menempatkan semacam kantor dagang di Taiwan untuk memfasilitasi para pekerja Indonesia di sana. Tidak ada Kedutaan Besar Indonesia atau perwakilan lain seperti yang ada pada negara berdaulat.
Baca juga: Mengenal Wilayah Dependensi yang Eksis pada Kontes Kecantikan
RRT yang amat menentang kemerdekaan Taiwan sebenarnya akan memberikan janji hak istimewa layaknya Hong Kong. Asal Taiwan mau kembali bersatu dengan RRT, Taiwan akan diberikan hak tersebut. Sayang, tawaran ini ditolak mentah-mentah oleh Taiwan. Hingga kini, Taiwan pun seakan menjadi wilayah yang nanggung. Disebut negara merdeka juga belum tetapi disebut negara belum merdeka mereka telah memiliki pemerintahan dan sistem ekonomi yang amat handal. Mereka juga memiliki presiden yang dipilih secara berkala dalam sebuah pemilu.
RUU Keamanan Nasional Pemantik Ketegangan
Dua tahun lalu, kondisi Hong Kong memanas dan meski secara tidak langsung terlibat, Taiwan pun ikut serta di dalamnya. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Hong Kong dilakukan oleh para generasi muda terutama kaum pelajar dan mahasiswa. Dengan teknik canggih, mereka membuat repot para polisi semisal mengacaukan sistem keamanan dan menggunakan berbagai senjata yang ampuh untuk melumpuhkan polisi.
Kekacauan dimulai ketika terjadi pembunuhan seorang wanita Hong Kong yang sedang berlibur di Taiwan oleh pacarnya sendiri. Akibat pembunuhan ini, sang pacar yang juga warga Hong Kong dijerat dengan kasus pencucian uang. Ia tak bisa dijerat dengan pasal pembunuhan karena terjadi di Taiwan. Kedua wilayah ini tidak memiliki perjanjian ekstradisi karena Hong Kong masih bagian dari RRT. Tak akan mungkin RRT berunding dengan Taiwan yang masih dianggapnya sebagai pembangkang.
Seorang demonstran di Hong Kong merusak CCTV di sebuah jalan dengan cat pylox agar pergerakan mereka tidak diketahui. - CNN |
Usulan pun datang dari pemimpin Hong Kong yang mengajukan RUU Keamanan Nasional ke pemerintah RRT. Dengan RUU ini, warga Hong Kong bisa saja ditangkap dan dijebloskan ke penjara RRT sama halnya dengan warga RRT lain. Padahal, saat ini Hong Kong masih memiliki status istimewa. Harusnya, RRT tidak mencampuri urusan keamanan dalam negeri Hong Kong. Warga Hong Kong – terutama generasi muda yang kritis – takut RRT menggunakan RUU ini untuk mengekang kebebasan mereka.
Pelarian warga Hong Kong ke Taiwan
Selepas huru-hara dan RUU Keamanan Nasional yang disahkan, ternyata persoalan tidak hilang begitu saja. Ada beberapa warga Hong Kong terutama anak muda yang memilih lari ke Taiwan. Salah satunya adalah Tomy, seorang mahasiswa semester 1 yang memilih Taiwan sebagai tempat suaka.
Ia sadar bahwa keputusannya membuatnya tak bisa ke Hong Kong lagi karena sudah masuk daftar hitam. Keluarga dan kerabatnya pun sudah menjadi incaran aparat keamanan. Setelah dibantu oleh seorang praktisi hukum di Taiwan, Tomy pun melanjutkan pendidikan sambil terus menyuarakan aspirasinya akan kebebasan Hong Kong.
Tidak hanya Tomy, ada juga seorang penjual buku Hong Kong bernama Lam Wing-kee yang memilih melarikan diri ke Taiwan. Pada 2015, Lam sempat ditangkap aparat Hong Kong dan kemudian diserahkan ke RRT. Di sana, ia dipaksa mengakui kesalahannya lantaran kerap menjual buku yang berisi kritik kepada Tiongkok Daratan. Setelah bebas, ia memilih Taiwan sebagai tempatnya yang baru karena khawatir dengan kondisi Hong Kong yang sekarang. Terlebih, sejak adanya RUU ekstradisi yang diajukan, Lam makin yakin bahwa sebelum 2047, Hong Kong sebenarnya sudah berada sepenuhnya dalam kontrol RRT.
Rakyat Taiwan Berusaha Membantu, Tetapi….
Baik Tomy dan Lam, keduanya telah mendapatkan kehidupan yang cukup baik di Taiwan meski dalam hati kecil mereka masih ingin kembali ke Hong Kong. Mereka beruntung, warga Taiwan menerima mereka dengan tangan terbuka. Terlebih, Taiwan pun merasakan betapa sulitnya mendapatkan kebebasan jika masih berada dalam kontrol RRT. Inilah alasan penolakan Taiwan terhadap tawaran satu negara dua sistem. Taiwan takut jika RRT akan melakukan hal sama kepada mereka layaknya yang telah dilakukan RRT terhadap Hong Kong.
Tomy dan Lam pun bebas menyuarakan aspirasinya di Taiwan. Meski sempat mendapat serangan saat awal pembuakaan dari seroang yang diketahui identitasnya, toko buku milik Lam pun masih bisa beroperasi normal. Buku-buku yang berisi kritikan kepada pemerintah RRT masih terpajang dengan leluasa.
Tomy juga masih tetap berusaha menyuarakan aspirasi mengenai kebebasan Hong Kong di pusat keramaian di Taiwan. Spanduk provokatif pun ia bentangkan agar ada warga Taiwan yang mau peduli terhadap nasib warga Hong Kong yang notabene masih saudara sebangsa mereka sendiri.
Akan tetapi, warga Taiwan tidak bisa terlalu jauh mencampuri dan memberi dukungan kepada warga Hong Kong termasuk Lam dan Tomy. Isolasi internasional yang mereka dapatkan sekarang tidak akan bisa memberikan banyak pergerakan di dunia internasional. Taiwan tidak memiliki wakil di PBB. Organisasi ini juga tidak mengakui kemerdekaan Taiwan. Taiwan juga kerap mendapatkan tekanan internasional atas kebijakan satu Tiongkok yang didengungkan RRT.
Bagi rakyat Taiwan sendiri, mereka sadar mereka terlalu kecil jika berhadapan dengan RRT. Bisa-bisa, jika berkonfrontasi secara langsung, mereka akan habis seketika. Itulah pesan dari seorang warga Taiwan yang menghampiri Tomy di sebuah keramaian. Baginya, hidup tentram meski berstatus warga negara yang belum merdeka sepenuhnya adalah pilihan bijak saat ini.
Presiden Taiwan Tsai Ing Wen mengunjungi toko buku milik Lam. Walau memiliki banyak keterbatasan, Taiwan tetap berkomitmen membantu warga Hong Kong semampu mereka. - Japan Times |
Pilhan itu dihormati oleh Tomy meski bertentangan dengan pesan yang ingin ia sampaikan kepada warga Taiwan yang ditemuinya. Tomy ingin mengatakan bahwa jika orang Taiwan tak ingin memiliki jalan merdeka sepenuhnya seperti yang kini disuarakan kaum muda Hong Kong, cepat atau lambat nasib mereka akan seperti saudara mereka di Hong Kong. Kepercayaan ini makin bertambah ketika seorang pimred sebuah surat kabar di Hong Kong yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah RRT ditangkap oleh aparat. Belum juga beberapa aktivis lain yang bernasib sama.
Walau begitu, dukungan terhadap Hong Kong justru mengalir dari beberapa NGO Taiwan (organisasi nonpemerintah) yang menyuarakan kebebasan berpendapat di Hong Kong. Ada juga kantor hubungan Taiwan-Hong Kong yang menjembatani kedua warga untuk berdiskusi mengenai masalah mereka atas kontrol RRT. Presiden Taiwan Tsai Ing Wen tetap memberi bantuan bagi warga Hong Kong yang melarikan diri ke negaranya.
Semisal, memberikan kesempatan pendidikan bagi generasi muda Hong Kong yang melarikan diri ke Taiwan seperti yang didapat oleh Tomy. Hingga saat ini, masih banyak warga Hong Kong yang mencoba melarikan diri dari negaranya menuju Taiwan. Beberapa diantaranya tertangkap militer Tiongkok.
Lalu, bagaimanakah nasib dua wilayah ini ke depannya? Kita lihat
saja. Menarik memang untuk menyimak bagaimana generasi muda di Hong Kong yang
berjuang untuk tanah kelahirannya. Kebanyakan dari mereka ingin Hong Kong merdeka penuh dan tidak lagi sebagai wilayah administrasi khusus. Mereka bertaktik dengan teknologi terkini
untuk berusaha merdeka dari apa yang mereka sebut kolonialisme modern.
tulisan bernas....
ReplyDeleteinformatif dan nambah wawasan...
terimakasih Pak
Deletewow ku ternganga...sajake biyen yo aku sempet mbatin kok ketoke kalau di film film hongkong ki maju tenan...ternyata ada sejarah pernah disewa inggris nyampe 100 tahun ckckckck...dibalikin tahun 1997...hmmm wawasan baru nih
ReplyDeletebtw itu yang oas case ada pembunuhan yang melibatkan warga negara antar dua negara itu akhirnya kok ya jadi tumpang tindih gitu ya pasal yang dijeratkan bener bener rumit tenan...😱😳
iya mbak dari pembunuhan itu jadi geger dan berkepanjangan ya
Deletememang rumit
Wah.. Baru tahu saya soal ini mas, jadi sedih dan juga bersyukur karena indonesia udah merdeka walaupun masih ada huru hara. Semoga aja masalah di taiwan dan hongkong segera ada jalan keluarnya dan setiap orang didunia bisa merasakan kemerdekaan.
ReplyDeleteAmin😊
iya amin mbak kasian liatnya soalnya...
Delete