Penumpang menunggu di Halte Bandara |
Sebenarnya, saya mau menunda kegiatan ngukur embon alias mengukur jalan untuk mencoba Trans Jogja rute baru ini pada beberapa minggu kemudian.
Tetapi, saya takut kalau tidak ada waktu atau tiba-tiba kembali ke Malang. Jadi, setelah mencoba rute Ngabean-Godean PP, pada keesokan harinya saya langsung mencoba rute Bandara-Pakem dan Pakem-Condong Catur.
Baca juga : Bagian 1
Rute ini menjadi cukup istimewa karena akan menuju kaki Gunung Merapi yang kini statusnya menjadi siaga. Saya beruntung bisa nebeng sepupu saya pagi buta sampai ke Terminal Jombor. Dari terminal ini, saya langsung naik Trans Jogja menuju Bandara Adisucipto.
Suasana Bandara Adisucipto amat lengang. Tak banyak penumpang yang datang di hari itu karena masih efek pandemi covid-19. Pun dengan para penumpang Trans Jogja yang biasanya kebanyakan dari Prambanan. Tak banyak pula yang menunggu di halte.
Lantaran sudah mendapatkan pelajaran pada hari sebelumnya, kini saya langsung keluar halte Trans Jogja reguler. Saya langsung mendekati petugas Trans Jogja rute baru yang mengenakan rompi. Berbeda dengan Terminal Ngabean yang tak memiliki tempat khusus untuk penumpang, maka di sini ada tempat khusus berupa beberapa tempat duduk. Saya pun bisa duduk dengan nyaman menunggu bus yang akan tiba.
Eh tak sampai 10 menit, bus pun datang membawa penumpang dari arah Merapi. Saya langsung masuk dan tak lama bus terisi penuh. Ini berbeda dengan bus rute sebelumnya yang amat minim penumpang. Saya pun langsung duduk di bagian belakang karena bagian depan sudah terisi penuh.
Bus pun melaju menuju Ring Road utara yang masih sepi. Bus pun kemudian putar arar menuju Jalan Raya Tajem yang merupakan jalan menuju Stadion Maguwoharjo. Di beberapa pemberhentian, ada beberapa penumpang yang naik. Hal ini juga kontras dengan rute sebelumnya yang tak ada penumpang satu pun yang naik pada awal-awal keberangkatan.
Melewati wilayah lereng Merapi, kecepatan bus juga tak secepat rute bus sebelumnya. Maklum, bisa jadi bus ini adalah salah satu atau mungkin satu-satunya BRT dengan rute di bawah kaki gunung. Yang sedang aktif-aktifnya pula. Bus pun kerap melintasi jalanan desa yang sempit seperti ketika melewati Wendomartini. Sebuah desa di wilayah Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman.
Kadang, bus harus berpapasan dengan warga yang membawa hasil kebun dengan jumlah banyak. saya cukup menikmati pemandangan aglomerasi Jogja hari itu. Di saat saya bisa dengan cepat menemukan wilayah perkotaan yang langsung berbatasan dengan wilayah pedesaan. Dan itu semua bisa disaksikan dengan asyik dalam BRT ini.
Setor muka dulu biar tidak dikira hoaks wkwkw |
Bus pun terus melaju kea rah Pasar Jangkang. Pasar ini merupakan salah satu pasar hewan yang paling terkenal seantero Sleman. Sapi menjadi salah satu komoditas utama pasar ini disamping beberapa hewan ternak lain seperti ayam dan kambing. Di pasar ini, bus pun berhenti untuk di sebuah halte untuk sementara waktu. Ada penumpang yang turun dan ada yang naik.
Bus kemudian meneruskan perjalanan ke arah Jalan Kaliurang. Sepanjang perjalanan, sebenarnya bus sudah ditunggu oleh beberapa calon penumpang. Namun, lantaran kapasitas bus sudah memenuhi ambang batas maksimal sesuai protokol pencegahan covid-19, sopir bus pun tak bisa menaikkan penumpang lagi.
Sangat disayangkan memang karena banyak diantara calon penumpang yang sedianya juga ingin mencoba bus gratis ini untuk wahana jalan-jalan libur panjang. Namun saya yakin bus di belakang saya ini juga cukup banyak karena waktu antar bus hanya 15 menit saja.
Penumpang cukup banyak yang turun di sekitar Jalan Kaliurang. Jalan ini memang menjadi jalan paling ramai dan bisa dikatakan sebagai aktivitas ekonomi warga di sekitar lereng Gunung Merapi. Satu hal yang menjadi catatan adalah adanya inisden kecil saat penumpang akan turun.
Sopir bus kerap terlalu cepat menutup pintu bus padahal masih ada penumpang yang akan turun. Kalau saja penumpang lain tidak memberitahu sang sopir, bisa-bisa penumpang tersebut tidak bisa turun. Ada salah seorang anak kecil yang hampir tertinggal ayahnya yang sedang menggendong adiknya ketika bus akan kembali berangkat. Sontak, penumpang lain pun langsung berteriak.
Bus ini memang tidak dilengkapi oleh seorang kondektur seperti Trans Jogja reguler. Jika kondektur Trans Jogja reguler bisa memberi tahu kapan sopir bisa kembali menjalankan busnya, peran ini tidak ada pada bus trayek baru ini. Untuk itulah, sang sopir bisa lebih peka lagi agar tidak terjadi insiden lagi ke depannya.
Walau medan yang dilalui semakin naik, tapi bus pun tetap melaju hingga ke Pasar Pakem. Di sinilah penumpang dalam bus semuanya turun. Saya pun juga turun sebentar untuk ke kamar mandi dan mecoba mencari Mie Ayam yang terkenal di dekat pasar ini apakah sudah buka. Lagi-lagi, saya harus kecewa karena warung tersebut masih tutup.
Saya pun naik bus lagi tetapi kali ini rutenya berbeda menuju Terminal Condong Catur. Bus pun turun sepanjang Jalan Kaliurang hingga menuju UGM. Setelah berputar-putar di wikayah UGM, bus kembali menyusuri Jalan Gejayan dan sampai di Terminal Condong Catur. Saya pun turun untuk kembali pulang.
Yah meskipun hanya sebentar mengukur jalan, tetapi saya sudah bersyukur dan puas sekali. Liburan saya cukup berfaedah dan tak mendapatkan kemacetan berarti. Terlebih, baru saja masuk ruko, tiba-tiba hujan deras melanda Jogja.
Nah, bagi yang mau ke Jogja, coba sekali-kali naik bus ini untuk berwisata. Selain gratis, juga mengurangi kemacetan di sekitar kota. Di Pasar Pakem, ada banyak kuliner sebenarnya yang bisa dieksplorasi. Hanya sayang memang saya terlalu pagi sih dan engga niat kulineran juga.
Oke, sekian dulu catatan naik Teman Bus ini. Sampai jumpa pada jalan-jalan selanjutnya.
Saya belum pernah ke Jogja mas, jadinya belum bisa mencoba bus trans Jogja ini yang gratis. Kalah deh sama mas Ikrom yang sudah kesana, bahkan ke Bali juga pernah ya.
ReplyDeleteIya tuh, memang sebaiknya ada kondektur, kasihan kalo yang mau keluar tapi pintu bus tahu tahu sudah nutup.
wah ini bukan menang kalah mas
Deletekebetulan aja dekat haha
saya juga belum pernah naik TJ sampai ke pelosok pelosok JKT hehe
iya harusnya gitu ya jadi biar aman
Seharusnya ada kernek atau kondekturnya ya
ReplyDeleteBiar bus tidak terlalu terburu-buru
Saya jadi ingin mencobanya pula nih
iya mas biar lebih aman ya
DeleteMantap juga rutenya sampe ke kaki gunung api yang masih aktif. Jadi pengen nyoba naik dan rasain sensasinya.
ReplyDeleteboleh mas silahkan
DeleteBagus juga inovasinya ya, Kak. Jadi nggak cuma di Jakarta aja yang ada Busway hahaha.
ReplyDeleteBenar kata Kak Djangkaru, harusnya ada kondekturnya agar kejadian seperti cerita Kak Ikrom di atas nggak terjadi. Takutnya kalau sedang tidak ada penumpang lain yang berteriak, penumpang yang turun bisa batal turun karena pintu keburu ditutup 😅
iya mbak lia ini inovasi menarik
Deletedan bener kasian juga liatnya kalau gajadi turun ya hehe
Sekalipun gratis, kondektur itu penting sih.
ReplyDeleteKalau pagi emang masih jarang banget yang buka sih itu warung-warung. Saya ingat waktu betapa susahnya cari sarapan ketika mau ke Prambanan. Ujung-ujungnya makan di sana, dan tentu rasanya lebih mahal. Hahaha
seruu ya kalau seharian bisa cobain naik trans di jogya. Sambil liat view keseluruhan jogya dari bandara sampe kota.
ReplyDeletedi dalam bisnya ada alunan musik jawa gitu ya ?