Trans Jogja Rute Baru terparkir di Terminal Ngabean |
Liburan panjang kemarin saya memang meniatkan diri untuk ngukur embong alias mengukur jalan.
Jalan yang saya ukur adalah jalan di seputaran Kota Jogja saja. Saya jarang sekali keluar rumah aka ruko yang saya tempati di Jogja. Alasannya, enggak ada motor sis dan jalanan macet parah kalau akhir pekan. Beda dengan saat saya di Malang yang bisa mblasak ke mana saja.
Meski demikian, akhirnya saya pun nekat untuk keluar ruko karena pada hari sebelumnya saya sudah jalan-jalan ke Solo cuma buat makan selat solo yang terkenal. Ceritanya lain kali saja ya karena ya sebenarnya tidak ada yang diceritakan karena saya habis makan selat ya langsung balik ke Jogja. Hahaha saking ngidamnya saya ya.
Oke kembali ke topik. Alkisah, saudara saya tidak bisa menjemput saya di Condong Catur dikarenakan istrinya sedang ada keperluan. Jadinya, saya menginap di daerah Condong Catur. Tepatnya di sebuah rumah kos milik teman saya. Nah, perjalanan saya mulai dari sini karena kos ini dekat dengan terminal.
Saya pun langsung naik bus Trans Jogja koridor 3A yang mengarah ke Terminal Ngabean. Perjalanan di pagi itu lumayan lancar karena jalan masih sepi belum banyak wisatawan. Sampai di Terminal Ngabean masih sekitar jam setengah 8 pagi.
Seorang calon penumpang mencoba menggunakan aplikasi Link Aja saat membayar tiket Trans Jogja |
Nah, sesampainya di halte Trans Jogja Ngabean, saya pun berdiri manis di dekat halte tersebut. Berharap ada bus Trans Jogja trayek baru yang akan saya coba. Bus ini dikelola oleh Kemenhub bekerja sama dengan Pemprov DIY dan disebut sebagai Teman Bus. Bus rute ini akan menuju Godean, sebuah kecamatan di wilayah timur Sleman yang berbatasan dengan Kulon Progo.
Eh, sudah lama menunggu ternyata bus yang saya tunggu tiba-tiba saja berjalan dari parkirannya. Letak parkiran ini kira-kira 20 meter dari halte Trans Jogja. Lah, kok saya ditinggal?
Ternyata, untuk naik bus trayek baru ini, kita harus menunggu di tempat parkir tersebut dan bilang ke petugasnya kalau kita mau naik bus. Saya tahu informasi ini dari petugas halte Trans Jogja reguler yang bingung kenapa saya harus “remidi upacara” di dekat halte. Kata petugasnya, kalau saya tetap di sana, ya sampai kiamat engga bisa naik busnya.
Akhirnya saya berjalan ke arah parkiran bus dan bertanya pada petugas Trans Jogja rute baru yang memakai rompi. Oh ya, petugas Trans Jogja rute baru ini memakai rompi yang jadi ciri khasnya. Berbeda halnya dengan petugas Trans Jogja reguler yang memakai batik warna hijau, merah, dan biru.
Saya bertanya apa sudah bisa naik dan petugas tersebut mempersilakan saya masuk. Namun, ia meminta saya menunggu selama 10 menit. Sambil menunggu, saya berfoto dan membuat video singkat. Eh ndilalah, ada seorang simbah pakai tongkat yang masuk sendirian.
Ini simbahnya gaes. Sehat-sehat ya mbah. |
Simbah ini duduk tepat di depan saya dan mulai memperkenalkan diri. Saya tidak tahu apakah simbah ini sedang dicari keluarganya yang biasanya dijadikan info di grup Info Cegatan Jogja. Namun, melihat beliau yang cerita mengenai perjalanannnya di hari itu, rasanya simbah ini sudah terbiasa berjalan-jalan sendirian.
Beliau mengaku dari Klaten, entah daerah mana dan akan ke suatu desa di wilayah Kecamatan Moyudan. Saya tanya apa simbahnya punya ongkos dan kata beliau punya. Beliau akan dijemput cucunya di Pasar Godean.
Tata cara pembayaran bus jika sudah tak gratis. |
Tak lama, ada beberapa penumpang masuk. Lalu, sang sopir pun juga ikut masuk dan mulai menjalankan busnya. Bus pun melaju keluar dari Terminal Ngabean. Rute yang disusuri bus ini adalah menuju Ambarketawang. Hayo, yang ngaku wong Jogja, apakah tahu wilayah yang disebut Ambarketawang?
Sebagai informasi, Ambarketawang adalah sebuah desa di Kecamatan Gamping yang dulunya dijadikan istana atau keraton Jogja sementara sebelum pindah ke keraton yang sekarang. Wilayah ini membujur di sisi barat Kota Jogja dan banyak sekali pusat oleh-oleh di sana.
Sepanjang perjalanan, simbah tersebut terus bercerita mengenai Jokowi, Nabi Sulaiman, Pak Harto, anak dan cucunya, pusaka raja Jogja yang akan dimandikan, dan beberapa cerita lain. Sebagai yang lebih muda, semestinya saya mendengarkan dengan seksama. Namun, apa daya saya sedang ada hasrat untuk ngevlog sehingga saya minta izin ke simbahnya.
Saya bilang mbah cerita saja tapi saya samba nyuting video ya. Eh ternyata simbahnya ngerti lo sama Facebook, You Tube, dan internet. Simbah pun terus bercerita mengenai konsep kehidupan yang dijalani manusia. Beliau juga bercerita salah satu tembang macapat yang dulu harus saya pelajari ketika masih mengajar.
Tak terasa, beberapa saat kemudian, bus sampai di wilayah Kecamatan Godean. Lah cepet banget. Saya senang sih mengeksplorasi daerah ini karena tidak terlalu macet. Walau jalannya tak begitu besar, tapi bus pun melaju dengan nyaman.
Beberapa wilayah yang disinggahi bus ini adalah Stadion (eh apa lapangan ya) Sidoarum, Neutron Godean, dan sampai di pemberhentian akhir Pasar Belut Godean. Simbah masih bercerita dan saya masih asyik ngevlog selama perjalanan itu. Walau sering bingung dengan jalan cerita beliau, tetapi ada satu pelajaran yang saya ambil dari ceritanya.
Pusat Kuliner Belut Godean yang sepi |
Pelajaran itu adalah timbal kebaikan yang tidak langsung kita dapatkan ketika kita berbuat baik. Bisa saja kita mendapatkan kebaikan dari orang lain dan pada masa mendatang. Yang penting tetap ikhlas menjalani kehidupan sebisa kita dan sebaik-baiknya. Sungguh dalam sekali dan pesan ini sering tidak langsung saya dapat dari simbah-simbah yang saya temui seantero Kabupaten Sleman.
Sekitar 25 menit perjalanan bus pun sampai di pemberhentian akhir. Saking hebohnya saya bisa keluar dan jalan-jalan lagi di Jogja, saya sampai lupa sama simbahnya. Jangan ditiru ya pemirsa. Sebenarnya saya juga kebelet ke kamar mandi juga karena AC bus yang cukup dingin.
Saya pun berjalan-jalan di pasar godean mencari kuliner. Mulanya saya menuju sebuah warung lotek di depan SD Godean. Eh ternyata masih tutup. Iya sih itu masih pagi sekali. Saya pun lalu makan cilok yang saya beli di depan Pasar Godean sambil menatap orang yang berlalu lalang.
Yah masih tutup. |
Lantaran sudah bosan, saya pun kembali ke pemberhentian bus di Pusat Kuliner Belut Godean. Di sana, saya dikira mau membeli belut oleh pedagang. Kalau saya ada uang lebih, maunya sih saya beli. Tapi jujur, liburan panjang itu pas ya tanggal tua. Usaha bimbel saya juga masih megap-megap. Makanya saya naik bus Trans Jogja ini karena sedang ujicoba dan gratis. Semoga kalau ada rezeki di lain waktu bisa saya beli ya.
Tempat menunggu bus |
Eh tak lama bus kea rah kota pun datang. Saya langsung naik dan ternyata rutenya berbeda dengan keberangkatan. Untuk rute ke arah kota ini melewati Perempatan Demak Ijo (yang orang Jogja pasti tahu), Pasar Kranggan, Mangkubumi, Malioboro, dan berakhir di Ngabean.
Saya beruntung saat itu masih ada renovasi jadi tidak melewati Malioboro dan Mangkubumi. Bus pun dialihkan ke Gedong Tengen. Saya turun di depan SD Gedong Tengen untuk naik Trans Jogja Koridor 9 menuju ke Terminal Jombor lagi untuk pulang.
Apakah perjalanan saya sudah selesai? Belum pemirsa. Masih ada kelanjutan di esok harinya. Saya akan naik bus ini lagi sampai ke lereng Gunung Merapi. Bagaimana ceritanya? Tunggu ya kelanjutannya.
Asik nih long weekendnya!
ReplyDeleteAku kemarin di rumah aja mas, eh g deh.. sempet ada acara sama orang kantor ke Pasuran, tapi ya gitu, buatku jalan ama kantor beda sama jalan sendiri yang emang "semau gue".
Aku belum pernah naik trans jogja, yaowoh..
Padahal sempet ada kesempatan buat stay di Jogja selama 3 bulan, tapi lebih milih nyewa motor, hahahaa..
You know lah mas, Jogja makin macet. Aku terakhir ke Jogja 2018. Dan wow! muacet!! ampun deh!
Malang juga gitu g sih? Aku ke malang udah berasa capek aja soalnya makin rame, mending naik ojek online kalau g gitu stay di kosannya adekku, terus pesen gofud
makasih mbak
Deleteaku juga cuma naik bus ini si terus pulang hahah
iya macet banget makanya pagi pagi aku uda berangkat males klo macet
hahahha iya mbak mending go fud aja ya
Saya dulu juga kos di Condong Catur, tepatnya di jalan Pandega Sakti, dengan dengan studio radio Rakosa kalau tidak salah. Nah kalau Godean itu tempat KKN saya. Orang-orang KKN-nya jauh sampai ke luar DIY, saya masih di Sleman juga. Jadi kalau pas ada urusan ke pusat kota Sleman, saya biasanya tidur semalam di kos sebelum kembali ke lokasi KKN. Supaya teman-teman KKN tidak melaporkan saya ke dosen pengawas, biasanya ke lokasi saya bawakan sarapan pesanan mereka.
ReplyDeleteoh di sekitar pandega ya di snaa memang banyak kos kosan
Deletehahahah bisa aja mas triknya
wew.. berkelana sendirian nih..
ReplyDeletebtw, si mbah gaul juga ya ngerti social media facebook, youtube, dll.. hihi..
ditunggu kelanjutan ceritanya ya mas.. :D
iya mbahnya gaul juga makanya heran aku haha
DeleteSi Mbah melek internet juga toh. Mantap pisan!
ReplyDeleteSudah lama sekali enggak jalan-jalan sejak pandemi, baca ini jadi ingin bertualang sendirian juga. Meskipun kayak udah longgar gitu, tapi tentu masih ada rasa takut sih sekalipun sudah menerapkan protokol kesehatan. Hahaha.
Baru sadar juga udah 5 lima tahunan berlalu dan belum naik TransJogja lagi.
sama sih mas aku gaberani jauh jauh makanya cuma keliling bentar aja hahaha
Deletesoalnya klo rame rame aku masih gaberani
jadi kangen numpak ini di Jog huhu :(
ReplyDeletehahahha
DeleteTeman bus itu nama aplikasi yaa, mas?
ReplyDeleteSebab di Palmbang jg ada Teman Bus. Namun, aplikasi nya khusus pada jalur baru TransMusi. Oh yaa, di tempat kami namamya TransMusi, bkn TransJogja atau TransJakarta 😀
iya mas ini program dari kemenhub di beberapa kota
Deleteoh bukan trans palembang ya
unik juga jadi pengen coba
Eduuuuun jadi penapsaran ama selat solone aku mas ikrom, gek ndang dipost ntar aku nyoba liat futune tuh selat solo hahhahaha
ReplyDeleteEalahh kok ya ada acara remidi upacara ngenteni bus transjog nya to
E tapi iki mirip aku pas jaman ijik nom dulu mas, bedane sik takjajali ki tije alias transjak, aku iseng aja nek minggu jalan sendirian nyobain rute manapun ntah blok m, pulogadung, jakarta kota, kuningan, senen, ragunan, sampe lebak bulus terjauhnya, nggo opo mung mampir mol sik deket haltenya itu, trus golek dvd ama jajan kuliner aja, dewean pula hahahahha
Btw sayang beud yo mas ga eneng pecele, lha keisuken sih, juga ga iso tumbas belut goreng padahal kayake bikin kemlecer kih nek takbaca dari postinganmmu
Terakhir, wejangan dari simbahe mantul pisan euy, persis mbahku sik neng jakarta, sukanya mayeng mayeng dewean, yo gitu karena uda hobi jalan jalan, ndirianpun oke kata dia hahaha
ditunggu ya mbak ngumpulin mood dulu hahaha
Deleteiya aku remidi upacaranya mayan lama mbak
kukira ada bus yng ke haltenya
eh banjure malah auto berangkat hahah
aku dulu pas ke JKT juga mau coba coba si
tapi takut kejambret lagi ahahah
ga ada mbak sepiiii banget itu godean
cuma ada kang cilok sama jualan nasi balap
wejangan simbahe ngena banget emang mbak
wah hebat nu simbae mbak
tapi emang klo ga jalan jalan bosen ya
Waww seru beud... Liburan ke Kota orang ngebolang sndirian..
ReplyDeleteSaya juga suka ngebolang sndirian, tapi masih di Kota sndiri.. hehe
Ya Ampun mbahnya.. Tiba2 ngingetin saya sama Mbah Hibu.. Ibunya Bapak.
ini di kota sendiri ma shahahahha
Deleteiya aku jug keinget mbahku klo ada simbah gini
Dulu saat ke Jogja, belum nyobain Trans Jogja,
ReplyDeleteAwalnya mau cobain naik dari bandara sih, tapi karena pengalaman pertama ke Jogja, jadi belum tau rutenya.
coba aja ma slagi
Deletebisa lihat rute di aplikasi kok
aku kangen jogya, kangen naik bis trans ini juga. waktu awal awal kehadiran bis trans ini di jogya, hepi banget bisa ngerasain hehehe
ReplyDeletesimbahnya hepi banget keliatannya dan seneng jalan jalan sendiri juga kayak aku