Sumber Polaman Malang |
Malang memang kaya akan wisata sumber.
Tak kurang dari puluhan sumber tersebar di seantero Malang. Awalnya, saya kira sumber-sumber itu hanya ada di bagian selatan Malang yang memang kaya akan keindahan. Tak dinyana, dalam sebuah unggahan di media sosial, sumber-sumber itu ada juga di daerah Lawang.
Lawang yang merupakan pintu dalam bahasa Jawa merupakan gerbang utama Kota Malang. Kecamatan ini membujur dari lereng Gunung Arjuno dan menjadi poros utama Jalan Raya Malang-Surabaya. Makanya, ketika saya menemukan ada tempat wisata sumber di sana, saya masih kaget. Ternyata ada ya.
Maka, pada sebuah Sabtu yang amat cerah, saya pagi-pagi benar berkendara seorang diri dari Kota Malang menuju Lawang. Lama tak berkendara membuat tangan saya sedikit kaku. Meski begitu, alhamdulillah saya cukup lancar melewati jalan utama hingga sampai di depan Stasiun Lawang.
Baca juga: Pengalaman Tersesat di Taman Labirin Coban Rondho
Nah disinilah saya mulai kebingungan. Menurut peta Google, saya bisa melewati sebuah kompleks perumahan agar lebih cepat. Namun, portal physical distancing yang menjuntai dengan indahnya membuat saya tak bisa masuk. Walau dengan sedikit desahan napas yang tersengal, akhirnya saya memutuskan untuk mencari jalan lain.
Saya menuju jalan ke arah Kebun Teh Wonosari yang dikelola PTPN XII. Motor saya geber amat hati-hati karena takut salah masuk persimpangan jalan. Barulah saya yakin ketika ada persimpangan jalan bernama Jalan Indrokilo, saya pun membelokkan motor.
Ternyata jauh juga. Jalanan semakin naik dengan lebar jalan yang cukup sempit. Yang bikin saya ngilu, kendaraan yang melintas lumayan banyak dan beragam. Ada bus, truk, mobil pick up dan tentunya kendaraan roda dua dengan kecepatan setan. Tapi tidak hanya itu saja, anak-anak yang berlalu-lalang dan menyeberang jalan seenaknya membuat adenalin saya semakin berdebar.
Baca juga: Berenang di Lembah Tumpang Malang, Kolam Renang yang Ada Candinya
Daerah tersebut memang pemukikan padat penduduk jadi harap maklum meski jalan naik turun ya rumahnya banyak. Untunglah, beberapa menit kemudian, saya sampai di tempat tujuan. Walau saya kira itu adalah makam umum karena ada pohon beringin yang besar, tetapi seorang emak-emak yang jadi juru parkir meyakinkan saya. Beliau langsung memberi motor saya dengan kardus bekas agar tidak kepanasan.
Jalan menuju TKP |
Saya lantas masuk dan menemukan beberapa ibu-ibu yang asyik mencuci baju dan memendikan anaknya. Walah, kok jadi pemandian umum begini. Saya masih terus menapaki tempat itu meski awalnya ragu karena tak banyak pengunjung yang datang.
Barulah saat ada beberapa pedagang mainan yang menjajakan dagangannya, saya mulai yakin. Ini adalah sebuah tempat wisata. Pedagang tersebut juga menata tempat mewarnai dan memancing ikan mainan di dekatnya. Sayang, hanya satu anak yang bermain di tempat tersebut. Walau begitu, saat saya mengambil gambarnya, senyum tersungging dari bibirnya. Semoga laris ya, Buk.
Seorang anak yang mewarnai ditemani oleh ibunya. |
Penjaja mainan anak yang menunggu pelanggan |
Saya lalu menuju sebuah kolam ikan yang berada di bagian belakang tempat wisata ini. Di sana, ternyata terdapat aneka jenis satwa air yang hidup berdampingan. Salah satu yang membuat mata saya terbelalak adalah adanya ikan wader yang cukup besar. Ikan wader ini tidak boleh ditangkap karena dari kepercayaan masyarakat sekitar bagi siapa saja yang menangkapnya akan mendapatkan kesialan.
Ikannya besar banget..... |
Entah benar atau tidak, yang jelas ikan-ikan itu cukup banyak. Mereka hidup berdampingan dengan kura-kura yang terengah-engah berenang di tengah kolam. Saya mengamati interaksi antar makhluk hidup itu sembari menatap anak-anak yang makan bakso di pinggir kolam. Mereka terlihat kelaparan selepas berenang di bagian kolam yang lain. Lantaran sebagai petirtaan dan tempat pemeliharaan ikan, sumber ini disebut sebagai Sumber Paulaman atau Polaman.
Makan yang banyak ya... |
Di dekat kolam belakang itu, ada sebuah petilasan yang ternyata tempat tetenger atau tanda dari para raja jawa yang sedang berjalan ke daerah. Salah satunya adalah Raja Hayam Wuruk yang merupakan raja Kerajaan Majapahit. Ada juga cerita dalam Kitab Pararaton yang menyebutkan bahwa tempat ini merupakan tempat pembuangan dari Jayakatwang, raja Kerajaan Kediri ketika kalah oleh Raden Wijaya. Wah, seru juga ya ceritanya.
Ini petilasannya |
Di samping itu, ada juga cerita dari seroang raja Bali yang menautkan hatinya kepada putri Singosari. Lantaran tak direstui, ia pun bersemedi ke sebuah gua yang tak jauh dari sumber ini. Aneka cerita tersebut masih diyakini hingga kini. Makanya, tempat ini begitu dijaga kelestariannya oleh masyarakat dengan tak adanya sampah yang berceceran. Masyarakat pun sering mengadakan bersih desa sebagai acara selamatan untuk kelestarian sumber ini.
Baca juga: Lika-Liku Mencari Pantai Selatan yang Sepi
Perjalanan saya belum berakhir. Petilasan yang masih tertutup itu ternyata berada di sebuah lereng hutan. Makanya, saya mencoba untuk naik ke hutan tersebut. Dan sungguh, keasrian yang saya rasakan benar-benar membuat hati lega.
Pintu masuk hutan |
Di hutan itu juga ada beberapa gazebo yang sudah rusak. Meski demikian, saya tidak berkeinginan duduk di sana dan lebih memilih mengambil napas untuk menenangkan pikiran. Rasanya lega sekali. Saya bersyukur bisa singgah ke tempat itu yang lagi-lagi tak banyak didatangi orang.
Di tengah pandemi begini, walau seharusnya saya di rumah saja, tetapi pikiran saya tidak bisa. Salah satu cara tetap waras tapi tetap mencegah penyebaran wabah covid-19 adalah datang ke tempat yang sepi. Tak perlu jauh yang penting pikiran bisa tenang.
Segarnya..... |
Cukup lama juga saya menghirup napas dan menenangkan diri. Saking lamanya, saya sampai tersengat semut merah yang tiba-tiba menjalari tangan saya. Ah itu tak mengapa, namanya juga berada di hutan kan?
Saya lalu kembali ke kolam ikan untuk melihat kura-kura kecil yang berenang kepayahan di tengah kumpulan ikan wader. Saya tersenyum simpul untuk kesekian kali ketika melihat interaksi ini. Ketika saya mengambil gambar, ada beberapa ibu-ibu yang terus mengeluh pendapatan mereka terus tergerus selama pandemi ini. Dari obrolan yang saya tangkap, mereka adalah para pekerja pabrik entah di pabrik mana. Yang jelas, keluhan terus meluncur dari mulut mereka lantaran pembatasan jam kerja mingguan.
Sebenarnya saya malas pulang. |
Hampir 45 menit saya menghabiskan waktu di Sumber Polaman ini, Saya lalu memutuskan untuk pulang agar tidak terjebak macet di Singosari. Ketika saya mengambil motor, emak-emak juru parkir pun langsung mencoba untuk membantu menarik motor saya. Tapi saya tolak karena motor yang saya bawa adalah motor sport yang berat. Saya pun memberi ibu itu 5.000 rupiah yang langsung disambut doa baik. Sungguh, saya kembali bersyukur.
Baca juga: Menyambut Wisata "New Normal" Malang Raya dengan Mengunjungi Sumber Sira
Saya pun pulang melewati jalan menuju Stasiun Lawang lagi. Menggeber motor dengan cukup kencang hingga berhenti di sebuah minimarket untuk membeli minum. Saat asyik menikmati minuman itu, suara kencang terdengar. Ternyata kecelakaan karambol antara bus, truk, dan mobil terjadi tak jauh dari tempat saya. Segera, kepanikan pun terjadi. Saya tak berani ikut melihat dan lebih memilih untuk segera pulang. Sekali lagi saya bersyukur masih diberi umur.
Ohh motor gede pantes was2 yah mas.... kalau motor matic sih tnggl gas dikit2 yah.. heheh
ReplyDeleteEnak kayanya rumah disitu.. ademm kayanya karena di atas.. iyah nggk sih?
Bagus ik tempatnya asri banget.. cocok buat nenangin diri.. saya sndiri sering kesusahan nyari tempat yg tenang kaya gitu di sini. Walaupun sedang PSBB, tapi spot seperti taman sama alun2 masih terkadang ramai..
iya mas motor pinjaman haha
Deletemayan banget itu tangan pas ngegas dan ngerem
ini di lereng gunung arjuno mas jadi ya mayan adem
bisa nenangin diri
aku gasuka ke taman kota skarang rame iya mas
Saya tertarik dengan cerita legendanya
ReplyDeleteKalau lihat pedagang sapi kadangbikut prihatin juga.
Lain waktu ingin kesana ah
Bosan cerita Jakarta melulu.
Oh iya gambar thumbnail nya blur. Tambahkan kode biar jernih.
iya legend banget ini bang
Deletewkwkw emang blm aku edit bang thumbnail YTnya
ini baru aku edit kemarin keburu buru uploadnya huhu
Oh pakai motor gede ya pak guru, kadang memang agak was-was ya.
ReplyDeleteBanyak juga sejarah dari sumber polaman ya, dari petilasan raja Hayam Wuruk dan juga pembuangan Raden jayakatwang. Memang harus dilestarikan tempatnya.
Btw, ikan wader nya gede amat ya, mungkin karena tidak ada yang berani nangkap
iya bang bukan motor saya soalnya
Deletewkwkwk
iya ini tempat bersejarah banget ikannya gede tapi pada takut nangkep
Seru juga ya mas, terdapat seperti candi kecil disana,bangunan kuno. Boleh lah jadi untuk destinasi. Tapi masih ribet juga kalo untuk liburan ke luar kota menggunakan transportasi udara, ribet sekali banyak aturan test covid dan dll.
ReplyDeleteiya mas bisa jadi destinasi hehe
Deletesementara dekat dulu aja jalan jalannya
betul Malang banyak sumbernya sampai-sampai belum sempat ke sumber lainnya selain sumber Maron
ReplyDeleteoh pernah ke sumber maron bang?
DeleteIkannya beneran besar sekaliii, hal itu yang menarik perhatianku saat pertama melihat kolamnya hihihi. Sepertinya ikan itu sepanjang kaki aku ukurannya 😱
ReplyDeleteLokasi sumber ini asri banget ya Kak. Masih banyak pepohonan yang rimbun, enak banget buat refreshing cuma aksesnya ternyata agak ribet dan tertutup perumahan warga ya.